Menuju konten utama

Saat Kemarahan Jokowi Soal Ekspor dan Investasi Dinilai Wajar

Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal menilai pemerintah perlu segera membenahi investasi yang dimiliki, sebab kinerja ekspor sangat bergantung pada investasi yang ada.

Saat Kemarahan Jokowi Soal Ekspor dan Investasi Dinilai Wajar
Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas tentang investasi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (31/1/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Presiden Joko Widodo kembali menegur menteri-menterinya terkait kinerja investasi dan ekspor Indonesia. Ia mempersoalkan terobosan kebijakan yang dikeluarkan para pembantunya lantaran belum memberi hasil yang signifikan untuk meningkatkan investasi dan ekspor.

Menurut Jokowi kedua bidang itu penting untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Namun, ternyata usai enam kali melakukan rapat terbatas untuk tema serupa, nyatanya solusi yang tersedia sampai hari itu dianggap kurang memuaskan.

“Saya kira saya sudah berkali-kali juga menyampaikan bahwa ekspor, investasi adalah kunci bersama kita dalam menyelesaikan neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan,” ucap Jokowi saat membuka rapat terbatas mengenai terobosan investasi, ekspor, dan perpajakan di Istana Negara, Rabu (19/6) seperti dikutip Antara.

Ekonom dari Institute for Development Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira memaklumi protes Jokowi itu. Sebab, kata dia, saat ini menteri-menteri yang bertanggung jawab pada urusan ekspor dan investasi memang belum cukup maksimal.

Soal investasi, misalnya, Bhima menyebutkan pembenahan perizinan melalui Online Single Submission (OSS) justru mengalami masalah berlarut-larut, terutama sinkronisasi izin pemerintah pusat dengan daerah. Alhasil, ia tidak heran bila investor kerap menunda menanamkan investasinya.

Menurut Bhima, meski pemerintah sudah banyak menggelar insentif, tapi pemerintah kerap menerapkannya terlalu umum seperti menggeneralisi seolah-olah semuanya membutuhkan keringanan pajak. Padahal, banyak yang lebih membutuhkan sewa lahan murah, keterjangkauan dan ketersediaan bahan baku, serta harga energi untuk industri yang kompetitif.

“Kemarahan Pak Jokowi sangat bisa dimaklumi, mengingat menteri-menteri yang seharusnya mengawal paket kebijakan insentif ekspor dan investasi belum bisa atasi permasalahan,” ucap Bhima saat dihubungi reporter Tirto, Jumat (21/6/2019).

Hal ini, menurut Bhima, berkaitan dengan kondisi Indonesia yang agaknya kepayahan berebut limpahan investasi akibat perang dagang Amerika Serikat-Cina bersama negara-negara ASEAN lainnya.

Bhima mengatakan, berbekal solusi investasi yang masih seperti itu, maka ia tidak heran bila investor umumnya lebih memilih Vietnam.

“Kalau insentif terlalu umum, ya kurang laku di mata investor jadi kalah dengan Vietnam yang bisa per sektor dan per perusahaan,” ucap Bhima.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform On Economics (CORE), Mohammad Faisal menilai pemerintah perlu segera membenahi investasi yang dimiliki. Pasalnya, kinerja ekspor sangat bergantung pada investasi yang ada.

Permasalahannya, kata Faisal, investasi yang masuk lebih banyak mengarah pada sektor jasa. Sebaliknya, investasi yang bisa mendukung ekspor seperti manufaktur justru terus mengalami kontraksi.

Padahal, menurut Faisal, ekspor tidak bisa bertumbuh tanpa produksi barang yang ingin dikirim ke luar negeri. Di sisi lain, perbaikan manufaktur Indonesia juga dapat mengisi kebutuhan barang dan bahan baku dalam negeri sehingga menekan impor yang juga menjadi momok bagi neraca perdagangan Indonesia.

Kalau pun pemerintah sulit menggaet investor dari luar negeri dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA), Faisal mengatakan, pemerintah dapat menggenjot Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Hanya saja, kuncinya Bank Indonesia harus mengalah meringankan suku bunga yang saat ini masih bertengger di angka 6 persen.

“Perlu ada revitalisasi sektor manufaktur. PR besar pemerintah agar investasi di sini naik jadi bisa mendorong ekspor,” ucap Faisal saat dihubungi reporter Tirto, pada Jumat (21/6/2019).

Selain itu, Faisal menuturkan bahwa kendala ekspor nyatanya juga dialami oleh para perusahaan yang sudah beroperasi di Indonesia. Menurut dia, banyak keluhan dari pengusaha karena prosedur yang berbelit. Misalnya ketidakjelasan biaya mengurus ekspor, harus menemui siapa, lama proses pengurusan ekspor, hingga persyaratan untuk memperoleh insentif pemerintah.

Belum lagi, kata Faisal, saat ini pemerintah juga harus menghadapi sejumlah kebijakan negara lain yang menghambat ekspor. Misalnya Renewable Energy Directive (RED) II Uni Eropa yang belakangan membuat ekspor minyak sawit Indonesia mengalami penurunan.

Karena itu, kata Faisal, selain faktor dalam negeri, pemerintah juga punya pekerjaan rumah (PR) diplomasi di luar negeri. “Pada dasarnya eksportir saat ini masih mengalami kendala walaupun mereka adalah perusahaan manufaktur yang berorientasi ekspor. Prosedurnya masih berbelit-belit dan costly,” ucap Faisal.

Strategi Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan institusinya telah menyiapkan terobosan untuk meningkatkan investasi dan ekspor. Caranya dengan melakukan pemangkasan pajak besar-besaran di beberapa sektor usaha.

“Jadi kalau seandainya penurunan seperti tax holiday dan allowance atau bahan rencana kita untuk melakukan perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan supaya tarif lebih renda. Itu sekarang sedang di-exercise seberapa cepat dan itu sudah betul-betul harus dihitung. Rate-nya turun ke 20 persen,” ucap Sri Mulyani usai ratas dengan Presiden Jokowi, seperti dikutip laman Setkab.

Namun, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto pun justru mengatakan sebaliknya. Meskipun disebut Jokowi kurang puas, ia mengatakan investasi justru terus berkembang. Airlangga juga yakin atas insentif fiskal untuk para investor.

Menurut Airlangga, hal itu akan membawa lebih banyak investasi ke Indonesia. “Belum nendang saja investasi masuk apalagi investasi terbanyak itu tetap sektor industri,” ucap Airlangga, pada Kamis (20/6/2019).

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz