Menuju konten utama

Sidang Gugatan Praperadilan Imam Nahrawi Ditunda Hingga 4 November

Sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan oleh Imam Nahrawi diundur tanggal 4 November 2019.

Sidang Gugatan Praperadilan Imam Nahrawi Ditunda Hingga 4 November
Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi (tengah) berjalan usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (15/10/2019). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) sedianya menggelar sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan tersangka suap dana hibah KONI, Imam Nahrawi pada Senin (21/10/2019). Namun tim hukum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak hadir sehingga sidang harus diundur.

"Sidang ini insyaallah kita buka lagi 2 minggu lagi pada 4 November 2019," kata hakim tunggal Elfian dalam sidang pada Senin (21/10/2019).

Sidang dimulai sekitar pukul 13.20 WIB, tapi bangku yang mestinya diisi tim hukum KPK tampak kosong. Hakim Elfian lantas memerintahkan petugas untuk memanggil lagi perwakilan KPK, tapi tak ada respon.

Setelah itu, hakim lantas mengecek kelengkapan administrasi para kuasa hukum Imam Nahrawi.

Sempat terjadi perdebatan saat hakim hendak memutuskan jadwal sidang selanjutnya. Hakim Elfian hendak menjadwalkan pada 4 November 2019 karena ada acara pribadi, tapi tim kuasa hukum keberatan.

"Mohon kebjjaksanannnga misalnya yang mulia besok ada acara apa bisa dipercepat misalnya 3 hari atau 4 hari lagi sidang berikutnya?" tanya Saleh selaku kuasa hukum.

Saleh khawatir jika KPK akan menyelesaikan penyidikan terhadap kliennya ketika sidang praperadilan sedang berproses. Sebab jika perkara sudah masuk ke pengadilan maka praperadilan otomatis gugur.

Namun hakim bersikukuh dengan keputusannya.

Berdasar Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jaksel yang dilihat Jumat (18/10/2019) malam, pihak Imam Nahrawi mengajukan praperadilan sebab merasa ada kejanggalan dalam penetapannya sebagai tersangka.

Kemudian, dalam petitum permohonan, menyatakan penetapan tersangka terhadap Imam Nahrawi selaku pemohon yang didasarkan pada surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019 pada 28 Agustus 2019, dinilai tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan Surat Perintah Penahanan Nomor Sprin.Han/111/DIK.01.03/01/09/2019, tanggal 27 September 2019 yang menetapkan pemohon untuk dilakukan penahanan oleh termohon adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tulis isi petitum dalam permohonan Imam, Jumat (18/10/2019).

Dalam isi petitum itu, pihak Imam meminta agar memerintahkan kepada termohon dalam hal ini KPK untuk menghentikan seluruh tindakan penyidikan terhadap Imam Nahrawi sebagaimana adanya surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/94/DIK.00/01/08/2019 pada 28 Agustus 2019.

Imam juga meminta hakim menyatakan penerbitan Sprindik dan penetapan tersangka yang dikeluarkan KPK tidak sah hingga terbukti keterkaitan perbuatan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh asisten pribadinya, Miftahul Ulum, dengan Imam Nahrawi sampai memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.

"Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan pemohon seketika sebagai tahanan Rutan KPK cabang Pomdam Guntur Jakarta Timur sejak Putusan dibacakan," bunyi petitum tersebut.

Dalam perkara ini Imam diduga menerima suap dalam pengurusan dana hibah KONI dengan total Rp26 miliar. Dugaan suap ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 8 Desember 2018 lalu. Imam resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Rabu (18/9/2019). Kini, Imam masih ditahan KPK.

Baca juga artikel terkait KASUS DANA HIBAH KONI atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Widia Primastika