tirto.id - Sidang peninjauan kembali (PK) kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihadiri oleh ratusan masyarakat. Secara garis besar, ada tiga kelompok massa yang datang: Polri, kelompok pendukung kebebasan Ahok, dan kelompok penolak PK Ahok.
Kelompok penolak PK Ahok terdiri dari beberapa organisasi masyarakat Islam, seprti Front Pembela Islam dan Aktivis Pergerakan Islam. Mereka menyiapkan satu mobil komando dan menyanyikan lagu bernuansa islami.
"PK Ahok harus ditolak karena ia sudah terbukti menista agama," teriak salah satu orator melalui toa hari ini, Senin (26/2/2018).
Meski demikian, protes itu tak banyak berpengaruh karena sidang PK Ahok tetap dijalankan. Dalam agendanya, tim kuasa hukum mantan gubernur DKI Jakarta itu akan membacakan memori PK.
Barisan polisi yang menjaga sidang Ahok menjadi pembatas antara penolak PK Ahok dan pendukung Ahok.
Di barisan pendukung Ahok, relawan yang sebagian besar mengaku dari Komunitas Bangsa Bersatu menyuarakan hal yang berbeda. Di mobil komando, orator merasa Ahok tak bersalah dan harus dibebaskan. Massa yang berjumlah ratusan itu masih diperkirakan akan bertambah.
"Ayo semuanya, undang teman-temannya yang masih di jalan untuk segera datang," kata orator bernama Lenny. Mereka sudah berkumpul sejak sekitar jam 08.00 WIB pagi tadi.
Dalam sidang hari ini, Ahok tidak hadir dalam persidangan. Mulyadi mengatakan, terpidana tidak perlu datang jika berada dalam penjara. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung yang terbaru nomor 7 tahun 2014.
"Tidak ada kewajiban [bagi terpidana] datang ke pengadilan," tegas ketua majelis hakim, Mulyadi.
Humas PN Jakarta Utara, Jootje Sampelang mengungkapkan, ada dua alasan terkait pengajuan PK Ahok ini. Pertama, kuasa hukum menilai ada kekhilafan hukum atau kekeliruan yang nyata pada putusan Ahok.
Kedua, kata Jootje, pihak penasihat hukum menggunakan dasar hukum pasal 2 dan pasal 263 KUHAP untuk mengajukan banding. Dalam memori tersebut, sepengetahuan Jootje, pihak pemohon tidak mengajukan bukti baru atau novum. Namun, pihak Ahok menggunakan putusan terpidana Buni Yani sebagai dasar pengajuan PK.
“Dia membandingkan, dia menganggap bahwa ada kekeliruan, ada kekhilafan hakim, ada kekeliruan yang nyata. Nah, bagaimana uraiannya? Dia membandingkan dengan putusan terhadap terpidana Buni Yani,” kata Jootje saat dikonfirmasi Tirto.
Ahok melalui kuasa hukumnya yaitu Josefina A. Syukur dan Fifi Lity Indra pada Jumat, 2 Februari 2018 mengajukan PK terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 1537/Pid.B/2016/PN.Jkt.Utr yang telah berkekuatan hukum tetap.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Yuliana Ratnasari