tirto.id - Dugaan suap Country Director PT EK Prima Ekspor (PT EKP), Ramapanicker Rajamohanan Nair mengalir ke sejumlah pejabat di Direktorat Jenderal Pajak.
Karyawan PT Yuli Kanestren saat bersaksi untuk Rajamohanan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (6/3/2017) mengatakan dugaan suap tidak hanya mengalir kepada Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno tetapi juga ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kakanwil DJP) Jakarta Khusus Muhammad Haniv.
"Waktu itu bapak (Rajamohanan) mengatakan uang ini untuk Pak Handang tapi usahakan juga untuk Pak Haniv," kata Yuli.
"Di berita Acara Pemeriksaan (BAP) saudara mengatakan Rp6 miliar untuk Pak Haniv yaitu Kakanwil Jakarta Pusat?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ali Fikri.
"Betul, tapi kaitannya saya belum tahu," jawab Yuli.
"Selain minta tolong Handang dan Haniv, apakah minta tolong orang lain untuk mengurus pajak PT EKP?" tanya jaksa Ali.
"Tidak ada, untuk pemasangan pajak Pak Handang saja," jawab Yuli.
"Kalau Pak Arief?" tanya jaksa Ali.
Arief yang dimaksud Jaksa Ali merupakan Arief Budi Sulistyo, adik ipar Presiden Joko Widodo.
"Belum pernah bertemu orangnya tapi dengar namanya waktu saya berkomunikasi dengan Pak Mohan, tapi detailnya saya tidak tahu untuk membantu apa," jawab Yuli.
"Kalau Husin?" tanya jaksa Ali.
"Itu Husin Bagis, Dubes Indonesia untuk Abu Dhabi (Ibukota Uni Emirat Arab), saya pernah komunikasi cerita masalah pajak di Indonesia," jawab Yuli.
Sementara itu Chief Accounting PT EKP, Siswanto dalam kesaksiannya mengatakan bahwa ia menghubungi Haniv agar semua permasalahan pajak PT EKP beres.
"Kita itu tahunya, mau selesai semua dengan Pak Haniv. Masalah penghapusan STP, Bukti Permulaan (bukper) dan TA (tax amnesty), karena ada kemungkinan mereka yang menentukan nilai tax amnesty," kata Siswanto.
Husin Bagis menurut Siswanto kerap diceritakan mengenai surat dari kantor pelayanan pajak penanaman modal asing (KPP PMA) 6 soal pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan bagaimana disuruh untuk membayar Rp6 miliar atas tuduhan penerimaan restitusi yang tidak pernah diterima perusahaan itu.
"Setelah saya dapat surat dari KPP PMA 6, Pak Mohan cerita ke Pak Husin, Pak Husin kadang suka kasih masukan kalau kami dalam jalan yang benar. Sarannya Pak Husin kalau perlu SMS ke Bu Sri Mulyani soal pajak ini. SMS kepada bu menteri, saya mohon ibu kirim tim ke Kanwil karena sedang ada Pak Husin menerangkan dia telepon Pak Arif," ungkap Siswanto.
Siswanto pun berkomunikasi dengan Husin atas instruksi Rajamohanan.
Kasus dugaan suap di Ditjen Pajak ini bermula ketika KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di rumah Rajamohanan di Springhill Residences Kemayoran pada Senin (21/11) sekitar pukul 20.00 WIB.
Dalam OTT itu, KPK mengamankan uang senilai 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar yang diberikan Rajesh kepada Handang Soekarno. KPK menduga uang itu merupakan bagian komitmen Rp6 miliar kepada Handan. Rajamohanan meminta kepada Handang agar tagihan pajak sebesar Rp78 miliar PT EKP dihapuskan.
Belakangan, Kakanwil DJP Jakarta Muhammad Haniv membatalkan Surat Ketetapan Pajak PT EKP senilai total Rp78 miliar itu.
Berkaitan dengan kasus ini, KPK telah menetapkan status tersangka terhadap Handang dan Rajamohanan. Sementara Haniv pernah diperiksa KPK sebagai saksi Rajamohan Nair pada Selasa, 10 Januari 2017.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH