tirto.id - Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan dalam seminggu terakhir upaya testing (pemeriksaan) secara nasional menunjukkan perkembangan baik. Pemeriksaan jumlah rata-rata spesimen harian bulan Juli 2021 meningkat sebesar 94,71% dibandingkan bulan Juni 2021.
"Rata-rata pemeriksa orang harian di bulan Juli, mengalami peningkatan lebih dari 2 kali lipat dibandingkan bulan Juni 2021," kata Wiku saat menyampaikan keterangan pers perkembangan penanganan COVID-19 di Graha BNPB, Kamis (5/8/2021) yang juga disiarkan kanal YouTube BNPB Indonesia.
Pada prinsipnya, testing menjadi sebuah prioritas karena memiliki berbagai fungsi pencegahan melalui deteksi dini. Diantaranya, dapat menekan angka transmisi virus COVID-19, mencegah keparahan penyakit, mengurangi angka kematian, serta melindungi ketahanan sistem kesehatan nasional.
"Namun dengan catatan, ditindaklanjuti dengan upaya kesehatan masyarakat lainnya, seperti perawatan, isolasi, pelacakan kontak, karantina dan informasi kesehatan lanjutan," kata Wiku
Pemerintah Indonesia saat ini mencoba mempermudah daerah dalam menargetkan jumlah orang yang harus dites per harinya berdasarkan tingkat positivity rate atau hasil positif yang dilakukan secara mingguan per kabupaten/kota. Diharapkan testing yang sesuai target yang dijalankan kabupaten/kota dapat mencapai positivity rate kurang dari 10% secara menyeluruh sebagaimana tertuang dalam rincian Instruksi Mendagri.
Pemerintah Daerah (Pemda) wajib menguraikan rencana testing di wilayah administrasi di wilayahnya secara sistematis. Karena hal ini akan mempermudah petugas di lapangan yaitu satgas tingkat kelurahan/desa bekerjasama untuk mencapai target yang ditetapkan secara efektif.
"Perlu diperhatikan bahwa satgas di tingkat kelurahan dan desa adalah sebuah struktur perpanjangan tangan pemerintah yang membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat," lanjut Wiku.
Jika merujuk Badan Kesehatan Dunia atau WHO, strategi testing di setiap daerah yang sudah disesuaikan untuk desa/kelurahan harus disesuaikan dengan kondisi kasus yang ada. Jika di daerah tidak ditemukan kasus positif, maka fokus penanganan dilakukan pada pemantauan dan surveilans kasus secara konsisten.
"Jika terjadi kemunculan kasus sporadik atau kemunculan kasus yang dinamis, maka lakukan testing. Pelacakan kontak erat dan perawatan lanjutan dari kasus konfirmasi," imbuh Wiku.
Bila terjadi kemunculan kasus dalam suatu klaster, maka selain upaya 3T maka perlu investigasi epidemiologis yang dilakukan sebagai upaya lanjutan. Dan jika sudah ditemukan banyak kasus di komunitas, maka upaya 3T tidak hanya kepada kasus positif, namun juga kepada kontak erat, maupun orang bergejala ringan maupun berat.
Selain itu, prinsip prioritas testing juga harus ditetapkan mengingat beberapa daerah memiliki keterbatasan dalam kapasitas testing. Sehingga diutamakan kasus bergejala dilanjutkan kasus kontak erat tanpa gejala untuk dilakukan testing.
Dengan mempertimbangkan hal-hal ini maka apa yang terjadi di lapangan dapat tergambar dengan baik. Sehingga menjadi landasan pengambilan keputusan lanjutan yang tepat.
"Terakhir, sesuai pesan WHO bahwa melawan virus covid layaknya melawan sulutan api. Kita perlu tahu dimana titik api berasal, karenanya untuk menekan penularan kita harus menekan sumber penularan, atau dimana kasus positif berada," pungkas Wiku.
Editor: Maya Saputri