tirto.id - Munas Alim Ulama dan Konbes NU memasuki hari kedua yang berisi sesi sidang komisi untuk membahas isu-isu penting.
Di Pondok Pesantren Darul Falah, Pagutan, Mataram, digelar Sidang Komisi Bahtsul Masa'il Waqi'iyah yang membahas beberapa permasalahan terkini. Pembahasan tersebut kemudian akan menghasilkan produk berupa fatwa.
Bahtsul masa'il adalah forum bersama untuk membahas berbagai persoalan dari sudut pandang fiqhiyah (hukum Islam). Perdebatan dan argumen biasa terjadi dalam forum ini. Tiap peserta boleh mengajukan pendapatnya masing-masing dengan acuan sumber kitab kuning yang jelas.
"Bahtsul masa'il adalah tradisi pesantren, yang menunjukkan betapa pesantren NU sangat terbuka kepada perbedaan pendapat," ujar Iip Yahya, Pemimpin Redaksi situs berita PWNU Jawa Barat, yang menjadi peserta Bahtsul Masa'il, saat ditemui Tirto di tengah sidang komisi hari ini, Jumat (24/11/2017).
Sidang dibuka oleh K.H. Maimoen Zoebair (Mbah Moen), ulama sepuh NU dan pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang. Ia juga didampingi Katib Syuriyah PBNU K.H. Mujib Qalyubi.
Dalam ceramah pembukaan, Mbah Moen menekankan pentingnya tradisi-tradisi yang datang dari Arab ditafsirkan lagi sesuai tempat di mana agama Islam menyebar.
"Islam dan Arab itu berbeda. Yang kita serap itu Islamnya, bukan Arabnya," tutur Mbah Moen.
Mbah Moen kemudian mengakhiri pidato pembukaan dengan pembacaan doa.
Salah satu isu terkini yang dibahas adalah status dan hak anak-anak yang lahir di luar nikah. Pembahasan ini dilakukan sebagai tanggapan atas Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa anak luar kawin berhak mendapat perlindungan hukum dan hak-hak perdatanya diakui secara penuh.
Salah satu pertanyaan utama yang dibahas dalam forum adalah "Apakah keputusan anak di luar nikah berdasarkan putusan MK bisa dibenarkan secara fiqh?"
Sampai saat ini, forum masih berlangsung dan dipenuhi berbagai perdebatan.
Penulis: Ivan Aulia Ahsan
Editor: Yuliana Ratnasari