tirto.id - Romahurmuziy menjadi tersangka KPK terkait dugaan jual-beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) RI. Mantan Ketua Umum PPP ini pun mulai bernyanyi menyebut sejumlah nama yang diduga terkait kasusnya.
Salah satu nama yang disebut adalah Kiai Asep Saifuddin Chalim. Rommy mengaku, nama Haris Hasanuddin direkomendasikan Kiai Asep dan Gubernur Jawa Timur terpilih, Khofifah Indar Parawansa. KPK juga telah menetapkan Haris sebagai tersangka. Haris diduga menyuap Rommy agar memperoleh jabatan sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenag Jawa Timur.
“Memang dari awal saya menerima aspirasi itu dari ulama seorang kiai, Kiai Asep Saifudin Chalim yang dia adalah seorang pimpinan ponpes besar di sana, dan kemudian Ibu Khofifah Indar Parawansa,” sebut Rommy, Jumat (22/3/2019) lalu.
Kiai Asep tidak membantah bahwa ia mengenal Haris yang pernah menjadi santrinya. Kiai Asep adalah pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Pacet, Mojokerto. Menurutnya, Haris saat itu termasuk santri yang rajin dan taat selama tiga tahun belajar mengaji di pesantrennya.
“Pernah kira-kira 25 tahun lalu jadi murid saya selama kurang lebih 3 tahun. Tiap pagi mengaji di tempat saya. Saat itu saya kenal dan bisa baik ketika mengaji,” kata Kiai Asep usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (25/3/2019).
Namun, Kiai Asep Saifudin Chalim membantah jika dirinya terlibat dalam kasus yang menyeret Rommy. Pertanyaan seperti itu juga sempat ditanyakan penyidik kepada dirinya. “Enggak, saya enggak tahu,” kata kiai yang mengaku belum lama bergabung dengan PPP, partai politik yang sebelumnya dipimpin Rommy.
Putra Pendiri NU
Di luar kasus yang mendera, Kiai Asep dan Rommy punya pertautan sejarah. Keduanya ternyata sama-sama punya garis keturunan dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Dikutip dari buku K.H. Abdul Wahab Hasbullah: Bapak dan Pendiri NU (1972) karya Saifuddin Zuhri, para kiai dari berbagai daerah berkumpul di kediaman Kiai Wahab di Surabaya pada 31 Januari 1926. Di sinilah Nahdlatul Ulama dideklarasikan. Kini, NU merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Kiai Wahab, yang merintis terbentuknya NU bersama K.H. Hasyim Asy’ari dan beberapa ulama besar lainnya, adalah kakek buyut Romahurmuziy. Kiai Asep Saifudin Chalim menyebut dirinya juga keturunan pendiri NU, meskipun sebenarnya ia enggan mengungkapnya.
Kiai Asep Saifudin Chalim memilih menahan diri dan baru bercerita kepada publik bahwa ia sebenarnya adalah anak salah satu pendiri NU setelah ia berhasil mendirikan Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Pacet, Mojokerto.
“Ayah saya awalnya Sekretaris Nahdlatul Wathan, sedang ketuanya Kiai Abdul Wahab Hasbullah. Tapi ketika Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari mendirikan NU, ayah saya diminta mengisi susunan kepengurusan NU karena dianggap tahu tentang para aktivis saat itu. Maka ayah saya mengisi susunan pengurus NU periode pertama itu dari para pengurus Nahdlatul Wathan,” beber Kiai Asep Saifudin Chalim, dikutip dari portal bangsaonline.com.
Ayahanda Kiai Asep Saifudin Chalim adalah K.H. Abdul Chalim, ulama asal Jawa Barat. Demikian pula dengan Kiai Asep yang juga lahir di tanah Sunda, tepatnya di Leuwimunding, Majalengka, tanggal 16 Juli 1955.
Menurut Kiai Asep, ayahnya pernah belajar bersama-sama Kiai Wahab di tanah suci Makkah. Dua ulama ini berjanji, setelah pulang ke tanah air nanti, perjuangan untuk memerdekakan rakyat Indonesia dari penjajahan harus dilakukan, hingga lahirlah Nahdlatul Wathan sebelum NU dibentuk.
Sebagai putra pendiri NU, Kiai Asep juga meniti aktivitas di organisasi Islam terbesar di Indonesia itu kendati ia mengaku tidak lantas membuka identitasnya. “Saya pernah jadi Ketua PCNU Surabaya. Tapi walaupun saya Ketua NU, tak pernah menceritakan saya anak pendiri NU,” ujarnya.
Kiai Tajir Jawa Timur
Di Jawa Timur, Kiai Asep Saifudin Chalim dikenal kaya-raya dan sering bersedekah. Saat menjabat sebagai Ketua Umum Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), ia mengaku telah membiayai keperluan organisasi ini, termasuk semua biaya untuk mendirikan pengurus wilayah dan cabang di seluruh Indonesia.
“Semua biayanya dari saya pribadi. Saya pantang minta uang kepada siapapun, justru saya lebih banyak memberi uang pada orang. Saya bawa uang pecahan puluhan ribu, saya kasihkan kepada satpam, tukang becak, dan semua orang yang saya temui,” papar Kiai Asep.
”Tiap pagi saya keliling sekitar pesantren bagi-bagi uang Rp1 juta dalam bentuk pecahan Rp10 ribuan. Saya tiap pagi juga ajak sarapan 20 orang dan kadang sampai 40 orang, termasuk santri yang tak kerasan,” imbuhnya.
Kiai Abdul Chalim, ayah Kiai Asep, tidak sempat mendirikan pondok pesantren. “Kiai Wahab pernah mengatakan, dari semua kiai-kiai pendiri dan pengurus NU hanya sampeyan [Kiai Abdul Chalim] yang tak punya pesantren,” kisah Kiai Asep.
“Ayah saya menjawab, nanti anak saya yang akan punya pesantren besar. Mendengar itu Kiai Wahab sempat terperanjat,” tambahnya.
Dan memang benar. Kiai Asep kini mengelola pesantren yang terbilang besar di Jawa Timur. Ia mengaku memulai semuanya dari bawah. “Dana tidak punya, ilmu pas-pasan,” kenang sosok kiai yang fasih berbahasa Inggris ini.
Pesantren pertama yang ia dirikan adalah di Siwalankerto, Surabaya, kemudian di Pacet, Mojokerto. Kini, ada lebih dari 10.000 santri yang belajar di pesantren milik Kiai Asep. Dan, menurut pengakuan sang kiai, para lulusan pesantrennya banyak yang diterima di berbagai perguruan tinggi ternama di Indonesia, bahkan di luar negeri.
Terjun ke Politik
Lahir di tahun politik, yakni pada 1955, tahun untuk pertama kali Indonesia menggelar pemilihan umum, Kiai Asep Saifudin Chalim ternyata juga kerap terlibat di kancah perpolitikan, khususnya di Jawa Timur.
Saat Pilgub Jawa Timur 2018, Kiai Asep Saifudin Chalim bertindak sebagai juru bicara Tim 17 untuk pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Emil Dardak yang kemudian keluar sebagai pemenang.
Untuk level nasional, Kiai Asep Saifudin Chalim sebenarnya mendukung Mahfud MD sebagai calon wakil presiden untuk Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini sudah memenuhi syarat untuk memimpin Indonesia.
”Ada dua syarat seseorang jadi pemimpin. Pertama, punya karakter. Kedua, punya kemampuan. Pak Mahfud MD memenuhi dua syarat ini, karena itu layak jadi calon wakil presiden,” ucap Kiai Asep Saifuddin Chalim kala itu.
Namun, Mahfud MD batal maju sebagai cawapres. Jokowi akhirnya berpasangan dengan K.H. Ma’ruf Amin untuk menghadapi pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno di Pilpres 2019 mendatang.
Kiai Asep Saifudin Chalim semakin mantap terjun ke politik setelah ia memutuskan bergabung dengan PPP yang saat itu masih dipimpin Romahurmuziy sebelum ditangkap KPK dan mengundurkan diri.
Editor: Mufti Sholih