tirto.id - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menilai ada beberapa kejanggalan dalam kasus Saidah Saleh Syamlan di Surabaya. Saidah diputus bersalah karena telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap PT Pisma Putra Textile.
"Pertama, tidak adanya alat bukti yang sah," ujar Divisi Freedom of Expression SAFEnet, Bimo Aria Fundrika melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Minggu (3/3/2019).
Dalam kasus yang mendera Saidah, barang yang dijadikan bukti berupa hasil tangkap layar dan keterangan dari pihak provider tentang pengecekan pemilik nomer. Hal tersebut dianggap Bimo tidak layak dijadikan sebagai bukti.
"Pemeriksaan lewat forensik digital atas perangkat yang digunakan untuk mengirim pesan Whatsapp haruslah dilakukan. Hal tersebut untuk membuktikan bahwa pesan itu dikirim dari nomor yang dipasang pada perangkat yang digunakan Ibu Saidah," tuturnya.
Pada sidang putusan yang dilakukan Selasa, 26 Februari 2019, Saidah dijatuhi hukuman pidana penjara 10 bulan dan denda Rp5 juta subsider 1 bulan kurungan.
Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 1,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan sesuai pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE.
Hal tersebut buntut dari aduan kuasa hukum pihak perusahaan yang menurut Bimo juga membingungkan. Sebab tidak jelas posisi kuasa hukum tersebut mewakili perusahaan atau individu pemilik perusahaan. Sehingga tak jelas siapa pihak pelapor yang nama baiknya tercemarkan.
"Kemudian pesan Whatsapp ini sebenarnya percakapan antar pribadi, yakni antara nomor pengirim dan nomor penerima, dan bukan dilakukan secara publik, diketahui oleh umum," ujarnya.
"Dalam kasus ini tidak ada prasarana teknologi yang digunakan untuk membuatnya dapat diakses oleh orang lain selain dari penerima itu sendiri," katanya, menambahkan.
Selain itu, seharusnya dalam kasus ini menghadiri PPNS Kominfo Pusat bukan petugas Kominfo daerah Surabaya sebelum informasi dan keterangan tersebut menjadi bukti sebagaimana yang dijelaskan dalam revisi UU ITE.
"Dalam Surat Edaran Kejaksaan Agung Republik Indonesia terkait petunjuk teknis penanganan tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dijelaskan bahwa sebelum informasi atau dokumen elektronik dijadikan alat bukti, harus dimintakan keterangan ahli dari Departemen Kominfo," paparnya.
Karena itu, SAFEnet meminta aparatur penegak hukum yang saat ini sedang memproses kasus Saidah untuk membenarkan praktik dan kinerjanya. Serta mendorong Saidah untuk dibebaskan.
"Pengadilan Tinggi Surabaya yang saat ini sedang memeriksa proses banding yang diajukan oleh kuasa hukum Ibu Saidah Saleh Syamlan agar segera membebaskan Ibu Saidah dari hukuman yang dijatuhkan kepadanya," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Dipna Videlia Putsanra