tirto.id - Kinosaurus, ruang pemutaran film alternatif yang terletak di Kemang Jakarta Selatan penuh sesak. Sejumlah anak muda berupaya masuk ke dalam ruangan untuk mendengar lebih jauh tentang lahirnya One Step 2, kamera instan terbaru lansiran Polaroid. Berbagai pertanyaan terus mengalir dari para “ahli waris” kamera instan tua yang tidak mereka ketahui cara penggunaannya. Diskusi malam itu terasa teknis dan panjang.
Polaroid ialah kamera instan pertama yang dibuat oleh ilmuwan Edwin H. Land pada tahun 1948. Inovasi ini dilatari oleh pertanyaan dari anak Land tentang mengapa seseorang tidak bisa melihat hasil foto dalam waktu singkat. Pertanyaan puteri Land berhasil terjawab. Produk kamera instan tersebut menjadi populer.
Di Indonesia cara paling mudah untuk menemukan Polaroid ialah lewat tukang foto keliling di kawasan Monas dan Taman Mini Indonesia Indah pada awal tahun 1990an. Pada zaman itu, tukang foto tersebar di sejumlah sudut kawasan wisata. Mereka semangat menawari pengunjung untuk berfoto dan tawaran itu bersambut positif.
Pada 2000an, nama Polaroid mulai memudar. Perusahaan ini menyatakan bangkrut pada 2008. Ada seorang penikmat fotografi yang tidak rela melihat produk kamera instan itu mati. Mereka lantas membuat Impossible Project. Proyek utamanya ialah memproduksi film yang bisa digunakan untuk kamera Polaroid. Seiring waktu proyek tersebut juga memproduksi kamera.Creed O Hanlon, CEO The Impossible Project berkata bahwa di tahun 2014 ia melihat peningkatan pengguna kamera Polaroid sebanyak 75 persen. Mereka berasal dari kalangan usia 18-25 tahun. Penjualan film naik dua kali lipat dan perusahaan tersebut menjual lebih dari 30.000 kamera Polaroid Klasik.
Saat itu, Creed memprediksi angka yang ada akan meningkat dua kali lipat di tahun-tahun berikutnya. Respons positif tersebut berujung pada dirilisnya pembaruan kamera tipe One Step di tahun ini. Jenis Polaroid yang dulu pertama kali dilansir pada tahun 1977.
Melihat fenomena itu, Wahyu, seorang penikmat fotografi, terpikir untuk mengadakan pameran Analog Festival bertajuk #instantmood.
“Di Jakarta ini ada banyak pemilik kamera instan. Kami ingin mengedukasi mereka tentang penggunaan kamera tersebut. Biasanya di sini orang memakai kamera untuk memotret momen dengan teman-teman di restoran. Sebenarnya fungsinya bisa lebih dari itu. Film dari kamera instan ini mahal, sayang kalau tidak digunakan dengan maksimal,” kata Wahyu.
Ia memamerkan karya John Navid, drumer band Whiteshoes and The Couples Company. John menampilkan beberapa foto potret diri sejumlah kerabat dengan rona warna berbeda. Musikus itu pun berencana membuat buku berisi foto-foto dari kamera instan.
“Foto dengan kamera instan juga bisa dibentuk jadi kolase. Bisa juga digunakan sebagai medium seni abstrak. Kamera instan bisa memberikan hasil yang di luar dugaan. Sebenarnya kita pun bisa mengutak atik kamera untuk mendapatkan efek tertentu. Ini edukasi yang hendak kami berikan,” lanjut Wahyu.
Konsep kreatif yang dituangkan melalui kamera Polaroid sempat dilakukan oleh sejumlah selebritas luar negeri. Taylor Swift lewat album yang berjudul 1989 membagikan gambar foto Polaroid yang dibubuhi lirik lagu. Gambar tersebut diselaraskan dengan lirik yang ditulis. Setiap orang yang membeli album tersebut akan mendapat lima foto Taylor. Sampul album tersebut pun menggunakan hasil foto polaroid.Hal serupa juga pernah dilakukan oleh model Gigi Hadid. Ia diminta oleh editor Majalah V untuk memotret dan menampilkan karya foto-fotonya di majalah tersebut. Ketika permintaan itu datang, pekan mode tengah berlangsung. Gigi memanfaatkan kamera Polaroid miliknya untuk memotret momen-momen yang berlangsung selama acara tersebut seperti situasi belakang panggung.
Selebritas lain seperti Bella Hadid, Kendall Jenner, dan Haley Baldwin mengunggah hasil foto diri mereka menggunakan kamera instan ke akun Instagram. Di dalam negeri, seleb seperti Putri Marino dan Monita Tahalea punya hobi memotret dengan kamera instan.
Polaroid tak Sendiri
Polaroid memang menjadi kamera pertama tetapi belum kembali menempati posisi kamera instan terlaris di era digital. Posisi tersebut ditempati oleh Instax, kamera instan lansiran Fujifilm. Kamera ini tercipta di tahun 1998. Bisnisnya sempat menurun di tahun 2002. Ragam jenis usaha yang dilakukan oleh Fujifilm membuat Instax berjarak dari kebangkrutan.
Tahun 2016, Instax mengalami kenaikan angka penjualan sebanyak 30 persen. Benda tersebut terjual sebanyak 5,5 juta unit. Penjualan berasal dari kawasan Asia, Eropa, dan Amerika Serikat. Tahun ini Amazon melansir laporan bahwa Instax ialah produk terlaris dari ranah fotografi.
Di Indonesia, kamera ini pun punya pasarnya tersendiri. Dari segi harga, Instax terkesan lebih ramah kantong. Satu kamera bisa dijual dengan harga di bawah satu juta. Untuk film, bisa dijual mulai dari harga Rp100.000. Pemakainya ialah kaum milenial.
“Sebenarnya saya berkeinginan untuk punya Polaroid tetapi harganya tinggi dan sulit dicari. Jadi saya memilih produk dari Fujifilm. Hasil foto instan ini bisa jadi suvenir. Saya suka dengan kesan vintage dan warna yang dihasilkan,” kata Tasya Anindita, pengguna kamera instan.
Tasya juga seorang penikmat fotografi yang tergabung di komunitas foto jurnalistik Antara sejak 2006. Menggunakan berbagai jenis kamera baginya ialah sarana untuk mengeksplorasi hobi.
Selain Instax, perusahaan lain yang memproduksi kamera instan ialah Leica dan Lomo . “Setiap gambar dari kamera instan ini punya kesan yang berbeda. Sejauh ini, saya sreg dengan Polaroid,” tutur Wahyu. Tasya pun masih menyimpan keinginan memiliki kamera Polaroid. Mereka setia pada nostalgia.
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Maulida Sri Handayani