tirto.id - Irjen Pol Napoleon Bonaparte, yang pernah menjabat Analis Kebijakan Utama Itwasum Polri, saat ini mendekam di sel Rutan Bareskrim Mabes Polri atas kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra.
Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan karena menerima suap 370.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura dari Djoko Tjandra.
Ketika ditahan, ia diduga menganiaya tersangka kasus dugaan penodaan agama, Muhammad Kosman alias Muhammad Kece. Ia memukul dan melumuri wajah serta badan Kece dengan kotoran manusia yang telah dia persiapkan. Kasus ini kemudian ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri berdasarkan laporan korban yang teregistrasi dengan nomor LP 0510/VIII/2021/Bareskrim Polri.
Siapa Irjen Napoleon Bonaparte: Jejak Karier di Polri
Sebelum menjabat sebagai analis, Napoleon merupakan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri periode 2017-2020 dan Ses NCB Interpol Indonesia periode 2016-2017. Kariernya dimulai usai ia lulus dari Akademi Kepolisian pada 1988.
Jejak karier sebelumnya, 15 tahun lalu Napoleon menjadi Kapolres Ogan Komering Ulu. Dua tahun berikutnya, ia dimutasi ke Polda Sumatera Selatan untuk menduduki kursi Wadir Reskrim. Pada 2009, ia digeser ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Direktur Reserse Kriminal.
Lalu pada 2011, Napoleon menginjakkan kaki di Markas Besar Korps Bhayangkara, ia didaulat menjadi Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri hingga tahun berikutnya. Kemudian, Napoleon diangkat sebagai Kepala Bagian Pembinaan dan Latihan Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
Tiga tahun berselang yakni pada 2015, dia dipercaya mengemban jabatan sebagai Kepala Bagian Pembinaan dan Pendidikan Direktorat Akademi Kepolisian. Lantas kiprahnya di Divisi Hubungan Internasional Polri dimulai setahun berikutnya.
Kemudian, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis Napoleon pada 10 Maret 2021. Dia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama. Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung yang meminta agar Napoleon divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan.
Kini ia harus menghadapi sidang berikutnya karena masih sebagai anggota polisi aktif ketika terlibat dalam perkara suap. “Komisi Kode Etik Polri sudah mempersiapkan sidang Komisi Etik terhadap Irjen NB setelah inkrah,” kata Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo, Senin (20/9/2021).
Napoleon terbukti melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan pertama dari Pasal 5 Ayat (2) juncto Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali. Ia melalui Tommy Sumardi meminta agar Napoleon membantu penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar pencarian orang yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri