tirto.id - Satgas COVID-19 mengecam keras adanya upaya suap yang dilakukan Warga Negara Indonesia (WNI) yang baru tiba dari India kepada petugas di Bandara Soekarno-Hatta. Suap ini dilakukan agar WNI tersebut lolos dari karantina.
"Satgas tidak bisa mentolerir kemunculan oknum yang memanfaatkan keadaan dengan melakukan penyalahgunaan. Jangan pernah berani bermain dengan nyawa karena satu nyawa sangat berarti dan tak ternilai harganya," kata Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan dari Gedung BNPB, Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Wiku mengatakan Satgas COVID-19 mendorong agar pelaku penyuapan segera ditindak secara hukum.
"Mohon kerjasamanya terhadap petugas penegak hukum di lapangan agar segera mengusut kasus ini dan memberikan sanksi sesuai hukum dan peraturan perundangan yang berlaku," ujar Wiku.
Wiku kembali mengingatkan, kebijakan karantina 14 hari bagi WNI yang tiba dari India adalah upaya mencegah imported cases dari India. Oleh karena itu, Satgas mengharapkan WNI yang berasal dari India untuk patuh dengan ketentuan tersebut.
"Saya meminta kepada WNI yang tiba dari India untuk mematuhi ketentuan ini, untuk keselamatan kita bersama. Jangan sekalipun mencoba untuk melakukan hal yang melanggar ketentuan ini dan berpotensi mendapatkan konsekuensi hukum," kata Wiku.
Polisi menangkap dua orang petugas Bandara Soekarno-Hatta dan satu orang WNI berinisial JD yang baru pulang dari India. S dan RW yang mengaku sebagai pegawai Bandara Soekarno-Hatta meloloskan JD tanpa menjalani masa karantina sepulang dari India dengan membayar sejumlah uang pada Minggu (25/4/2021).
Padahal, pemerintah sedang memberlakukan pengetatan terhadap WNI maupun WNA yang berasal atau sempat berkunjung dari India ke Indonesia per 25 April 2021. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah merebaknya varian COVID-19 di Indonesia akibat adanya gelombang kasus COVID-19 di India.
JD diduga membayar sebesar Rp6, 5 juta kepada S dan RW agar bisa masuk Indonesia. Polisi menduga ada mafia yang membuat orang bisa masuk Indonesia secara ilegal tanpa melewati kekarantinaan kesehatan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto