Menuju konten utama

Sanksi Pidana dan Denda Menunggu Bila Prabowo Mundur dari Pilpres

Pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga akan kena sanksi pidana dan denda bila benar-benar mundur dari gelaran Pilpres 2019.

Sanksi Pidana dan Denda Menunggu Bila Prabowo Mundur dari Pilpres
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto disambut warga saat melakukan kunjungan di Ambon, Maluku, Jumat (28/12/2018). ANTARA FOTO/Izaac Mulyawan.

tirto.id - Pernyataan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Djoko Santoso yang menyebut pasangan capres-cawapres nomor urut 02 akan mundur dari Pilpres 2019 bila terdapat potensi kecurangan menuai kritik. Sebab, UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu [PDF] melarang calon mengundurkan diri.

Direktur Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Veri Junaidi mengatakan dengan merujuk pada regulasi tersebut, maka sudah jelas capres maupun cawapres tak bisa mundur di tengah tahapan penyelenggaraan pemilu berlangsung.

“Hampir tidak dimungkinkan bagi capres-cawapres mundur dalam proses pemilihan ini,” kata Veri kepada reporter Tirto, Senin (14/1/2019).

Aturan yang dimaksud Veri adalah Pasal 236 ayat (2) UU No. 7/2017 tentang Pemilu. Pasal 236 misalnya, secara tegas melarang pasangan calon yang telah ditetapkan sebagai kontestan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilarang mundur di tengah jalan.

Tak tanggung-tanggung, aturan larangan untuk mundur juga ditegaskan dalam Pasal 552 dan Pasal 553.

Pada Pasal 552 ayat (1) menegaskan capres atau cawapres yang sengaja mengundurkan diri sejak penetapan pasangan calon hingga pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar

Sementara Pasal 552 ayat (2) mengatur tentang pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang dengan sengaja menarik calonnya dan atau pasangan calon yang sudah ditetapkan KPU sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, akan dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp 50 miliar.

Sedangkan Pasal 553 mengatur tentang calon presiden atau wakil presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah pemungutan suara putaran pertama sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran kedua, maka sanksi yang ditetapkan dalam pasal ini lebih berat, yakni pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.

Veri menambahkan, aturan tersebut dibuat dengan maksud agar proses demokrasi pada pilpres berjalan dengan baik. Dengan begitu, kata dia, kepastian setiap warga negara untuk melihat proses pergantian kepemimpinan bisa terwujud dan tak mengganggu jalannya pemerintahan.

“Sehingga pada 20 Oktober, kan, habis masa jabatan presiden-wapres, kalau tidak ada kepastian akan mengganggu jalannya pemerintahan dan bernegara,” kata Veri.

Tak hanya kali ini saja Prabowo dan timnya mengancam akan mundur dari penyelenggaraan pilpres. Pada Pilpres 2014, Prabowo yang kala itu berpasangan dengan Hatta Rajasa juga menyatakan mundur dari proses penyelenggaraan Pilpres 2014 saat dilaksanakannya rekapitulasi suara.

Alasannya sama, yaitu mereka mencurigai adanya kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum.

Menanggapi hal itu, Komisioner KPU Wahyu Setiawan mewanti-wanti agar tidak ada capres maupun cawapres yang mundur dari pencalonan di tengah perjalanan. Menurut Wahyu, setiap peserta pemilu wajib mematuhi aturan main, sesuai perintah undang-undang.

“Pasti segala sesuatu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” kata Wahyu, di Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat.

Wahyu pun berani menjamin soal netralitas KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu. Wahyu bahkan meminta menyebutkan contoh ketidaknetralnya KPU kepada sejumlah pihak yang selama ini kerap menuduh KPU tak netral.

“Coba kami tidak netral dalam hal apa? Sebutkan satu saja, kami tidak netral dalam hal apa. Kami sampai sampaikan di ILC (Indonesia Lawyers Club) bahwa kami tidak tunduk pada TKN 01, pada BPN 02, kurang jelas apa netralitas kami,” kata Wahyu.

Infografik CI Pernyataan Kontroversial Prabowo

Infografik CI Pernyataan Kontroversial Prabowo

Kubu Jokowi Tak Masalah Prabowo Mundur

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding tidak keberatan apabila capres nomor urut 02 Prabowo Subianto ingin mundur dari kontestasi pilpres 2019.

Menurut Karding, Prabowo dan timnya memang sengaja untuk membangun narasi yang mendelegitimasi Pemilu 2019. Namun, kata dia, apabila Prabowo ingin mundur karena merasa ada kecurangan, Karding menegaskan TKN tidak akan mencegah.

“Kalau memang beliau merasa ini gejalanya banyak kecurangan, walaupun tanpa dia bisa tunjukkan apa kecurangan itu, ya kalau mundur, silakan mundur. Cuma harus diingat, mundur itu kena denda, yang kedua pidana, yang ketiga sangat menguntungkan Pak Jokowi karena tidak ada lawan,” kata Karding kepada reporter Tirto.

Karena itu, Karding menyarankan sebaiknya Prabowo dan timnya bicara hal yang positif untuk Pilpres 2019 ini.

Ketua DPP PKB ini menilai narasi yang dibangun Prabowo dan timnya selalu ingin menuding pemilu dan penyelenggaranya berbuat curang, sehingga ada alasan ketika dia kalah nanti. Seharusnya, kata Karding, hal itu tidak dilakukan.

“Menurut saya, ini strategi yang sangat jauh dari positif, bahkan strategi negatif yang memiliki dampak buruk bagi bangsa dan negara,” kata Karding.

Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Ferdinand Hutahaean mengatakan, pernyataan Djoko Susanto adalah sebagai peringatan bagi petahana agar tidak curang dalam Pilpres 2019. Sebab, kata dia, BPN melihat ada banyak indikasi kecurangan.

“Mundur sebetulnya bukan mundur, tetapi ada kemungkinan kami akan boikot pemilu ini apabila indikasi kecurangan masih terus dilakukan dan tidak dihentikan,” kata Ferdinand kepada reporter Tirto.

Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Partai Demokrat ini menegaskan, berbeda antara boikot dengan mundur sebagai kontestan. Sebab, kata Ferdinand, kalau mundur dalam UU Pemilu tidak diperbolehkan.

Sedangkan memboikot yang akan dilakukan BPN Prabowo-Sandiaga, kata dia, adalah upaya terakhir ketika pemilu dinilai curang dan tidak adil.

Bagaimana caranya boikot? Ferdinand mengatakan dengan cara meminta kepada pendukungnya untuk tidak usah memilih.

“Bagaimana cara boikotnya akan kami rumuskan nanti. Memang bukan putusan resmi, tapi ini baru pikiran-pikiran yang berkembang di antara kami,” kata Ferdinand.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz