tirto.id - SerMorpheus, perusahaan aplikasi jual-beli berbasis non-fungible token (NFT), menilai bahwa saat ini industri hiburan di Indonesia, seperti festival musik, sangat memungkinkan untuk jalan beriringan dengan NFT yang sedang marak muncul di dunia.
VP Business Development sekaligus salah satu pendiri SerMorpheus, Prashad Dwiriyanto, mengatakan bahwa festival musik bisa menjadi salah satu medium untuk mempromosikan NFT kepada masyarakat luas. Pasalnya, banyak masyarakat yang hanya berpandangan bahwa NFT hanya untuk hal-hal yang tidak relevan.
“Bahwa NFT itu selama ini hanya dikenal gambar yang dijual mahal, gambar gorenga difoto dan dijadiin NFT, foto Ghozali selama lima tahun dijual mahal, itu salah. Padahal, sebenarnya NFT bisa digunakan untuk hal baik,” kata Prashad kepada wartawan Tirto saat ditemui kemarin (25/9/2022) sore.
Oleh karena itu, salah satu langkah yang dilakukan oleh SerMorpheus adalah dengan menjadi salah satu sponsor perhelatan musik rock besar di Yogyakarta, Jogjarockarta—yang berlangsung di Tebing Breksi, Prambanan, Sleman, Yogyakarta, 24-24 September lalu.
Kata Prashad, SerMorpheus ingin menjadikan NFT sebagai alat tukar yang konkret dan memiliki kegunaan yang nyata di masyarakat, salah satunya dengan mengakomodir pembelian tiket Jogjarockarta menggunakan NFT.
“Ini salah satu cara, mumpung ada Jogjarockarta, upaya penetrasi pasar kami ke masyarakat tentang NFT dan SerMorpheus,” katanya.
Apalagi, dalam rentang waktu satu tahun terakhir, ragam festival musik di Indonesia kembali muncul ke permukaan pasca menghilang selama dua tahun dihantam pandemi Covid-19. Prashad bilang, SerMorpheus ingin mengambil momen kebangkitan ini untuk melakukan promosi.
“Jadi masyarakat tak hanya dengar musik, tapi dapat NFT juga,” katanya.
Tak hanya mendapatkan tiket, setelah menonton konser, lanjut Prashad, NFT tersebut akan tersimpan rantai blok (blockchain) pembeli. Dengan seperti itu, para promotor dan penyelenggara festival musik juga bisa memanfaatkannya.
“Mereka bisa cek, siapa sih pemegang NFT saya? Mereka jadi punya datanya. Mau bikin komunitas, silakan. Dikasih diskon di acara berikutnya juga bisa,” katanya. “Menurut kami, NFT, blockchain, dan festival bisa sinergi jalan bersama.”
Keuntungan lainnya penggunaan NFT untuk para promotor dan penyelenggara festival musik, kata Prashad, adalah dengan mekanisme penjualan intellectual property (IP).
“Jogjarockarta ini sudah lama, sudah berapa tahun, dan salah satu festival rock terbesar di Indonesia tentu punya IP yang strong, kita abadikan di IP biar ada selamanya di blockchain,” tambahnya.
Prashad memperkenalkan bahwa SerMorpheus—yang sudah hadir sejak Desember 2021 lalu—merupakan aplikasi yang ingin menjadi perantara agar masyarakat Indonesia bisa membeli NFT menggunakan rupiah. Publik bisa mengunduh aplikasi atau mengunjungi laman internet SerMorpheus, memilik jenis NFT, dan melakukan pembayaran menggunakan akun virtual atau QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
“Dari rupiah dikonversikan ke NFT. Jadi kita seperti marketplace-nya untuk NFT,” katanya.
Kendati beberapa bulan terakhir NFT dan blockchain di dunia sedang mengalami penurunan, Prashad tetap optimis tak akan berpengaruh ke SerMorpheus.
“Kebetulan, semua NFT yang dijual di SerMorpheus semua menggunakan rupiah, dan semua mempunyai utilitas di dunia nyata. Semisal, kita bisa beli tiket konser, Edane punya NFT membership, mereka bisa dapat merchandise, masuk group yang isinya anggota Edane, bisa ngobrol bareng, ada juga NFT lifetime untuk Jogjarockarta, dan sebagainya,” katanya.
“Jadi tidak berpengaruh dengan NFT-NFT yang dijual di SerMorpheus. NFT enggak hanya gambar-gambar aja, tapi juga ada utilitas atau kegunaannya,” tambahnya.
Oleh karena itu, Prashad berencana akan memulai mendukung lebih banyak dengan festival-festival musik di waktu mendatang.
“Pasti. Insya Allah,” tutupnya.
Editor: Nuran Wibisono