tirto.id - Forum Honorer K2 Indonesia mengultimatum Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kepastian nasib para guru honorer. Ketika berdemonstrasi di seberang Istana, Selasa (30/10/2018) lalu, Titi Purwaningsih selaku ketua forum mengatakan ia dan guru honorer lain mungkin tak bakal memberikan suaranya untuk Jokowi pada pemilu mendatang.
Malam itu mereka terpaksa bermalam di seberang Istana, beralas terpal seadanya, beratapkan langit, dan di antara kawat berduri milik polisi. Keesokan paginya barulah perwakilan massa diizinkan masuk ke Istana. Tapi bukan untuk bertemu Jokowi, melainkan Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP).
Permintaan Titi dan kawan-kawannya sederhana saja: mereka ingin predikat honorer yang telah melekat bertahun-tahun berubah jadi pegawai negeri sipil atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
Apa yang mereka inginkan sejalan dengan janji Jokowi. Jokowi pernah berjanji bakal menyelesaikan permasalahan guru honorer secepatnya.
"Kalau saya jadi presiden pengin rampungkan secepatnya [masalah guru honorer]. Tapi harus ada kualifikasi," kata Jokowi, awal Juni 2014.
Dosen dari Departemen Ilmu politik & Pemerintahan UGM, Arya Budi, berpendapat suara Jokowi dari para guru honorer memang potensial hilang. Apalagi, kata dia, "undecided voter masih cukup besar, sekitar 40 persen."
Arya memilih kata "potensial" bukan tanpa sebab. Ada kemungkinan Jokowi akan menjawab tuntutan para guru. Jika ini yang terjadi, maka suara para guru honorer pun dipastikan tak bakal lari ke kandidat lain.
"Terpengaruh atau tidaknya elektabilitas Jokowi masih sangat prematur untuk dijawab," kata Arya kepada reporter Tirto, Sabtu (3/10/2018).
Forum Honorer K2 Indonesia memang memberikan tenggat kepada Jokowi. Titi Purwaningsih akan menunggu hingga Desember. Jika tidak sesuai dengan yang diminta, maka forum tak akan segan menyatakan dukungan untuk Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Apa yang disampaikan Arya sama seperti pendapat Wakil Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia Satriwan Salim. Menurutnya kelambanan Jokowi mengurusi para guru honorer dapat membikin kepercayaan terhadapnya menurun, dan pada akhirnya pula pasangan lawan mungkin diuntungkan.
Satriwan sadar betul persoalan guru honorer tak serta merta selesai ketika, misalnya saat presidennya bukan lagi Jokowi. Tapi justru karena itulah ia mendesak agar Jokowi selekasnya mengeluarkan peraturan pemerintah soal pengangkatan honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K).
"Karena kalau tidak dibuat, guru-guru honor ini enggak bisa naik kelas. Mereka mau jadi PNS juga susah karena umurnya tidak masuk [tidak sesuai syarat]. Kalau mau revisi UU ASN, pasti jalannya akan lebih panjang," kata Satriwan.
Status P3K sangat penting karena itu mirip seperti PNS, kata Satriwan. Tunjangan P3K dan PNS tak beda jauh, katanya.
"Seandainya teman-teman honorer tidak lulus jadi guru P3K sekali pun, paling tidak ada kebijakan agar gaji honorer minimal sama dengan UMP. [Harapannya] tidak ada lagi guru yang dibayar di bawah standar," tambahnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyebut jumlah guru honorer di seluruh Indonesia saat ini sekitar 736 ribu orang. Tidak semua guru honorer itu tergabung dalam Forum Honorer K2 Indonesia.
(Revisi Minggu, 4 November 2018 pukul 16:44. Sebelumnya kami menulis Satriawan Salim, Wasekjen FSGI, padahal sebetulnya Satriwan Salim--tanpa "a" di antara "i" dan "w". Mohon maaf atas keteledoran ini).
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino