tirto.id - Ganja memang bisa membikin candu dan penyalahgunaannya dilarang di Indonesia. Namun, para peneliti di sebagian negara sudah mulai meneliti kegunaan ganja untuk pengobatan medis.
Penelitian terhadap kegunaan ganja di bidang kedokteran dilakukan karena tanaman ini memiliki 113 senyawa kimia berbeda yang dikenal sebagai cannabinoid.
Pada awal Desember 2020 lalu, Komisi Narkotika PBB (CND) mengumumkan mencabut ganja dan turunannya dari Daftar IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961. Ganja secara resmi keluar dari daftar narkoba berbahaya dan adiktif versi PBB.
Keputusan Komisi Narkotika PBB itu keluar setelah CND mempertimbangankan rekomendasi WHO. Dari 53 negara anggota CND yang mengikuti pemungutan suara, 27 mendukung pencabutan ganja dari Daftar IV Konvensi Tunggal Narkotika 1961, 25 menolak, dan satu lainnya abstain.
Keputusan CND membuka peluang penelitian potensi ganja sebagai obat medis dan terapi, tetapi tetap melarang pemakaiannya buat tujuan rekreasi.
Dengan begitu, CND mendukung keberlanjutan riset untuk mempelajari khasiat tanaman ganja dan negara yang melegalkannya untuk keperluan medis.
Perbedaan Senyawa Ganja CBD dan THC
Dua senyawa pada ganja yang dinilai berpotensi menjadi obat adalah Cannabidiol (CBD) dan delta-9-tetrahydrocannabinol (THC). CBD dan THC adalah senyawa ganja yang berpotensi sebagai obat medis, terutama untuk gangguan mental seperti stres, kecemasan, hingga insomnia.
Senyawa CBD dalam ganja sudah ditemukan sejak sekitar tahun 1940-an. Namun baru belakangan ini, CBD mulai diperhatikan untuk keperluan pengobatan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada Januari 2019 lalu, mengeluarkan enam rekomendasi terkait pendaftaran ganja dalam perjanjian pengendalian obat PBB. Salah satu poin di rekomendasi WHO menyatakan bahwa senyawa CBD (Cannabidiol) yang merupakan unsur tidak memabukkan dalam ganja, tidak tunduk pada hukum internasional.
CBD dianggap WHO telah banyak berperan penting dalam terapi kesehatan selama beberapa tahun terakhir. Senyawa ini juga dimanfaatkan dalam industri yang bernilai miliaran dolar AS.
Selain bersumber dari ganja, CBD bisa pula diekstraksi dari rami. Hasil ekstraksi rami mengandung senyawa THC lebih rendah.
Adapun THC merupakan unsur psikoaktif utama yang ada di ganja. Sebagaimana dilansir WebMD, National Institute on Drug Abuse (NIDA) menyatakan THC dapat mengaktifkan sistem otak untuk memberi sinyal pelepasan hormon dopamin.
Semua tahu, ganja bisa memicu perasaan euforia. Ini karena otak melepas hormon dopamin yang bertanggung jawa memuculkan perasaan senang. Dan, senyawa THC dalam ganja jadi pemicunya.
Efek CBD dan THC saat Masuk Tubuh
Saat masuk ke tubuh, CBD dan THC sama-sama memengaruhi sistem endocannabinoid. Sistem ini berperan penting dalam mempertahankan tubuh di posisi homeostasis. Homeostasis menunjukkan kondisi tubuh berada dalam kondisi terbaiknya.
Sistem endocannabinoid sangat kompleks. Peneliti melihat indikasi sistem ini terkait dengan proses kerja di otak, nafsu makan, tidur, suasana hati, dan kesuburan.
Meski sama-sama bekerja di reseptor otak, CBD tidak memabukkan karena bersifat nonpsikoaktif. Sedangkan THC bisa memabukkan. Efek psikoaktif pada THC inilah yang membuat ganja dianggap zat candu dan bagian dari narkotika yang dilarang di sejumlah negara.
CBD biasanya diambil dari rami, meski bisa pula dari ganja. Penggunaan rami untuk menghindari tambahan THC yang besar. Sementara senyawa THC diambil dari ganja.
Sifat dari CBD dan THC ternyata mirip struktur kimia endocannabinoid alami yang terdapat dalam tubuh mansuia. Endocannabinoid merupakan neurotransmiter yang bekerja di otak, serta berperan menyampaikan sinyal antarsel saraf, demikian dikutip dari Healtline.
Neurotransmiter yang berada dalam kondisi baik dapat memperlancar koordinasi antarsel saraf di otak dari otak. Dampaknya: fungsi tubuh bekerja lebih baik seperti kekebalan, suasana hati, nafsu makan, nyeri, dan tidur.
Manfaat THC dan CBD untuk Medis
Penelitian terkait kegunaan THC dan CBD masih terus dikembangkan. Namun peneliti telah melihat ada efek menguntungkan dari penggunaan kedua zat dari ganja tersebut, demikian dilansir laman Medical News Today.
1. Kegunaan THC dapat membantu penanganan masalah kesehatan:
- Epilepsi
- Kegelisahan
- Glaukoma
- Gejala HIV / AIDS
- Rasa sakit
- Ketergantungan opioid
- Sindrom iritasi usus besar (IBS)
- Sindrom radang usus (IBD)
- Sklerosis ganda
- Kesulitan tidur
- Gangguan gerak
2. CBD lebih diperuntukkan untuk mengatasi masalah kesehatan:
- Kegelisahan
- Depresi
- Peradangan
- Migrain
- Gangguan stres pascatrauma (PTSD)
- Kejang
- Penyakit radang usus
- Psikosis atau gangguan mental
Meskipun demikian, penggunaan CBD dan THC harus dalam pengawasan dokter. Di banyak negara, produk dari ganja juga belum dilegalkan sebagai obat medis meskipun didukung penelitian.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Addi M Idhom