tirto.id - Persidangan kasus merintangi penyidikan korupsi e-KTP dengan terdakwa Fredrich Yunadi, Senin (7/5/2018) beragendakan pemeriksaan saksi.
Salah satu saksi dari penyidik KPK Riska Anungnata dalam persidangan menyebutkan, Fredrich Yunadi melempar surat penahanan Setya Novanto pada 17 November 2017 yang dikeluarkan komisi antirasuah.
"Di RS Medika Permata Hijau pada saat kita melakukan penahanan beliau pada saat itu ibu Deisti kita kasih suratnya, kita suruh baca. Setelah dibacakan kemudian dikembalikan ke pak Fredrich. Beliau baca tuh surat. Di tempat ini [RS Medika Permata Hijau] dibilang nggak sah, melanggar HAM," kata Riska saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta.
Riska mengungkap, pernyataan tidak sah yang dilontarkan Fredrich itu dilakukan bersamaan dengan melempar surat perintah penahanan Setya Novanto. Saat itu tim penasihat hukum Setya Novanto kembali memastikan kebenaran surat penahanan tersebut.
"Dilempar di atas tempat tidur pak Setya Novanto," kata Riska.
Riska mengatakan, sikap Fredrich dinilai penyidik sudah memenuhi pasal 21 UU KPK. Hal itu menjadi pertimbangan KPK menyebut Fredrich merintangi penyidikan."Menurut saya merintangi. Bunyi pasal merintangi," kata Riska.
Fredrich didakwa dengan sengaja merintangi penyidikan kasus korupsi e-KTP yang dilakukan Setya Novanto. Mantan pengacara Setya Novanto itu didakwa bersama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Mereka diduga melakukan rekayasa medis terhadap Setnov ketika peristiwa kecelakaan.
Dalam dakwaan, Fredrich disebut sebagai inisiator yang meminta bantuan Bimanesh agar Setya Novanto dapat dirawat di RS Medika Permata Hijau. Pemilik kantor Yunadi and Associates itu menemui Bimanesh di kediamannya, Apartemen Botanica Tower 3/3A Jalan Teuku Nyak Arief Nomor 8 Simprug, Jakarta Selatan. Saat itu Fredrich memastikan agar Setya Novanto dirawat inap di RS Medika Permata Hijau. Bimanesh sepakat. Setelah Novanto kecelakaan, ia kemudian dilarikan ke RS Permata Hijau.
Lantaran perbuatan itu, Fredrich dan Bimanesh didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH