Menuju konten utama

Selain Dicopot, Kapolres Banggai Juga Terancam Hukuman Penjara

Mabes Polri menegaskan akan memberikan sanksi keras terhadap Kapolres Banggai AKBP Heru Pramukarno.

Selain Dicopot, Kapolres Banggai Juga Terancam Hukuman Penjara
Sejumlah pengunjuk rasa yang tergabung dalam Front Solidaritas Untuk Masyarakat Tanjung membawa poster saat berunjuk rasa di Depan Mapolda Sulawesi Tengah di Palu, Selasa (20/3/18). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.

tirto.id - Insiden kekerasan pada saat penggusuran, yang melibatkan polisi, terhadap para warga Tanjung Sari, Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah berujung pada pencopotan Kapolres Banggai, AKBP Heru Pramukarno.

Namun, Kepala Biro Penerangan Masyarat Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Mohammad Iqbal mengatakan Heru juga terancam menerima sanksi terberat lainnya, yakni penurunan jabatan hingga penjara.

"Sekarang sedang berproses, mekanismenya jelas. Setelah proses selesai, dibawa ke sini [Mabes Polri] untuk sidang kode etik profesi dan pelanggaran disiplin. Sanksinya jelas, demosi, penundaan pangkat, bahkan sampai ke kurungan," kata Iqbal di Mabes Polri, pada Senin (26/3/2018).

Dia memastikan Mabes Polri akan memproses dugaan pelanggaran Heru sesuai standar operasional prosedur yang berlaku. Iqbal berjanji Mabes Polri tidak akan tebang pilih dalam penegakan hukum. Menurut dia, siapa pun yang bersalah dalam kasus kerusuhan tersebut akan dihukum.

"Kami tidak main-main," dia menegaskan.

Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto menambahkan pencopotan Heru dari jabatan Kapolres Banggai dilakukan berdasarkan perintah Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Sampai sekarang, dia melanjutkan, Heru masih diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri.

"Iya, diminta keterangan semua. Tidak hanya Kapolresnya, banyak petugas lapangan juga saksi-saksi, termasuk masyarakat, juga dimintai keterangan. Karena polisi ini mengambil keterangan tidak hanya 1 sisi, tapi semua sisi kami ambil, baru kami simpulkan," ujar Setyo.

Wakapolri, Komjen Syafruddin sudah mengancam akan mencopot Heru Pramukarno dari jabatan Kapolres Banggai, pada 23 Maret lalu. Bahkan, dia juga membuka kemungkinan pencopotan Kapolda Sulawesi Tengah.

Syafruddin menilai tindakan polisi saat penggusuran di Tanjung Sari keterlaluan dan berlebihan. Sebab, menurut laporan masyarakat, polisi melakukan pengusiran paksa terhadap para warga yang sedang melakukan zikir di jalanan untuk menolak penggusuran. Bahkan, polisi sempat menggunakan gas air mata untuk mengusir warga. Video rekaman insiden itu sempat beredar di media sosial.

“Saya memerintahkan untuk investigasi menyeluruh terhadap internal Polri dan juga Pemerintah Daerah. Manakala pemerintah daerah mau melakukan pembebasan-pembebasan lahan seperti itu supaya memberikan solusi kepada masyarakat. Berikan solusinya dulu, baru lakukan langkah-langkah pembebasan lahan,” kata dia.

Tindakan aparat itu terjadi saat eksekusi penggusuran terhadap rumah milik 1.400-an warga di lahan seluas 20 hektar. Berdasar laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), penggusuran pada 19 Maret 2018 itu melibatkan 1.000-an polisi dari Polres Banggai dan Polda Sulteng serta gabungan TNI.

Penggusuran itu merupakan upaya kedua untuk eksekusi keputusan Pengadilan Negeri Luwuk yang mengabulkan permohonan pihak yang mengaku sebagai ahli waris lahan 20 hektar itu. Saat penggusuran, terjadi bentrokan dan 26 warga sempat ditangkap, termasuk kuasa hukumnya, serta dua lainnya terkena tembakan peluru karet. Usai penggusuran, rumah-rumah warga juga rata dengan tanah.

Baca juga artikel terkait PENGGUSURAN LUWUK atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom