Menuju konten utama

Si Ocong dan Komik Digital yang Kian Populer

Komik digital kini semakin marak. Para kreatornya memilih media digital untuk menyebarkan karya-karyanya. Namun, perjuangan untuk menembus komik digital ini tidak mudah. Jika akhirnya komik ini difavoritkan, maka kreatornya akan mendulang penghasilan yang tidak sedikit.

Si Ocong dan Komik Digital yang Kian Populer
Ilustrasi Komik Digital. TIRTO/Andrey Gromico

tirto.id - Komik tak pernah kehilangan penggemarnya. Bentuknya pun kini lebih variatif, tidak hanya buku melainkan juga digital. Generasi kini mungkin lebih mengenal serial Nusantara Droid War (NDW) dibandingkan komik Ko Ping Ho yang melegenda. NDW merupakan salah satu serial komik unggulan dalam Line Webtoon yang memiliki jumlah pembaca tetap mencapai lebih dari 350 ribu orang di aplikasi komik digital tersebut.

Cerita dalam NDW sebenarnya hampir mirip pertarungan monster-monster peliharaan macam Pokemon. Bedanya, NDW mengambil Indonesia sebagai latar belajang tempatnya. Monster-monsternya juga dibuat berdasarkan cerita rakyat daerah seperti Nyi Blorong, Arjuna, Genderuwo dll.

Di galeri Line Webtoon lainnya, pada bagian komedi, sederet nama seperti Komik Faktap, Tahilalats, Si Ocong dan lainnya turut mewarnai kancah komik digital Indonesia khususnya Line Webtoon. Sebut saja salah satu yang baru masuk Webtoon Resmi setelah cukup lama nangkring di Webtoon Challange, Si Ocong.

Si Ocong hadir dengan membuang nuansa seram ala hantu pocong pada umumnya. Dengan kostum pocong berwarna merah ia hadir di tengah tengah pembaca menyuguhkan cerita sehari-hari yang jenaka. Hingga kini, pembaca setianya telah mencapai lebih dari 370 ribu orang di Line Webtoon.

Authornya, Agung Gunawan menceritakan bagaimana perjuangan Si Ocong sebagai karakter komik pertamanya dapat muncul di Webtoon Resmi dan mendulang royalti yang bisa dibilang lumayan. Cerita ini dimulai pada November 2015, Si Ocong hadir sebagai sebuah karakter komik unik yang menyapa pembaca pertamanya di Instagram.

“Ide awal karakter Si Ocong adalah mengubah mindset orang yang selama ini takut terhadap hantu pocong, saya bikin pocong jadi imut-imut dan lucu,” kata Kang Agung kepada Tirto.id, Jumat (9/12/2012).

Seiring bertambahnya jumlah follower di Instagram, Kang Agung merasa perlu melebarkan sayap dan memperkenalkan karakter ciptaannya ke media lain. “Supaya yang kenal Ocong makin banyak,” begitu katanya.

Maka dipilihlah Line Webtoon sebagai media alternatif untuk berkreasi. Sama seperti Instagram yang tidak berbayar dan dibayar, awal kemunculannya di Line Webtoon juga masih gratisan. Para komikus digital termasuk Kang Agung harus berjuang di kategori Webtoon Challenge dulu dan bersaing dengan beragam kategori komik lainnya untuk bisa masuk pada chart-chat Webtoon Resmi dan memperoleh bayaran sepadan.

Komik pertamanya yang diunggah di Webtoon Challenge pada bulan Februari 2016 mendapat sambutan yang positif. Sempat terbengkalai sekian lama, Kang Agung mulai menekuni Webtoon Challenge secara konsisten di Juli 2016 hingga Agustus 2016.

Total, sekitar lebih dari 20 episode tak berbayar ia lalui dengan ikhlas dan konsisten. Hingga akhirnya Si Ocong memenangkan Rising Star, sebuah program dari Line Webtoon untuk mengangkat komik ke program Webtoon Resmi.

“Tiga bulan dari Juli sampai september Si Ocong tak boleh kerja sama dengan penerbit manapun, lalu tak lama kemudian pihak Line mengontak dan membuat kontrak masuk di Webtoon Resmi.”

Digital Membawa Berkah

“Dulu jadi komikus nggak bisa hidup. Hanya yang sudah punya nama saja bisa terbitkan buku, komikus sekarang lebih tertolong dengan teknologi digital.”

Begitulah penuturan Kang Agung, sebelum komik digital muncul ke permukaan, para komikus memang harus bersusah payah mendatangi penerbit agar karyanya bisa dicetak secara masif. Kini, dengan maraknya digital komik, para komikus hanya perlu berkarya lewat instagram, jika sudah mempunyai banyak follower, biasanya para penerbit akan menghampiri mereka dengan sendirinya.

Hal itu yang terjadi pada Si Ocong semenjak ikut Rising Star di Line Webtoon, terhitung sudah tiga penerbit yang mengajukan kerjasama. Namun, karena kontrak Rising Star tidak memperbolehkan ikatan kontrak selain di Line Webtoon, maka para penerbit itu harus bersabar mendapat penolakan dari si pocong imut.

Saat ini, Kang Agung tengah menjalin kerja sama dengan Penerbit Bukune untuk memperbanyak Si Ocong dalam bentuk buku. Direncanakan, Si Ocong akan terbit pada bulan Februari 2017 mendatang di toko buku Gramedia seluruh Indonesia.

“Komik Digital menyokong penerbitan komik berupa buku,” kata Kang Agung.

Komik kini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat sejak kelahirannya di Indonesia pada 1930 lalu. Sepuluh tahun sejak kelahirannya, dunia komik Indonesia mulai diramaikan dengan hadirnya komik-komik dari Amerika yang disisipkan pada edisi mingguan surat kabar. Komik asing ini kemudian mulai menguasai Indonesia. Di tengah-tengah membanjirnya komik-komik asing inilah, hadir Siaw Tik Kwei, dengan tokohnya seorang pahlawan Tiongkok “Sie Djin Koei”. Komik ini berhasil melampaui popularitas Tarzan di kalangan pembaca lokal.

Selain itu antara tahun 1940-1960 juga muncul RA Kosasih yang kemudian dikenal sebagai Bapak Komik Indonesia. Pada1960-1970 komik Indonesia mulai gencar menampilkan tokoh-tokoh wayang atau cerita rakyat. Hingga pada tahun 1990-2000 perkembangan komik digital yang banyak dihidupkan oleh komikus-komikus muda Indonesia. Sebut saja dua kreator komik Indonesia, Leo Tigor dan Mice yang mendirikan Komik Jakarta, Ngomik Kampus buatan Shiro Ngampus, DB Komik, dan yang sekarang tengah digandrungi, aplikasi Line Webtoon.

INFOGRAFIK Perjalanan Komik Indonesia

Line Webtoon mulai muncul pada tahun 2004 di Korea Selatan, saat industri komik di Korsel sedang terpuruk. Namun, dengan cepat Line Webtoon berkembang, berdasarkan data yang dirilis oleh Line Webtoon pada April 2015, Indonesia menjadi negara dengan pembaca terbanyak dibandingkan negara lain, dengan lebih 6,5 juta pengguna aktif.

Tingginya antusiasme para pembaca komik digital tentu tak disia-siakan para komikus. Beberapa cara mereka tempuh agar karyanya mendulang pundi-pundi uang, dimulai dari hal terkecil, yakni memperbanyak relasi dengan mengikuti berbagai event dan komunitas komik. Semakin banyak relasi, kemungkinan mendapat pekerjaan tambahan untuk membuat rancangan gambar pun semakin besar.

Hal kedua yang dilakukan adalah membuka endorsement, Si Ocong dengan follower Instagram sebanyak 102 ribu membuka harga Rp350 ribu bahkan lebih untuk sekali promosi produk. Harga promosi yang dipatok bergantung pada tingkat kesulitan gambar dan tema yang diminta.

“Kita membantu, sekaligus dapat sesuatu, jarang sih, tapi kalau ada yang mau ya saya kasih,” akunya.

Cara ketiga, yakni bekerja sama dengan platform digital komik seperti yang dijalani Si Ocong di Line Webtoon. Komik kreasinya itu, diperbaharui kontraknya per tiga bulan sekali, bergantung dari grafik jumlah pembaca pada periode tersebut.

Dengan waktu unggah komik seminggu dua kali, Si Ocong dapat menghasilkan rata-rata Rp5 juta per bulannya. Lagi-lagi imbalan yang diterima tak ada angka pasti, bergantung pada kesulitan gambar, ide, dan panjang cerita.

“Terakhir, dari penerbitan buku, walau industri komik digital berjalan semakin maju, tapi tetap ada yang mau membaca komik dan dikoleksi dari bentuk fisiknya,” jelasnya.

Sebagai manusia urban yang hidup di tengah rutinitas yang melelahkan, membaca komik bisa menjadi salah satu cara menyegarkan otak. Anda termasuk salah satu penikmatnya?

Baca juga artikel terkait KOMIK atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Hobi
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti