Menuju konten utama

Sidang Ahok Segera Memasuki Pemeriksaan dan Penuntutan

Sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama akan memasuki tahap pemeriksaan terdakwa dan penuntutan.

Sidang Ahok Segera Memasuki Pemeriksaan dan Penuntutan
Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (kedua kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (7/3). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Sidang dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan memasuki babak baru. Sidang ke-16 yang digelar pada Rabu (29/3/2017) kemarin merupakan sidang terakhir sesi pemeriksaan saksi dan ahli, baik yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun penasihat kuasa hukum Ahok.

Dengan demikian, sidang pekan depan, Selasa (4/4/2017) Ahok akan diperiksa sebagai terdakwa. Pria kelahiran Belitung Timur itu akan diperiksa dengan alat bukti yang diperoleh selama sidang penistaan agama berlangsung sejak pertengahan Desember 2016 lalu. Kemudian, tuntutan terhadap Ahok akan dibacakan setelah pemeriksaan terdakwa selesai.

Seperti diketahui, dalam kasus penistaan agama ini, Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif, yakni Pasal 156 KUHP dan Pasal 156 huruf a. Jika ia didakwa dengan Pasal 156, maka Ahok mendapat ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sedangkan apabila ia didakwa dengan Pasal 156 huruf a, maka ancaman pidana selama-lamanya 5 tahun.

Tuntutan yang akan dibacakan oleh majelis hakim pada sidang penuntutan akan sangat menentukan, mengingat hal tersebut berkaitan dengan posisi Ahok sebagai gubenur DKI. Selama ini, beberapa pihak mempertanyakan sikap pemerintah yang belum memberhentikan Ahok sebagai gubenur DKI setelah ia resmi berstatus sebagai terdakwa.

Dalam konteks ini, Kementerian Dalam Negeri masih menunggu sidang tuntutan terkait nasib Ahok sebagai gubernur, apakah akan dinonatifkan atau tidak. Pemerintah berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 83.

Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa kepala daerah atau wakil kepala daerah yang sudah menyandang status terdakwa harus diberhentikan sementara atau nonaktif bila didakwa dengan ancaman penjara paling singkat lima tahun.

Saksi yang Meringankan

Pada sidang ke-16 yang berlangsung pada Rabu (29/3/2017) kemarin, tim kuasa hukum Ahok menghadirkan sejumlah saksi yang bisa meringankan terdakwa. Dalam sidang tersebut, Ahok dan tim penasehat hukum menghadirkan sejumlah ahli agama untuk meyakinkan majelis hakim bahwa pria kelahiran Belitung Timur itu tidak bersalah.

“Ada tiga saksi ahli agama yang kami ajukan ada Kiai Masdar dan Kiai Sahiron ini ahli agama,” kata Ahok, di gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, pada Rabu.

Dalam konferensi pers, KH Masdar Farid Mas'udi mengatakan dirinya menjelaskan tentang tuduhan pelecehan dan dugaan penistaan agama. Dalam pandangan Masdar, tuduhan yang disangkakan kepada Ahok tidak masuk akal, apalagi suami Veronica Tan itu saat itu maju Pilkada DKI Jakarta.

“Mana mungkin dalam proses running kemudian melecehkan agama yang dianutnya mayoritas. Kan gak masuk akal itu,” ujarnya.

Selain tudingan yang tidak masuk akal, Masdar menjelaskan kalau Indonesia bukanlah negara agama. Dan setiap orang bisa memimpin negara ini tanpa melihat latar belakang agamanya. Masdar menambahkan setiap orang boleh menjadi pemimpin asal bisa bertanggung jawab, tegakkan keadilan dan bisa berbuat adil bagi seluruh masyarakat.

“Negeri ini adalah negeri kebangsaan bukan negara agama tertentu oleh karena itu ma itu tidak boleh dibawa-bawa dalam persoalan dalam kaitan ke memilih kepemimpinan,” tegas pria yang juga menjabat Rois Syuriah PBNU 2015-2020 itu.

Sementara itu, ahli agama Sahiron Syamsuddin mengatakan dirinya bersaksi dalam rangka menjelaskan tentang ilmu tafsir agama. Dalam penjelasannya, pria yang juga dosen Ilmu Tafsir Alquran di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini meminta agar hakim, penasihat hukum dan jaksa penuntut umum memperhatikan 3 hal sebelum memahami betul tentang Al-Maidah 51. Ketiga aspek tersebut terdiri atas aspek linguistik, aspek konteks, dan terakhir aspek pemahaman dari ayat tersebut.

Masalah analisa linguistik atau pemaknaan bahasa, makna kata “Aulia” dalam surat Al Maidah tidak hanya bermakna pemimpin, tetapi bisa bermakna teman setia atau aliansi. Menurut Sahiron, umat muslim boleh memilih pemimpin non-muslim karena bermakna sebagai teman setia.

Untuk poin ke-2, lanjut Sahiron, publik harus memahami dunia surat Al Maidah 51. Masdar menjelaskan mereka memerangi umat Yahudi dan Nasrani karena membuat membocorkan rahasia jumlah pasukan di Madinah. Padahal saat itu, Islam tengah bertempur dengan sejumlah pihak di Timur Tengah. Dengan demikian konteks Surat Al Maidah 51 tidak bisa dikaitkan untuk menjerat Ahok sebagai terpidana dalam konteks kekinian.

“Jadi dengan konteks kekinian boleh berteman dengan siapapun mobil khusus dengan orang Islam kemudian orang Yahudi Nasrani atau Hindu. Silahkan berteman yang jelas saling percaya tidak ada penghianatan tidak ada permusuhan terkait dengan tadi,” jelas Sahiron.

Yang terakhir, lanjut Sahiron, mereka membahas tentang fatwa Mesir. Dalam satuan di Mesir, mereka bertemu dengan kalangan Islam di negara mayoritas. Dengan demikian mereka bisa langsung berhubungan dan meminimalisir penghianatan. Sahiron berharap umat Islam tidak kembali gaduh.

Pelapor Tetap Yakin Ahok Bersalah

Namun demikian, saksi pelapor tetap meyakini Ahok tetap bersalah dalam kasus penistaan agama yang menjeratnya. Pelapor yang tergabung dalam ‎Forum Anti Penista Agama mengklaim kalau ahli yang disampaikan tim penasehat hukum telah memberikan keterangan palsu karena berusaha melindungi terdakwa.‎

“Bahwa ketika seorang ahli ada keinginan seorang melindungi terdakwa, maka akan sulitlah dia menyampaikan kebenaran yang sebenarnya,” kata salah satu anggota Forum Anti Penista Agama, Syamsu Hilal, di Aula Gedung Kementan, Jakarta, Rabu (29/3/2017).

Syamsu mengklaim, seluruh saksi ahli dihadirkan tidak berpijak pada keahlian sebenarnya. Ia menyinggung pernyataan ahli agama, Sahiron Syamsuddin yang dihadirkan tim kuasa hukum Ahok di pengadilan. Menurut Syamsu, Rois Aam PBNU sudah menyatakan bahwa Ahok telah dinyatakan melakukan penistaan Alquran, sehingga mantan Bupati Belitung Timur itu tetap lah bersalah.‎

Selain itu, Syamsu juga menyinggung isi muktamar NU ke-30 di Lirboyo tahun 1999. Dalam muktamar tersebut, NU sudah menyatakan sikap bahwa muslim tidak boleh memilih pemimpin non-muslim dan keputusan muktamar itu belum pernah dicabut.

“Enggak usah ditanya ayat macam-macam. Kalau yakin kata ayat, kata Alquran yakinilah," tutur Syamsu.

Jaksa Penuntut Umum, Ali Mukartono mengakui jika pandangan saksi yang dihadirkan pihaknya dengan yang dihadirkan oleh penasehat hukum memang berbeda. Akan tetapi, mereka tetap menggunakan saksi para ahli dari terdakwa sebagai alat untuk memproses perkara.

Menurut Ali, ada ahli yang memaknai Al Maidah 51 bermakna teman dekat. Meskipun berbeda makna, lanjut Ali, ternyata ada Muktamar NU pada tahun 1999 belum dicabut tentang pilihan pemimpin muslim non muslim. “Itu ada hasilnya bahwa di dalam pemimpin kenegaraan diminta tidak ada memilih pemimpin non-muslim,” kata Ali.

Ali menjelaskan persidangan selanjutnya adalah tentang bukti-bukti dan memeriksa terdakwa. Kemudian, setelah sidang pemeriksaan terdakwa, sidang penistaan agama baru akan memasuki masa penuntutan. Namun demikian, Ali masih enggan membuka suara terkait tuntutan yang akan dibacakan nanti, meskipun hasil pemeriksaan diduga memenuhi unsur memidanakan.

Saat ini, pihaknya sudah menyusun draf tuntutan. Nantinya pihaknya akan menguraikan isi tuntutan dari para penuntut umum, serta akan menjelaskan unsur niat dalam tuntutan tersebut. “Itu nanti juga diuraikan dalam tuntutan seperti apa. Saya katakan bahwa setiap peristiwa itu tidak bisa dinilai sebagai peristiwa yang berdiri sendiri istilah lain,” kata Ali.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz