Menuju konten utama

Sejarah Hari Tuli Nasional yang Dirayakan Tanggal 11 Januari

Sejarah Hari Tuli Nasional yang dirayakan setiap tanggal 11 Januari. Simak cara memperingati.

Sejarah Hari Tuli Nasional yang Dirayakan Tanggal 11 Januari
Ilustrasi Tuli. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Hari Tuli Nasional diperingati setiap tanggal 11 Januari. Bagaimana kisah perjuangan rekan-rekan tuli pada era Soekarno hingga pembentukan SEKATUBI? Simak ulasannya.

Penetapan Hari Tuli Nasional berdasarkan hasil Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) yang berlangsung 21-23 September 2017.

Rakernas memutuskan peringatan Hari Tuli Nasional adalah tanggal 11 Januari. Hal ini bertepatan dengan tanggal lahirnya Organisasi Tuli pertama di Indonesia, yakni Serikat Kaum Tuli-Bisu Indonesia (SEKATUBI).

Hari Tuli Nasional bukan hanya sekadar kegiatan untuk komunitas Tuli. Tetapi juga sebagai momentum memperjuangkan kesetaraan hak dan kesempatan dalam masyarakat.

Masyarakat diharapkan semakin menjadi lebih peduli dan menghargai perbedaan yang ada, termasuk tidak mendiskriminasi teman-teman tuli.

Sejarah Hari Tuli Nasional

Aek Natas Siregar, Mumuh Wiraatmadja, dan teman-teman tuli lain awalnya mendirikan sebuah organisasi bernama Serikat Kaum Tuli-Bisu Indonesia (SEKATUBI) di Bandung, tanggal 11 Januari 1960.

SEKATUBI beranggotakan 42 orang. Tujuan Aek Natas Siregar, Mumuh Wiraatmadja, bersama teman-teman adalah memperjuangkan hak dan kesetaraan teman tuli. Konon, mereka dipandang sebelah mata oleh kalangan umum.

Tak hanya dilihat berbeda, para teman tuli juga merasa tidak diperlakukan dengan adil dalam bidang pendidikan dan pekerjaan.

Perjuangan Aek Natas Siregar dan Mumuh akhirnya didengar Presiden RI pertama, Soekarno. Sang Proklamator langsung meminta untuk datang ke Istana.

Dikisahkan, Presiden Soekarno ingin mengetahui lebih jauh tujuan SEKATUBI. Aek Natas Siregar dan Mumuh menyampaikan keinginan komunitas Tuli untuk mendapatkan kesempatan yang sama sebagai rakyat Indonesia.

Mendengar hal tersebut, Presiden Soekarno lantas menuliskan doa dalam surat yang ditujukan untuk Aek Natas, Mumuh dan SEKATUBI.

Berikut adalah isi surat Presiden Soekarno:

"Mudah-mudahan usaha Siregar dan Mumuh dapat tercapai, sampai semua anak-anak bisu-tuli dapat perhatian dari pemerintah. Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi. Doa dari Bapak. Soekarno, 1 Februari 1961,".

SEKATUBI lantas menjadi cikal bakal munculnya beberapa organisasi teman tuli lain. Semisal Persatuan Tuna Rungu Semarang (PTRS) tahun 1976, Perhimpunan Tuna Rungu Indonesia (PERTRI) Yogyakarta tahun 1974, dan Perkumpulan Kaum Tuli Surabaya (PEKATUR) tahun 1979.

Organisasi-organisasi ini kemudian sepakat mengadakan pertemuan. Kongres Nasional I digelar pada tanggal 23 Februari 1981 di Jakarta.

Hasilnya berupa pembuatan Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (GERKATIN) atau Indonesian Association for the Welfare of the Deaf (IAWD).

GERKATIN atau IAWD resmi menjadi anggota World Federation of the Deaf (WFD) pada tahun 1983. Markas WFD berada di Helsinki, Finlandia.

Ilustrasi Tuli

Ilustrasi Tuli. FOTO/iStockphoto

Cara Memperingati Hari Tuli Nasional

Cara memperingati Hari Tuli Nasional bisa dilakukan dengan berbagai macam. Contohnya melakukan sosialisasi dan edukasi. Lalu mengadakan kegiatan yang berkaitan dengan tema Hari Tuli Nasional.

Berikut adalah contoh cara memperingati Hari Tuli Nasional yang dirayakan setiap tanggal 11 Januari:

  • Mengadakan sosialisasi dan edukasi tentang komunitas tuli.
  • Aksi kampanye di media sosial lewat hastag atau konten informasi.
  • Mengadakan acara atau pertunjukan budaya dengan menggandeng para teman tuli.
  • Penggalangan dana untuk mendukung kegiatan-kegiatan komunitas teman tuli.
  • Memperkenalkan fasilitas-fasilitas umum yang disediakan untuk para disabilitas.
  • Mendukung kegiatan dan juga perjuangan teman tuli untuk mendapatkan kesetaraan.

Baca juga artikel terkait HARI PENTING atau tulisan lainnya dari Prihatini Wahyuningtyas

tirto.id - Edusains
Kontributor: Prihatini Wahyuningtyas
Penulis: Prihatini Wahyuningtyas
Editor: Beni Jo & Fitra Firdaus