Menuju konten utama

Saat Peter Pan Tak Mau Menikahi Cinderella

Pada umur 20-an, ada kecenderungan laki-laki mengalami Peter Pan Syndrome, sementara perempuan dihinggapi Cinderella Complex yang melahirkan hubungan pelik.

Saat Peter Pan Tak Mau Menikahi Cinderella
Header Peter Pan-Cinderella. tirto.id/Quita

tirto.id - Peter Pan dan Cinderella berasal dari dongeng berbeda. Bisa jadi, itu yang membikin mereka punya “hubungan kompleks” saat dipertemukan di dunia nyata.

Laki-laki enggan jadi dewasa, perempuan cenderung mendambakan “pangeran tampan”.

Kisah ini dialami Ilman (22) yang berpacaran dengan teman kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Sumedang. Keduanya tergolong mahasiswa aktif dan populer. Sama-sama berprestasi, sama-sama aktif di himpunan mahasiswa.

Namun kemudian hubungan itu bubar di tengah jalan. Seorang dosen yang peduli menyempatkan mengajak mereka berbincang. Setelah mencermati kondisinya, sang dosen menjelaskan pada usia ini ada kecenderungan laki-laki mengalami Peter Pan Syndrome, sementara perempuan dihinggapi Cinderella Complex.

Header Peter Pan Cinderella

Header Peter Pan-Cinderella. (FOTO/iStockphoto)

Istilah Peter Pan Syndrome pertama kali dituturkan psikolog Dan Kiley dalam buku The Peter Pan Syndrome: A Men Who Have Never Grown Up. Ini merujuk keengganan laki-laki menjadi dewasa dan menerima tanggung jawab, sekalipun dia bukan bocah atau remaja lagi. Biasanya, sindrom ini melanda laki-laki umur 20-an.

Istilah ini terinspirasi dari karakter tokoh fiksi Peter Pan karya Sir J. M. Barrie. Sosok yang menolak tua, yang ingin kekal jadi bocah bahagia.

“Gue meyakini gue terkena sindrom itu. Kebetulan ceweknya juga terkena sindrom Cinderella Complex!” sadar Ilman setelah mendengar penjelasan sang dosen.

Keyakinannya didasari sikap masing-masing saat berpacaran. Dia yang masih ingin bersenang-senang, kerap kali ditagih sang pacar untuk berkomitmen menikah di umur 25. Selalu ada keraguan, sehingga jawaban iya darinya cuma buat membikin pacarnya tenang.

Di sisi lain, sang pacar meyakini betul kalau Ilman adalah “pangeran” yang bisa memberinya bahagia, menyelamatkannya dari nestapa, dan menggantungkan hidup sepenuhnya kepadanya. Ilman dianggap bisa memimpinnya ke arah lebih baik dan mereka pasti hidup bahagia. Kebahagiaan bisa dicapai jika, dan hanya jika, Ilman mau menikah dengannya.

Header Peter Pan Cinderella

Header Peter Pan-Cinderella. (FOTO/iStockphoto)

Kecenderungan itu ternyata bisa dikategorikan sebagai Cinderella Complex. Selayaknya Cinderella, dia menggantungkan harapan besar ke pundak laki-laki yang diharapkan menjadi pangeran hidupnya. Istilah ini dikemukakan terapis New York, Collete Downing, dalam bukunya The Cinderella Complex: Women’s Hidden Fear of Independence.

Downing meyakini adanya kecenderungan perempuan untuk takut menjadi mandiri. Betapa pun punya kualitas-kualitas yang dianggap paripurna, selalu ada ketakutan untuk hidup sendiri dan merindukan pihak lain, dalam hal ini pasangan, untuk bisa membahagiakannya.

Ketergantungan ini bisa ditandai dengan pengikatan komitmen menikah di usia tertentu, juga merencanakan hal-hal yang kelewat jauh dan sulit dimengerti.

Pacar Ilman pernah mendambakan bisa merayakan tahun baru di New York, berpacaran di IKEA seperti adegan film 500 Days of Summer. Apa yang dibayangkannya sebagai sumber kebahagiaan mesti berawal dari kebersamaan yang dramatik bersama kekasih. Lain tidak.

Ilman sendiri bukan satu-satunya “penghuni Neverland”. Beberapa teman laki-laki di kampusnya juga mengalami keogahan untuk “jadi dewasa”. Mereka, seperti Ilman, juga enggan memikirkan komitmen yang jauh seperti pernikahan. Tak ada alasan selain tak mau meninggalkan kehidupan yang playful serta enggan memutar hari membanting tulang dan mengisi hidup dengan kewajiban A-Z.

Humbelina Robles Ortega, profesor psikologi di Universitas Granda, mewanti-wanti pola asuh terlalu protektif bisa membuat anak mengalami Peter Pan Syndrome.

Bergonta-ganti pasangan dan mencari yang lebih muda adalah tabiat lanjutan gejala ini. Dan Kiley, si pencetus Peter Pan Syndrome, pun mengalami pernikahan tiga kali dan hobi mencari daun muda, sebelum meninggal di usia 54 tahun pada 1996.

“Kapan pun hubungan mulai ada penagihan meningkatkan komitmen dan tanggung jawab, mereka menjadi takut dan mengakhirinya. Hubungan dengan wanita yang lebih muda memiliki keuntungan bisa hidup tanpa banyak kekhawatiran dan juga sedikit rencana jangka panjang, karena tanggung jawab minim,” kata Ortega.

Menurut psikolog klinis Universitas Padjadjaran Ahmad Gimmy, penamaan dua sindrom ini memang belum tergolong ke dalam penyakit mental atau psikopatologi. Istilah ini masih menjadi pendapat umum untuk menamai suatu fenomena saja.

Walau bukan penyakit mental, tetap merepotkan kalau karakter kita punya pasangan seperti Peter Pan dan Cinderella. Iya, nggak, sih?

*Artikel ini pernah tayang di tirto.id dan kini telah diubah sesuai dengan kebutuhan redaksional diajeng.

Baca juga artikel terkait PETERPAN SYNDROME atau tulisan lainnya dari Rahman Fauzi

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Rahman Fauzi
Editor: Maulida Sri Handayani & Yemima Lintang