Menuju konten utama

Seruan Tolak Bayar Pajak oleh Arief Poyuono: Konyol & Tak Mendidik

Seruan Arief Puyuono untuk tidak membayar pajak hanya punya legitimasi moral bila pemerintah yang memungut pajak berperilaku korup, melanggar HAM, otoriter, dan tidak akuntabel.

Seruan Tolak Bayar Pajak oleh Arief Poyuono: Konyol & Tak Mendidik
Seorang wajib pajak menunjukkan form aktivasi EFIN agar dapat melakukan pelaporan SPT Pajak Tahunan secara online di Kantor KPP Pratama Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jum'at (22/2/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.

tirto.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono mengajak masyarakat untuk memboikot pemerintahan Joko widodo-Ma'ruf Amin bila terpilih dalam Pilpres 2019. Sebab, Arief menganggap era Jokowi-Ma'ruf sebagai pemerintahan yang tidak sah.

"Masyarakat yang telah memberikan pilihan pada Prabowo-Sandi tidak perlu lagi mengakui hasil Pilpres 2019,” kata Arief lewat keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Rabu (15/5/2019).

Arief menyampaikan langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat dalam menolak pemerintahan hasil Pilpres 2019. Salah satunya dengan menolak membayar pajak kepada pemerintah.

“Itu adalah hak masyarakat karena tidak mengakui pemerintahan hasil Pilpres 2019," tulis Arief.

Tak Mendidik

Namun, ajakan Arief tersebut dikecam pelbagai pihak lantaran dinilai tidak mendidik masyarakat. Peneliti Pajak dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Adhevyo Reza menilai ajakan yang diucapkan Arief terkesan liar dan tidak mendidik secara ekonomi politik.

"Kalau masyarakat enggak bayar pajak, justru akan meruntuhkan negara. Karena, mau dari mana lagi dana pemerintahan?," kata Reza saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (16/5/2019).

Menurut Reza, pajak merupakan salah satu instrumen penting dalam membangun sebuah negara. Ia mengatakan pajak digunakan untuk membangun fasilitas publik, infrastruktur, kesehatan, hingga pendidikan.

"Kalau enggak ada pajak, dari mana dana negara mau membangun dan memberi fasilitas publik? Fungsi negara enggak ada lagi," ujarnya.

Reza melanjutkan, pajak juga tak hanya digunakan untuk pembangunan ekonomi, tapi juga di bidang pertahanan dan keamanan. Ia mengatakan dalam membangun pertahanan yang kuat dan profesional serta penyediaan SDM dan alutsista memerlukan anggaran yang berasal dari pajak.

Tak hanya itu, kata Reza, pajak juga digunakan untuk subsidi bantuan pangan, pendidikan, dan kesehatan untuk masyarakat. "Kebijakan pajak, itu juga kewajiban kita sebagai warga negara," kata dia.

Konyol dan Berbahaya

Analis pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo juga menilai hal serupa. Ia mengatakan seruan tidak membayar pajak oleh Arief dinilai konyol dan berbahaya.

Yustinus beralasan, selain tak mendidik dan tidak memiliki legitimasi moral, ajakan itu juga destruktif terhadap upaya pencapaian tujuan bernegara.

Menurut Yustinus, civil disobedience dalam bentuk tidak membayar pajak yang diserukan Poyuono hanya punya legitimasi moral bila pemerintah yang memungut pajak berperilaku korup, melanggar HAM, otoriter, dan tidak akuntabel.

"Ajakan atau seruan yang tidak bertanggung jawab ini sudah selayaknya tak ditanggapi dan dianggap lelucon saja," kata Yustinus dalam keterangan tertulis yang diterima reporter Tirto, Kamis (16/5/2019).

Menanggapi hal itu, Arief menilai para peneliti pajak tersebut hanya paham mengenai perpajakan dan keuangan saja, tapi tak paham dalam urusan politik.

"Kalau hasil pemilu itu tidak sah, tidak kami akui, artinya ngapain kami tunduk? Seperti bayar pajak, untuk apa kita bayar pajak dari pemerintahan yang tidak sah?" ujar Arief saat dihubungi reporter Tirto.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan