tirto.id - Jari-jemari Samin tampak andal saat memperbaiki kursi rotan gereja Katedral Jakarta yang bolong. Pria berusia 72 tahun ini setia memperbaiki kursi gereja tua yang berbahan kayu jati.
Dari pagi hingga siang, Samin tak pernah membiarkan ada kursi gereja yang bolong atau rusak.
Samin memang seorang muslim, tapi ia sudah mengerjakan kursi di Gereja Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga sejak 2008. Ia dibantu pengurus gereja yang menyediakan bahan baku rotan Palembang.
Keahlian Samin tak diragukan lagi karena pengalamannya bekerja di toko rotan Fuping di Jalan Antara yang pernah berjaya di era Belanda.
Pekerjaan Samin bukan main. Di gereja katedral, total ada 800 kursi yang harus dirawatnya. Setiap pekan pasti ada saja kursi yang berlubang.
Samin setidaknya memerlukan waktu tiga hari untuk menyelesaikan anyaman di satu ruas kursi. Dalam hitungan awam, tentu ada beban pekerjaan yang lebih besar dari kapasitas Samin sendiri.
“Itu sebabnya pekerjaannya enggak pernah berhenti,” kata David, Ketua seksi perawatan, pemeliharaan, dan perbaikan Gereja Katedral, kepada reporter Tirto saat ditemui di halaman Gereja Katedral, Senin pekan ini.
Samin merupakan satu-satunya orang yang dipercaya merawat kursi-kursi tua Gereja Katedral. Namun, usia Samin yang tua menjadi kekhawatiran pengurus gereja, apalagi anak-anak Samin enggan meneruskan pekerjaan sang ayah.
Kepala Humas Gereja Katedral Jakarta A. Susyana Suwadie tahu betul pentingnya kehadiran Samin.
Susyana, yang juga mengurus museum Katedral, mengatakan pengurus tidak mungkin mengganti kursi jati dengan bahan kayu biasa seperti gereja Katolik modern.
Meskipun lebih baik dan jarang rusak, kursi kayu biasa tak sebanding dengan nilai historis gereja Katedral. Bagaimanapun juga, kata Susyana, kursi jati tua yang kerap rusak itu memang layak dipertahankan lantaran sebagai cagar budaya.
“Sudah susah mencari pengrajin rotan. Ini beda dengan kayu minimalis. Kami pakai kursi yang sudah lama dan dulu. Jadi harus dirawat terus,” ucap Susyana di halaman Gereja Katedral.
Atap Gereja Kerap Bocor
Kursi rotan yang bolong atau rusak bukan satu-satunya masalah di gereja Katedral. Atap gereja yang diresmikan pada 21 April 1901 itu kerap bocor.
Sukamto, 60 tahun, menjadi sosok yang dipercaya memperbaiki atap gereja Katedral. Seperti Samin, posisi Sukamto sulit digantikan karena memiliki keahlian khusus.
Sukamto pernah terlibat dalam renovasi gereja Katedral pada 1986. Ia bekerja selama setahun di bawah perusahaan kontraktor hingga renovasi itu rampung. Namun, ia dipanggil lagi oleh pengurus gereja untuk merawat atap.
Atap gereja Katedral sulit diperbaki lantaran terbuat dari lembaran tembaga. Perbaikan atap dari bahan itu lebih rumit lantaran genting keramik, beton atau logam ringan harus disambung.
Di samping itu, mencari titik kebocoran tak kalah sulit karena kucuran air di dalam gereja bisa jauh dari titik atap yang bocor.
Belum lagi, seseorang harus berani bekerja dengan kemiringan curam sekitar 60 derajat saat memperbaiki atap Katedral. Jika salah sedikit, bisa saja pekerjaan merawat atap ini berujung petaka.
“Saya kerja ditahan pakai tambang, cukup curam itu. Kalau merosot bisa langsung ke bawah,” ucap Sukamto.
Sukamto juga bertugas membersihkan atap, termasuk menara-menara yang menjulang di atas gereja, yang kerap kotor dari debu dan kotoran burung.
Saat ini Sukamto mengaku tak lagi memiliki kekuatan untuk memperbaiki atap gereja Katedral. Anak-anaknya bahka meminta Sukamto untuk beristirahat.
Untungnya, Sukamto tidak sendiri saat merawat atap. Ia dibantu kakaknya yang masih giat bekerja sebagai pengrajin logam.
“Kakak saya sekarang masih bisa. Kalau saya, ngangkat berat-berat udah enggak bisa. Paling bantu mengarahkan saja,” katanya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan