tirto.id - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno menampik bahwa wacana pembebasan sepeda motor di sejumlah ruas jalan di Jakarta kontraproduktif dengan rencana Pemprov DKI untuk mendorong masyarakat menggunakan moda transportasi umum.
Sandiaga mengatakan, meski pengendara sepeda motor tetap dibiarkan bebas, namun Pemprov DKI akan melakukan disintensif bagi pengendara motor melalui penerapan sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP).
“Kalau mobil kena, ya motor juga harus kena. Tapi sarannya itu, tolong dipikirin teknologinya. Jadi sedang dipikirkan agar ada rasa keadilan,” kata Sandiaga, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat (10/11/2017).
Menurut Sandiaga, hal tersebut tidaklah mustahil mengingat perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini. Namun, ia tak ingin gegabah untuk memutuskan kapan dan seperti apa sistem tersebut diberlakukan terhadap sepeda motor.
"Kami lihat kajiannya. Jadi jangan terlalu berspekulasi. Jadi kalau memang memungkinkan, kami (juga) enggak mau mengambil keputusan. Tapi kita lihat datanya," kata dia.
Sebelumnya, mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu menegaskan bahwa Pemprov DKI tidak akan mewacanakan penutupan jalan Sudirman bagi kendaraan roda dua atau sepeda motor. Menurut dia, penataan lalu lintas di Jakarta harus berkeadilan dan tak boleh diskriminatif.
Apalagi, kata dia, banyak usaha mikro kecil dan menengah yang menggunakan jalan Sudirman sebagai lintasan mereka. Jika ditutup, ia khawatir akan berdampak negatif bagi para pengusaha-pengusaha kecil tersebut.
"Kami memiliki data bahwa lebih dari 480 ribu UMKM di seluruh DKI yang menggunakan jalur itu untuk koneksinya dengan kegiatan UMKM terutama saat kegiatan makan siang tinggi sekali," kata Sandiaga, di Balai Kota Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).
Pernyataan yang mewakili sikap Pemprov DKI tersebut pun menuai kritik dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ketua YLKI Tulus Abadi mengungkapkan pembebasan tersebut kontraproduktif dengan rencana pemerintah untuk mendorong masyarakat meninggalkan kendaraan pribadi.
Tulus Abadi pun menyarankan agar pasangan Anies-Sandi menghasilkan kebijakan untuk memperkuat akses angkutan umum dan massal di Jakarta, baik itu dengan Transjakarta maupun angkutan umum feeder lainnya.
Sebab, menurut Tulus, membiarkan dominannya kendaraan pribadi sama saja dengan melakukan pembiaran agar angkutan umum mati.
"Gubernur Anies tidak perlu melanjutkan wacana tersebut dan justru harus memperkuat pembatasan atau pengendalian kendaraan pribadi di Kota Jakarta. Jangan mewariskan sesuatu kebijakan yang kontraproduktif," kata Tulis dalam rilis yang diterima Tirto, Jumat (10/11/2017).
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz