tirto.id - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Tengah telah mengirimkan rekomendasi kepada Kementerian Dalam Negeri terkait dugaan pelanggaran aturan pemerintah daerah yang diduga dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ganjar dimasalahkan lantaran mengutarakan pernyataan sebagai kepala daerah saat mengumpulkan 31 kepala daerah di Jawa Tengah, di Solo, akhir Januari 2019 untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.
Saat itu, Ganjar mengklaim seluruh jajarannya siap menjalankan pemilu damai, sekaligus mendukung pemenangan capres nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, kami tetap menjalankan fungsi utama dalam melayani masyarakat [...] Kami semua ini adalah tim yang mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin. Dan kami siap memenangkan di Jawa Tengah. Mutlak. Begitu?" kata Ganjar yang kemudian dijawab "ya" dan tepuk tangan kepala daerah di sekelilingnya.
Bawaslu menilai apa yang dilakukan Ganjar tidak termasuk tindak pidana pemilu, melainkan pelanggaran sebagai kepala daerah. Menurut Bawaslu, Ganjar dianggap melanggar Pasal 1 dan Pasal 61 UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Intinya, Ganjar dan 31 orang lainnya sebagai kepala daerah dianggap tidak bersikap netral, padahal, kepala daerah yang dipilih melalui pemilu boleh berkampanye asal tidak mengatasnamakan jabatan politiknya.
Menanggapi hal ini, Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku belum mendapat laporan dari Ganjar, yang tak lain kolega separtai di PDI Perjuangan. Tjahjo juga menyatakan Kemendagri tak akan melakukan klarifikasi kepada Ganjar.
"Yang berhak mengajukan pemeriksaan, klarifikasi adalah Bawaslu, bukan Kemendagri," ujar Tjahjo saat di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2019).
Tjahjo menilai hal tersebut tak perlu dipermasalahkan. Ia beralasan pejabat daerah juga memiliki hak untuk menentukan pilihan politiknya. Ia menegaskan, Ganjar dan yang kepala daerah lainnya sedang cuti saat pertemuan tersebut.
"Seluruh kepala daerah punya hak politik, berhak untuk kampanye, karena yang bersangkutan adalah wakil, didukung, dipilih, diajukan satu parpol atau gabungan parpol," ujarnya.
Terkait permasalahan etika pemilu, Tjahjo juga mengaku belum menerima pengaduan dari Bawaslu.
"Sampai sekarang kami belum terima pengaduan dari Bawaslu tentang melanggar etika. Tapi, kan, etika harus kami lihat, etika yang bagaimana. yang penting sesuai aturan," terangnya.
Dalam kesempatan berbeda, Ditjen Otda Kemendagri Soni Sumarsono mengatakan tak akan memeriksa Ganjar. Soni menegaskan Kemendagri masih menunggu rekomendasi Bawaslu. Kemendagri baru melakukan verifikasi jika rekomendasi Bawaslu sudah diterima.
"Yang jelas, menurut Bawaslu, tidak ada pelanggaran UU Pemilu, tetapi UU Pemda. Bila demikian, kami akan dalami dan verifikasi dulu," ujar Soni.
Pernyataan Tjahjo dan Soni seolah menafikan pernyataan Bawaslu Jawa Tengah yang telah mengirimkan surat rekomendasi pelanggaran Ganjar ke Kemendagri.
Gagal Atur Kepala Daerah
Walhasil cara Kemendagri dalam menyikapi dugaan pelanggaran etika yang dilakukan kepala daerah tersebut dinilai tidak profesional. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta.
Menurut Kaka adanya kepala daerah yang bandel menegaskan bahwa Kemendagri gagal memberi pengarahan atau menjalankan fungsi pengawasan kepada kepala daerah di Indonesia.
"Sebagai pemantau pemilu, keberadaan Kemendagri kurang terlihat terkait dengan kinerja pemerintah dalam mengawal pemilu," tegas Kaka kepada reporetr Tirto, Selasa (26/2/2019).
Kaka tidak mempermasalahkan apabila Kemendagri hanya memberi sanksi berupa teguran kepada kepala daerah. Ia mengatakan sanksi kepada kepala daerah terkait etika tentu bermacam-macam.
Namun, Kaka menuntut adanya transparansi dari Kemendagri. Ia meminta Kemendagri untuk menjelaskan kepada publik soal kesalahan kepala daerah beserta pertimbangannya.
"Kalau itu dijabarkan pada masyarakat, itu, kan, bisa memberi tekanan pada mereka termasuk calon yang mereka dukung," tegas Kaka.
Bawaslu Abaikan UU Pemilu
Keputusan Bawaslu Jawa Tengah yang menyatakan Ganjar tidak melanggar UU Pemilu namun hanya melanggar UU Pemerintah Daerah diprotes kubu Prabowo-Sandi. Listiani, anggota Tim Pemenangan Prabowo-Sandi Jawa Tengah menilai Bawaslu mengesampingkan Pasal 547 UU Pemilu yang menurutnya tidak pernah dipakai dalam menindak kepala daerah. Padahal dalam Pasal 122 UU nomor 5 Tahun 2015 tentang ASN kepala daerah digolongkan sebagai pejabat negara.
"Tidak hanya UU Pemda yang dilanggar Ganjar Pranowo dan kepala daerah itu, tapi undang-undang Pemilu Pasal 547 yang bunyinya setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu saat masa kampanye, terancam hukuman penjara maksimal 3 tahun dan denda maksimal Rp 36 juta," kata Listiani kantor Bawaslu Jateng, Senin (25/2/2109).
Menurut Listiana pelanggaran Ganjar gamblang karena ia menyebut: "kami kepala daerah".
Direktur Komunikasi Politik Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Usman Kansong mempersilakan Kemendagri memproses kepala daerah mana pun yang dianggap melangar etika. Selama ini, dia merasa Kemendagri telah melaksanakan rekomendasi dari Bawaslu.
"Mestinya kalau Kemendagri tidak memberi teguran, misal kepada kepala daerah di Riau itu ya baru bisa dikatakan tidak netral. Kalau sudah disanksi, ya sudah," tegas Usman kepada reporter Tirto.
Usman memastikan, meski jabatan Mendagri adalah dari pendukung Jokowi-Ma'ruf, hal itu tidak akan berpengaruh banyak. Penilaian itu didasari karena tindak pidana pemilu diperiksa Bawaslu.
"Jadi semua sangat tergantung pada Bawaslu," tegas Usman lagi.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Gilang Ramadhan