tirto.id - Rocky Gerung dilaporkan ke Polda Sumatera Barat, Selasa (5/3/2019). Kali ini, Rocky dilaporkan karena diduga menghina pahlawan nasional asal Sumatera Barat, Haji Agus Salim, dengan menyebutnya berjenggot seperti kambing.
Pelapor Rocky adalah Forum Anak Nagari di Sumatera Barat. Mereka mempersoalkan pernyataan Rocky saat memberi kuliah umum di Yogyakarta, 22 Februari 2019.
Namun, Rocky bukan orang pertama yang menyebut Haji Agus Salim berjenggot seperti kambing. Dalam catatan sejarah, tampang Haji Agus Salim yang berjenggot memang membuat lawan-lawan politiknya kerap mengoloknya mirip kambing.
Pernah dalam suatu acara ketika ia sedang berpidato, tiba-tiba terdengar suara asing dari kerumunan hadirin. “Mbek… mbek… mbek..,” begitu bunyinya. Lantas, bagaimana reaksi Agus Salim?
Seperti yang dikisahkan Jef Last dalam Membongkar Manipulasi Sejarah (2009) karya Asvi Warman Adam, Agus Salim tidak langsung menumpahkan amarah kepada orang yang mengejeknya dengan suara kambing itu. Ia intelektual muslim senior, cerdas sejak mula, pernah menjadi lulusan terbaik Hoogere Burgerschool (HBS) semasa muda.
Dengan tenang, Agus Salim berkata, “Tunggu sebentar. Sungguh menyenangkan, kambing-kambing pun mendatangi ruangan ini untuk mendengarkan pidato saya. Sayang mereka kurang mengerti bahasa manusia sehingga menyela dengan cara yang kurang pantas.”
“Saya sarankan kepada mereka keluar ruangan, sekadar makan rumput di lapangan. Kalau pidato saya untuk manusia ini selesai, mereka akan dipersilahkan masuk kembali dan saya berpidato dalam bahasa kambing untuk mereka,” lanjutnya, telak.
Serangan balik Agus Salim langsung mengena tepat sasaran. Ia membalikkan ejekan itu dengan memposisikan si pengembik tadi sebagai kambing. Orang-orang yang nyinyir terhadapnya tadi pun sontak serasa dipermalukan, terpojok dan memilih diam.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif dalam buku berjudul Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralism (2004), juga punya cerita soal kambing dan jenggot Agus Salim.
Dikisahkan, kejadian serupa pernah dialami Agus Salim saat memimpin rapat Sarekat Islam (SI) bersama H.O.S. Tjokroaminoto. Olok-olok suara kambing terdengar ketika Agus Salim hendak berbicara di forum.
Agus Salim tetap kalem dan memulai pidatonya dengan menyapa, “Saudara-saudara dan kambing-kambing yang terhormat. Saya harap kambing-kambing dikeluarkan dari ruangan ini.”
Sebagai tokoh kawakan dalam pergerakan nasional, Agus Salim sebenarnya sangat dihormati. Ia berjuluk The Grand Old Man. Tentu saja, lawan politiknya tidak sedikit dan acapkali menyerangnya secara tidak etis, termasuk dengan olok-olok bunyi kambing.
Agus Salim sangat pandai, namun ia tidak menyekolahkan anak-anaknya di institusi pendidikan milik pemerintah kolonial Hindia Belanda. Agus Salim mendidik sendiri putra-putrinya di rumah atau homeschooling.
Kendati begitu, anak-anak Agus Salim juga terkenal amat cerdas macam bapaknya, bahkan di usia yang masih dini sekalipun. Jef Last pernah bertanya, mengapa Islam Salim, salah satu putra Agus Salim, bisa berbahasa Inggris dan bahasa-bahasa asing lainnya, padahal bocah itu tidak menempuh pendidikan di sekolah formal?
Dijawablah oleh Agus Salim, “Apakah Anda pernah mendengar tentang sekolah tempat kuda belajar meringkik? Kuda-kuda tua meringkik sebelum kami dan anak-anak kuda ikut meringkik.”
“Begitu pun saya, meringkik dalam bahasa Inggris dan putra saya, Islam, juga meringkik dalam bahasa Inggris,” tandas Agus Salim.
Mereka yang sering menghina Agus Salim itu justru sesama bangsa sendiri, yakni orang-orang yang berbeda haluan, merasa tidak cocok, atau bahkan memang tidak suka dengan politisi gaek itu.
Suatu ketika, misalnya, Agus Salim pernah berdebat dengan Semaoen, tokoh yang nantinya menjadi petinggi Partai Komunis Indonesia (PKI). Seperti ditulis Anhar Gonggong dalam buku H.O.S. Cokroaminoto (1985), terjadi perdebatan sengit antara dua tokoh berlainan paham ini.
Agus Salim memang dikenal anti-komunis, termasuk saat Sarekat Islam terancam pecah karena sebagian anggotanya terpengaruh ideologi kiri. Kala itu, Agus Salim dan Abdoel Moeis menjadi pengawal utama Sarekat Islam agar pengaruh paham komunis tidak semakin besar dengan mendukung kebijakan disiplin partai.
Akhirnya, salah satunya berkat peran sentral Agus Salim, orang-orang merah itu hengkang dari Sarekat Islam, kemudian mendirikan gerakan baru yang nantinya menjelma menjadi PKI.
Editor: Iswara N Raditya