tirto.id -
Ketua Umum Golkar Setya Novanto menginginkan proses hukum pada Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang tetap dilanjutkan oleh kepolisian setelah keluarnya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Bareskrim Polri pada keduanya 7 November lalu.
Maka Novanto mengucapkan terimakasih kepada Jokowi yang masih mengizinkan proses hukum Agus-Saut tetap berlanjut.
"Saya terimakasih (ke) Presiden memberi kesempatan juga masalah hukum (kasus Agus-Saut) tetap di dalam proses," kata Setya Novanto (Setnov) di Kantor DPP Kosgoro, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (10/11/2017).
"Kalau melakukan penyidikan kan berarti kan melalui proses yang sangat panjang," tambahnya.
Selanjutnya, Setnov meluruskan maksud Presiden Jokowi yang menyatakan agar tidak ada kegaduhan dalam proses hukum terhadap Agus-Saut dan menyarankan supaya prosesnya dihentikan bila tidak ada alat bukti yang cukup.
Menurut Novanto, Jokowi menginginkan agar proses hukum dijalankan sesuai dengan mekanisme yang ada. Harus memenuhi alat bukti yang kuat. Bukan menginginkan penghentian proses hukum ini.
"Tapi semuanya kan kita tahu bahwa Polri melakukan secara profesional lah kita beri waktu," kata Novanto. "Ya pasti polisi kan sudah profesional," imbuhnya.
Padahal dalam pernyataannya, Presiden Jokowi meminta perkara yang menjerat Agus dan Saut dihentikan bila tidak berdasar bukti.
"Jangan sampai ada tindakan-tindakan yang tidak berdasar bukti dan fakta. Saya sudah minta dihentikan kalau hal-hal seperti itu, dihentikan," kata Presiden sebelum bertolak ke Vietnam di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/11/2017).
Presiden Joko Widodo meminta tidak ada kegaduhan dalam penanganan dan pengusutan proses hukum. Permintaan ini disampaikan menanggapi adanya SPDP yang diterbitkan Bareskrim Polri atas laporan Sandi Kurniawan terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
Baca juga:Hindari Kegaduhan, Jokowi Minta Kasus KPK Disetop Jika Kurang Bukti
Agus-Saut dilaporkan oleh kuasa hukum Novanto atas nama Sandy Kurniawan pada 9 Oktober lalu. Keduanya diduga memalsukan surat dan melakukan penyelewengan wewenang.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Polri. Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto, saat dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017) menyatakan penanganan perkara ini sudah dilakukan sejak awal pelaporan.
Rikwanto mengaku pihaknya telah melalukan sejumlah langkah penyelidikan terkait hal ini. Polisi memeriksa 6 saksi dan meminta keterangan dari 1 ahli bahasa, 3 ahli pidana dan 1 ahli hukum tata negara. Lalu, polisi melakukan gelar perkara dan penyidikan semenjak 7 November 2017.
"Sudah sesuai semua. Penyidik yang menangani dari Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri," kata Rikwanto.
Sebagai catatan, SPDP Agus dan Saut tersebut ditujukan ke Kejaksaan Agung dengan tembusan ke Kepala Bareskrim, Karo Wassidik Bareskrim serta dua terlapor.
Namun, terkait hal ini pakar hukum Universitas Andalas, Ferry Amsari, menilai Polri telah dimanfaatkan oleh Setya Novanto yang terseret kasus korupsi proyek e-KTP untuk menyerang balik KPK.
"Ya kalau aku melihatnya lebih terkesan kepolisian seperti dimanfaatkan oleh pihak Setya Novanto dengan kemudian menyeret melibatkan kepolisian," kata Ferry saat dihubungi Tirto, Kamis (9/11/2017).
Kepolisian, kata Ferry, seperti rela dijadikan alat oleh pihak Novanto dengan memproses dua Pimpinan KPK. Karena, pelapor dalam kasus ini adalah kuasa hukum Novanto.
Seharusnya, kata Ferry, polisi harus mampu membaca persoalan. Bahwa Novanto sedang terjerat kasus yang sedang berproses di KPK. Melalui pengacara Setnov yang mengajukan laporan polisi terhadap dua pimpinan KPK, menurut Ferry, polisi harus melihat ini sebagai sebuah serangan balik kepada KPK dan kemudian pelaporannya tidak perlu ditanggapi.
"Jadi polisi jangan mau dijadikan boneka untuk kemudian digunakan oleh pihak yang berperkara menyerang balik KPK," kata Ferry.
tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri