tirto.id - Sehari usai B.R.A Koosmariam Djatikusumo melayangkan gugatan untuk maskapai Garuda Indonesia, barulah pihak Garuda Indonesia kembali menanyakan kabar kesehatannya.
Koosmariam mengajukan gugatan terhadap Garuda Indonesia karena insiden pramugari yang menumpahkan air panas yang mengenai payudaranya. Satu setengah bulan setelah kejadian itu, Garuda Indonesia tidak lagi menanyakan kondisi kesehatan Koosmariam.
"Setelah digugat baru ngontak saya lagi Kamis 12 April, setelah terakhir ngontak saya 24 Februari lalu," ujar Koosmariam di beberapa media pada Jumat (13/4/2018).
Dia mengatakan tidak ingin seperti pengemis karena beberapa bulan melakukan pengobatan dia dibuat seolah demikian. Menurutnya, Garuda Indonesia kurang proaktif untuk memberikan kompensasi atas kecelakaan yang terjadi pada 29 Desember 2018.
Kulitnya melepuh, terkelupas, mengikuti lingkar tali kutang sisi kanan. Saat, dua gelas teh panas tertumpah dari tangan seorang pramugari maskapai.
Dia yang saat itu sedang tertidur, sontak kaget. Begitu pula dengan pramugari itu, katanya. Pramugari itu meminta maaf hingga menangis.
Kendati pramugari tersebut telah meminta maaf, ia sampai saat ini tidak bisa mengerti tindakan ceroboh sang pramugari. Ia menceritakan kronologi kecelakaan di atas pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-264 dengan rute Bandara Soekarno Hatta-Jakarta menuju Bandara Blimbingsari Banyuwangi.
Ia duduk di sisi kanan pesawat dan duduk di bangku sebelah kiri. Masing-masing kursi pesawat yang ia tumpangi hanya terdiri dari dua orang.
Saat itu dia duduk di kursi nomor 27, tiga baris dari depan. Masih satu jam untuk sampai Banyuwangi, teman yang duduk di sebelahnya memesan teh panas untuk dirinya dan Koosmariam.
Dua gelas teh panas sesaat kemudian dibawakan oleh pramugari. Ia menyerahkan teh tersebut dari belakang melewati kepala Koosmariam. Entah bagaimana, dua gelas teh panas terjatuh dan mengguyur dada serta leher, dan tangan Koosmariam.
Sempat pramugari mengungkapkan padanya bahwa ia memberikan teh panas itu dari belakang karena saat itu Koosmariam yang ada di sisi jalan sedang tidur.
"Aneh itu memberikan minuman panas dengan melewati atas kepala. Menurut temen ibu, pramugari sedang mengobrol juga," sambung Kuasa Hukum Koosmariam, David Tobing.
Koosmariam melanjutkan, bahwa pramugari itu membantunya melakukan pertolongan pertama pada kecelakan dengan memberikan salep luka bakar. Namun, tidak terlalu bekerja karena usai dioleskan, Koosmariam tidak ada pilihan lain untuk kembali menggunakan pakaiannya. Sehingga saleb itu menempel semua di bajunya saja.
Sepanjang pesawat dia menahan rasa perih, tidak nyaman. "Kejadian di pesawat itu, masih 1 jam lagi untuk sampai di Banyuwangi. Waktu perjalanan dari bandara ke rumah sakit kira-kira 1 jam juga," terang Koosariam.
Kompensasi Garuda Indonesia
Sesampainya di Bandara Blimbingsari Banyuwangi, dia dipapah dua petugas bandara untuk turun karena badannya gemetar tidak tahan merasakan rasa sakit. Di bawah disambut petugas bandara, yang menggantikan menolongnya.
"Saya keluar sebagai penumpang terakhir. Setelah turun, saya dipapah oleh kru di darat dilakukan serah terima. Sampai di bawah ada 4 kru yang membantu saya ke ruangan kantor bandara sebelum diantar ke rumah sakit Yasmin yang katanya terbaik di daerah Banyuwangi," ungkapnya.
Menuju rumah sakit, ia ditemani oleh satu orang dari pihak Garuda Indonesia, seorang tenaga harian atau karyawan belum tetap.
"Di rumah sakit, dibantu dokter umum yang kerja di UGD. Diberi obat kompres, salep, obat minum. Kategori obat generik. Administrasi pembayaran diselesaikan pihak Garuda langsung," ucapnya.
Pada 3 Januari ia kembali ke Jakarta. Seketika sampai Jakarta, ia langsung meminta Garuda untuk mendapatkan penanganan dari Klinik Estetika di daerah Kebayoran.
"Selama perawatan sebelumnya, bagian kulit yang terbakar terus mengeluarkan cairan yang bau," ujarnya.
Di Jakarta, ia mendapatkan tindakan operasi untuk mendapatkan jaringan kulit baru. Tubuhnya dibalut, selama 14 hari tidak boleh dibuka dan terkena air. Kalau terkena air akan mengulangi tahapan dari awal.
"Kondisi setelah operasi sampai saat ini masih merasa perih saat kena sabun. Pengobatan selanjutnya bisa pake laser kata dokter," terangnya.
Namun, ia masih mempertimbangkan hal itu karena dia takut dengan risiko yang ada. Selama perawatan di Jakarta itu, ia mendapatkan pendampingan oleh bagian costumer service dan bagian keuangan. Selama rawat jalan di Jakarta, terkadang dia hanya ditemani tiga orang atau kadang hanya seorang saja.
Mengenai uang pengobatan yang telah diberikan Garuda Indonesia, dia mengatakan sebenarnya tidak tahu persis angkanya. "Dari awal kejadian dan sejak dari rumah sakit itu saya enggak mau tahu berapa itu biayanya. Sampai di Jakarta pun dikontak pihak Garuda saya tunjuk dokter yang dipercaya bisa menangani dan rumah sakit yang biasa tempat saya berobat. Soal administrasi saya enggak mau tahu saya langsungkan saja," ungkapnya.
"Tapi, mungkin sekitar Rp15-20 jutaan yang dibayar oleh pihak Garuda. Mungkin sebenarnya angka ini terlalu kecil untuk Garuda yang perusahaan besar," imbuhnya.
Lalu, tertanggal pada 4 Januari, disebutkannya, Garuda Indonesia mengirimkan surat permohonan maaf kepadanya.
"Saya enggak tahu surat yang datang saat itu sebatas tingkat manajemen apa. Apakah jajaran manajemennya tahu, sehingga berusaha lebih memperbaiki diri, apakah Dirutnya tahu? Saya sekarang lebih lega dengan mengutarakan pengalaman saya," ungkapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri