tirto.id - Bagi banyak perempuan, perawatan rutin untuk kulit dan wajah adalah sebuah keharusan. Krim pagi, malam, krim jerawat, masker, serum, hingga lulur, kerap dilakoni agar kulit bersih dan terawat. Namun bagaimana ketika perempuan sedang dalam tahap kehamilan atau menyusui? Bolehkah ragam perawatan itu tetap dilakukan?
Kebanyakan akan memilih mengurangi, atau bahkan menghentikan perawatan rutin bagi kulit itu. Alasannya, mereka khawatir bahan-bahan yang ada dalam kosmetik tersebut terserap tubuh dan diteruskan ke janin atau ke bayi lewat transfer air susu ibu (ASI). Ini yang dilakukan oleh Wiwin, ibu muda beranak satu yang tinggal di kawasan Cijantung, Jakarta Timur.
Sebelum hamil, dia rajin memakai rangkaian produk perawatan kulit dari sebuah klinik estetika terkenal di Jakarta. Isinya berupa krim malam, krim pagi, susu dan toner pembersih, serta sabun cuci muka.
Satu rangkaian perawatan biasanya habis dalam waktu 1,5 bulan. Jika produknya habis, Wiwin kembali melakukan kunjungan untuk membeli produk, sekaligus melakukan facial rutin. Tapi sejak positif hamil pada tahun 2016 lalu, ia memutuskan berhenti melakukan perawatan hingga usai menyusui. Produk-produk kecantikannya baru digunakan kembali saat si anak berumur 2 tahun.
“Serem pakai krim-krim gitu, takut bayinya kenapa-kenapa. Jadi ambil amannya dulu lah,” tutur Wiwin.
Wiwin tidak sendirian dalam merasakan kecemasan itu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cécile Marie, dkk juga menguarkan kekhawatiran serupa. Dalam makalah "Changes in Cosmetics Use during Pregnancy and Risk Perception by Women" (2016), peneliti mengamati persepsi perempuan terhadap risiko pemakaian produk kecantikan saat hamil.
Sebanyak 128 perempuan menjadi subyek penelitian, terdiri dari 60 perempuan tidak hamil, dan 68 perempuan hamil. Penggunaan kosmetik diidentifikasi untuk 28 produk kecantikan. Hasil penelitian menunjukkan beberapa perempuan berniat mengubah rutinitas perawatan mereka selama kehamilan. Riset ini juga menunjukkan preferensi penggunaan cat kuku yang menurun selama kehamilan, dibanding periode sebelumnya.
“50 persen perempuan menganggap penggunaan kosmetik sebagai risiko selama kehamilan dan 65 persen mengaku akan memperhatikan petunjuk (komposisi dan cara penggunaan) pada produk,” tulis empat orang peneliti makalah itu.
Padahal, di saat bersamaan dengan penghentian perawatan itu, terjadi perubahan hormon selama fase kehamilan dan menyusui. Kondisi tersebut bisa memacu beragam masalah pada kulit, bahkan bisa muncul pada individu yang sebelumnya tak pernah memiliki keluhan. Pina Bozzo, dkk dalam laporan bertajuk "Safety of Skin Care Products During Pregnancy" (2011), menyebut banyak perempuan mengeluhkan gangguan jerawat dan pertumbuhan rambut saat hamil.
Selama kehamilan, tubuh perempuan mengalami banyak perubahan fisiologis, termasuk peningkatan kadar androgen. Pada perempuan, hormon ini berfungsi merawat, memperbaiki jaringan organ reproduksi, dan memengaruhi kesuburan. Produksi hormon androgen secara berlebih dapat memicu pertumbuhan rambut kasar dan tidak berada di tempat semestinya, seperti kumis, jenggot, di dada bagian atas, perut, atau paha.
“Jerawat dan rambut bisa memburuk dan baru baru berkembang sejak fase hamil,” tulis penelitian ini.
Cara Memilih Perawatan yang Aman
Berbicara masalah keamanan dan perawatan kulit semasa hamil dan menyusui, seorang dokter dari klinik kecantikan di Amerika Serikat, Charlene DeHaven, menyatakan kondisi tersebut bergantung pada paparan produk pada kulit. Di laman Aesthetics Journal, ia memaparkan bahwa kulit dirancang secara biologis sebagai penghalang zat-zat asing masuk ke tubuh.
Kulit memiliki lapisan yang tebal, lapisan terluar dari epidermis sangat kedap terhadap paparan zat asing. Selain itu, epidermis hanya memiliki sedikit pembuluh darah. Untuk mencapai pembuluh darah dalam jumlah banyak, zat tersebut harus melalui lapisan tebal hingga sampai ke dermis. Kombinasi antara lapisan tebal kulit dan kurangnya pembuluh darah menjadi benteng penjaga tubuh dari penetrasi zat-zat asing.
“Secara umum, sebagian besar produk perawatan kulit tidak diserap ke dalam tubuh, jadi secara umum, aman,” katanya.
Meski begitu, ada beberapa bahan yang dirancang khusus untuk menembus penghalang kulit. DeHaven merangkum beberapa zat yang perlu dihindari dan dapat digunakan untuk perawatan selama hamil dan menyusui. Pertama adalah hidrokuinon, zat yang banyak digunakan sebagai bahan pencerah kulit. Karena ukuran molekulnya yang kecil, ia bisa menembus kulit, masuk jaringan sirkulasi kapiler, dan beredar melalui aliran darah. Potensi efek toksiknya diperkirakan mencapai 35-45 persen diserap setelah penggunaan topikal pada manusia.
Kedua, vitamin A dan tretinoin. Selama kehamilan, dosis vitamin A harus di bawah 25.000 IU. Sementara itu, para peneliti dan ahli kesehatan masih berdebat apakah tretinoin bisa berisiko membuat bayi cacat ketika lahir.
Ketiga, hydroxyacids, termasuk turunannya: AHA dan BHA. Jumlah konsentrasi, waktu pengaplikasian, dan pH formula zat ini mempengaruhi penyerapan melalui kulit. Beberapa penelitian menyebut hydroxyacids bisa membuat masalah pada sistem kardiovaskular janin ketika digunakan selama trimester ketiga kehamilan.
Sebagai perawatan selama hamil dan menyusui, DeHaven menyarankan beberapa produk alternatif seperti benzoil peroksida. Zat ini sering digunakan untuk obat jerawat, dan umumnya dianggap aman selama kehamilan dan menyusui. Para perempuan juga tetap boleh menggunakan tabir surya. Komposisinya yang terdiri dari zink oksida dan titanium dioksida dianggap aman untuk kehamilan dan fase menyusui karena tidak menembus penghalang kulit.
Terakhir, antibiotik topikal, obat yang sering diresepkan untuk jerawat. Penggunaan jangka pendek antibiotik topikal dianggap aman, dan tidak terdeteksi dalam sirkulasi darah setelah pengaplikasian.
Kardiana Purnama Dewi, dokter spesialis kulit yang berpraktik di RSPI, menambahkan bahwa penggunaan produk perawatan seperti krim malam dan pagi, pelembab, sabun cuci muka cenderung aman digunakan saat hamil dan menyusui. Meski begitu, Purnama menggaris bawahi: tak ada produk yang secara pasti ditetapkan aman bagi ibu hamil dan menyusui. Sebab, selama ini penelitian keamanan produk tak pernah melibatkan dua kelompok perempuan itu. Artinya, keamanan produk perawatan selama hamil dan menyusui masih berada di area abu-abu.
“Makanya kontra indikasi relatif, semua baru berdasar teori. Tapi perawatan umum relatif aman,” ujar Kardiana.
Editor: Nuran Wibisono