tirto.id - Sejarah tsunami di Maluku tahun 1674 terjadi saat Imlek. Peristiwa tersebut menyebabkan banyak rumah warga hancur hingga diperkirakan sejumlah 2.500 korban jiwa meninggal dunia.
Masyarakat Indonesia, terkhusus para etnis Tionghoa akan merayakan Tahun Baru Imlek 2572 Kongzili pada Minggu, 22 Januari 2023.
Imlek merupakan Tahun Baru Cina yang biasanya diperingati setiap tanggal 1 bulan pertama di awal tahun untuk menyambut datangnya musim tanam pasca masa musim dingin.
Layaknya perayaan tahun baru lain, Imlek adalah momen bahagia bersama keluarga, tetangga, hingga orang spesial.
Namun, perayaan imlek seperti menjadi kenangan menyedihkan tidak terlupakan bagi masyarakat Maluku, kendati telah terjadi ratusan tahun silam.
Sejarah Gempa Bumi dan Tsunami Maluku Tahun 1674: Terjadi Saat Imlek
Kurang lebih 348 tahun yang lalu pada 17 Februari 1674 pukul 19.30-20.00 waktu setempat, sebuah gempa bumi mengguncang Pulau Ambon dan sekitarnya. Padahal, pada saat bersamaan daerah tersebut sedang merayakan Imlek.
Dilansir Badan Nasional Penanggulangan Bencana, gempa bumi Maluku 1674 ini memiliki daya kuat yang mengakibatkan 86 orang meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan bangunan.
Di samping itu, banyak rumah warga yang tersusun batu mengalami kerusakan sehingga tidak dapat disinggahi kembali.
Beberapa saat setelah gempa bumi, terjadi gelombang pasang di seluruh pesisir Pulau Ambon yang menghasilkan tsunami.
Situs Springer Link menuliskan bahwa ketinggian air bencana alam tersebut mencapai 100 meter, termasuk salah satu bencana tsunami paling mematikan di Indonesia.
Salah satu penyebab yang terjadinya tsunami Maluku 1674 adalah longsor di bawah laut dengan perkiraan volume 1 km3. Titik pusat longsor terletak di pantai utara Ambon antara Seith dan Hila.
Kebenaran pusat tsunami itu didukung perubahan lanskap pantai di daerah tersebut pasca gempa bumi dan sebelum terjadinya tsunami.
Peristiwa gempa bumi dan tsunami Maluku 1674 dicatat Georg Eberhard Rumphius (1627-1702), seorang ahli botani asal Jerman yang bekerja di Vereenigde Oostindische Compagnie, Hindia Belanda.
Rumphius menuliskan bahwa gempa bumi dan tsunami tersebut menyebabkan kerusakan rumah penduduk dan menelan hingga 2.500 korban jiwa meninggal dunia.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno