Menuju konten utama
7 Juni 1954

Sejarah Hidup Alan Turing: Tragedi Seorang Ilmuwan & Pahlawan PD II

Alan Turing berhasil memecahkan kode rahasia Jerman dalam PD II. Hidup menderita karena sistem hukum yang tak ramah kepada homoseksual.

Sejarah Hidup Alan Turing: Tragedi Seorang Ilmuwan & Pahlawan PD II
Alan Turing. tirto.id/Nauval

tirto.id - Pada 7 Juni 1954, tepat hari ini 46 tahun lalu, Alan Turing meninggal dunia di kediamannya. Kematian itu pertama kali diketahui pembantu Turing yang sedang bersih-bersih di kamarnya. Menurut kesaksian pembantunya, ia menemukan Turing sudah terbujur kaku di tempat tidur dan di samping jasadnya terdapat buah apel yang belum habis dimakan. Polisi Inggris lantas melakukan penyelidikan dan menyimpulkan: Turing, seorang ahli matematika, mati bunuh diri dengan cara memakan apel yang mengandung sianida.

Sebelum kematiannya, Turing memang sedang ditimpa malang. Ia dianggap mengalami depresi setelah ketahuan melakukan perilaku homoseksual, yang saat itu dinilai tak senonoh dan melanggar aturan pemerintah Inggris. Untuk menghindari hukuman penjara, Turing menerima opsi masa percobaan. Tapi syaratnya sangat menyakitkan: Turing harus mengonsumsi obat-obatan tertentu untuk mengebiri hasrat seksualnya. Obat-obatan itu menyiksanya dan alasan-alasan inilah yang membuat pihak kepolisian menyimpulkan bahwa Turing mati bunuh diri.

Meski demikian, tidak semua orang percaya bahwa Turing, yang saat itu berusia 41, meninggal karena bunuh diri. Salah satunya adalah Profesor Jack Copeland yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk menelisik kehidupan dan karya-karya Turing.

Pada 2012 Copeland menjelaskan kepada BBC bahwa meninggalnya Turing bisa saja terjadi karena kecelakaan. Meskipun sedang ditimpa malang, menurut Copeland, Turing saat itu tetap ceria seperti biasanya. Pada malam sebelum ditemukan meninggal, Turing bahkan sempat meninggalkan sebuah catatan pekerjaan yang harus ia selesaikan pada hari-hari berikutnya. Lain itu, Turing juga punya kebiasaan: makan separuh buah apel sebelum tidur dan makan sisanya keesokan harinya.

Dan perkara sianida: barang kimia itu adalah salah satu bagian penting dari penelitian yang sedang dilakukan Turing. “Polisi tidak pernah mengungkapkan apakah apel itu mengandung sianida,” kata Copeland.

Dari sana Copeland pun menyayangkan narasi yang dibangun pemerintah Inggris tentang kematian Turing. Itu adalah spekulasi, bukan fakta. Menurutnya, publik seharusnya digiring untuk membicarakan Turing dengan cara lain, bahwa ada yang jauh lebih penting ketimbang bagaimana cara takdir merenggut nyawanya. Terlebih Turing bukanlah seorang ahli matematika biasa.

Sejarah mencatat: Turing pernah berjasa besar terhadap pemerintah Inggris selama Perang Dunia II dan penemuan-penemuannya adalah salah satu alasan mengapa dunia modern bisa berjalan seperti sekarang.

Penggagas Komputer & Pemecah Kode Jerman

Alan Turing lahir di London pada 23 Juni 1912. Ia adalah anak kedua dari pasangan Ethel Stoney dan Julius Mathison. Turing terkenal jenius sejak remaja, terutama dalam bidang matematika dan sains. Kemampuan Turing bahkan jauh melebihi anak-anak seusianya.

Menurut Andrew Hudges dalam Alan Turing: The Enigma (1983), Turing sudah mampu memecahkan masalah rumit matematika tanpa harus mempelajari kalkulus dasar. Ia melakukan itu ketika masih berusia 14. Dua tahun kemudian, Turing juga berhasil melakukan hal yang tak kalah menakjubkan: memahami teori Albert Einstein sekaligus mengekstrapolasi pertanyaan Einstein tentang hukum gerak Newton.

Seiring berjalanya waktu, kejeniusan Turing terlihat semakin kentara. Bahkan, saat masih menjadi mahasiswa di Universitas Cambridge, Turing juga sudah mempunyai konsep tentang komputer modern yang saat itu masih jauh dari bayangan siapa saja. Konsep yang kemudian disebut sebagai “Mesin Universal Turing” itu muncul di kepala Turing berdasarkan pertanyaan sederhana dari dosen matematikanya: “Walau hanya dalam teori, apakah ada sebuah metode atau proses yang mampu menyelesaikan semua hitung-hitungan matematika?”

Pada 1936 Turing lalu memaparkan konsep itu secara lebih detail melalui makalah berjudul "On Computable Numbers, with An Application to the Entscheidungsproblem" (PDF). Dalam makalah itu, ia menjelaskan bahwa mesin universal nantinya mampu membaca rangkaian angka biner (0 dan 1), yang akan menguraikan masalah matematika sekaligus memberikan jawaban yang dibutuhkan. Singkat kata, mesin itu akan menghitung apa saja yang bisa dihitung.

Konsep itu lantas mendapatkan banyak pujian, salah satunya berupa penghargaan dari Universitas Cambridge. Hudges pun menulis salah satu penyebabnya: “Mesin Universal Turing adalah sebuah ide revolusioner. Mesin itu adalah perumusan termutakhir dari algoritma lama atau dari proses penghitungan mekanik. Turing saat itu mengatakan dengan yakin bahwa semua algoritma dan proses mekanik dapat dimasukkan ke dalam sebuah mesin. Dan tanpa konsep Turing tersebut, sebuah program komputer atau perangkat lunak tidak akan pernah diciptakan.”

Yang menarik, setelah Turing menggegerkan Inggris dengan konsep mesin universal, pemerintah Inggris lantas tertarik untuk memanfaatkan kejeniusan Turing. Tak main-main, Turin dipekerjakan sebagai kriptanalis selama Perang Dunia II. Ia mendapat tugas yang kelewat berat: memecahkan kode enigma Jerman yang saat itu hampir mustahil dipecahkan.

Menurut situs Imperial War Museum (IMW), enigma adalah mesin enkripsi yang digunakan tentara Jerman untuk mengirimkan pesan rahasia selama Perang Dunia II. Penggunaan mesin itu pertama kali diketahui ahli matematika Polandia. Segera setelah itu, para ahli Polandia mempelajarinya dan membagi pengetahuan ke Inggris. Namun masalahnya, Jerman memutuskan untuk meningkatkan sistem keamanan mesin tersebut menjelang Perang Dunia II berlangsung.

Caranya, tulis IMW, dengan “menggunakan sistem chiper (metode atau sebuah cara untuk mengubah informasi dalam bentuk lain) yang bersifat harian.”

Perubahan itu kemudian membuat informasi yang diberikan para ahli matematika Polandia kepada Inggris menjadi tak berguna. Lain itu, lantaran bentuk informasi Jerman terus mengalami perubahan setiap hari, pemecahaan kode juga akan memakan waktu yang sangat lama. Itu artinya, Inggris dan Sekutu tak akan bisa menyiasati superioritas militer Jerman.

Namun Turing tak mau kalah akal. “Mesin," katanya, "harus dikalahkan dengan mesin."

Maka, meski sempat ditentang rekan-rekan kerjanya, ia kemudian menciptakan mesin yang dikenal sebagai “Bombe”. Cara kerja mesin ini sederhana: membantu mempersingkat waktu pemecahan kode enigma. Bahkan, sebagaimana digambarkan dalam film The Imitation Game (2014), mesin ini dapat memecahkan kode kurang dari 24 jam.

Lewat bantuan “Bombe” karya Turing itulah Inggris dan Sekutu mampu mengetahui pesan-pesan rahasia militer Jerman sewaktu perang. Walhasil, perang pun dapat berakhir lebih singkat, korban jiwa berkurang jauh dari perkiraan, dan, puncaknya, fasis Jerman keok. Sayang, karena alasan keamanan, peran besar Turing selama perang harus dirahasiakan.

Sampai pemerintah Inggris akhirnya membeberkan peran Turing kepada publik, Turing pun hanya dikenal sebagai ahli matematika, penggagas komputer, penggagas kecerdasan buatan, dan seorang homoseksual.

Infografik Mozaik Alan Turing

Infografik Mozaik Alan Turing. tirto.id/Nauval

Permintaan Maaf Pemerintah Inggris

Alan Turing mengaku sebagai homoseksual pada awal 1952. Pengakuan ini terjadi setelah ia ditangkap lantaran menjalin hubungan dengan Arnold Murray, seorang pemuda berusia 19. Meski ia tahu perilakunya itu dilarang di Inggris, ia tak bisa menghindarinya.

Pada waktu itu Inggris memang menganggap segala bentuk ekspresi homoseksual adalah hal yang tabu dilakukan. Pemerintah Inggris bahkan mempertegas hal ini lewat undang-undang yang sudah ada sejak abad ke-19. Inti dari undang-undang tersebut jelas: homoseksual adalah perilaku tidak wajar sekaligus ancaman bagi individu maupun masyarakat Inggris.

Karena perilakunya itu, Turing diancam penjara. Namun, sebagaimana ditulis di awal, Turing memilih jalan pintas dengan minum obat-obatan untuk mereduksi hormon seksual yang kemudian menjadi penting dari teka-teki kematiannya. Dan dari sinilah, Chris Packham, salah satu presenter televisi sekaligus pendukung Turing, mengatakan bahwa publik Inggris berutang maaf kepada Turing.

“Turing adalah seorang jenius, penyelamat, serta seorang autis dan gay. Jadi, kamilah yang mengkhianatinya dan mendorongnya untuk bunuh diri. Malu. Kematiannya adalah tragedi yang akan selalu menancap dalam hati nurani manusia,” kata Packham seperti dilansir Independent.

Apa yang dibilang Packham tentu ada benarnya. Meski begitu, sampai akhirnya undang-undang tentang dekriminalisasi kaum homoseksual disusun, pemerintah Inggris membutuhkan waktu tak sebentar untuk meminta maaf kepada Turing.

Pemerintah Inggris pertama-tama meminta maaf kepada Turing melalui Gordon Brown, yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris, pada 2009. Brown menyatakan Turing seharusnya mendapatkan perlakuan lebih baik. “[...] mewakili pemerintah Inggris dan orang-orang Inggris yang bisa hidup bebas karena kinerja Alan Turing, saya dengan bangga mengatakan: kami minta maaf, Anda layak mendapatkan perlakuan lebih baik,” tambah Brown.

Empat tahun setelah itu, atau 60 tahun setelah kematiannya, Turing akhirnya mendapatkan pengampunan dari Kerajaan Inggris. Pengampunan tersebut terjadi atas dorongan dari Chris Grayling, Menteri Keadilan Inggris, dan para pendukung Turing. Grayling mengaku puas dan menyatakan bahwa “pengampunan dari Ratu Inggris tersebut sangat pas untuk manusia luar biasa seperti Turing.”

Kulminasi dari segala pengakuan jasa Turing untuk pemerintah Inggris terjadi pada 2019. BBC melaporkan, Turing akan muncul di mata uang 50 paun terbaru Inggris. Alasannya, kata Mark Carney, Gubernur Bank Inggris saat itu, terang benderang:

“Alan Turing adalah seorang ahli matematika luar biasa yang karyanya memberi dampak signifikan bagi kehidupan kita sekarang. Sebagai bapak komputer modern dan kecerdasan buatan, juga sebagai pahlawan perang […] Turing adalah raksasa di mana banyak orang berdiri di pundaknya.”

Baca juga artikel terkait HOMOSEKSUAL atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Ivan Aulia Ahsan