tirto.id - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan beberapa penyebab membuat harga tiket pesawat mahal. Salah satunya adalah faktor muat penumpang atau load factor yang masih minim.
"Dan itu nanti kita akan melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah berkaitan dengan memaksimalkan load factor," kata dia di Istana, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Faktor kedua adalah jumlah ketersediaan pesawat. Terbatasnya jumlah pesawat membuat supply and demand di sektor penerbangan tidak seimbang. Sehingga kondisi ini mengakibatkan harga tiket pesawat rute domestik melambung.
"Ini akan terus ditambah jumlah pesawat yang akan beroperasi. Tadi Menteri BUMN (Erick Thohir) menyampaikan bahwa akan meningkatkan fokus kepada domestik agar penerbangan domestik ini bisa harganya lebih terjangkau," jelas dia.
Kemudian terakhir adalah harga avtur. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) untuk pesawat ini terjadi merata, baik untuk penerbangan domestik maupun internasional.
Mengutip data di One Solution Pertamina, harga bahan bakar avtur rute domestik di Bandara Soekarno Hatta (CGK) periode 1-14 November 2022 menembus Rp15.904 per liter. Angka tersebut naik 6 persen dibandingkan periode 15-31 Oktober yang hanya Rp15.003 per liter.
"Tadi sudah disampaikan bagaimana kita bisa membuat harga avtur kita lebih berdaya saing dan ada langkah-langkah pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan juga harga dari avtur untuk industri penerbangan," pungkas dia.
Sebelumnya, Ketua Komisi V DPR, Lasarus mengeluhkan mahalnya tarif tiket pesawat. Harga tiket pesawat untuk rute penerbangan Pontianak-Sintang lebih mahal daripada rute Pontianak-Jakarta.
Padahal, kata dia, durasi penerbangannya lebih pendek, yaitu 40 menit. Sedangkan penerbangan dari Pontianak ke Jakarta memakan waktu 1 jam 10 menit.
Politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan ini berharap Kementerian Perhubungan segera melakukan pengawasan terhadap para pengusaha maskapai. Sebab hal tersebut sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Reja Hidayat