tirto.id - Manajemen Go-Jek menolak mentah-mentah tuntutan para mitra pengemudinya yang ingin seluruh suspend (pembekuan) aplikasi dihapus tanpa syarat. "Ini permintaan yang sangat tidak masuk akal sebenarnya,” kata VP Corporate Affairs Go-Jek Michael Say kepada wartawan, Jumat (24/11/2018).
Michael telah mengajak komunitas pengemudi Go-Jek bicara. Ia menjelaskan yang bisa dilakukan manajemen saat ini adalah memperbaiki sistem suspend. "Biar lebih transparan, jadi mitra nanti kalau kena suspen tahu kenapa dia disuspen," lanjut dia.
Michael mengatakan saat ini Go-Jek tengah menggodok rancangan kebijakan sistem suspend baru bersama para mitra pengemudi. "Sekarang sistem suspensi kami buat bersama 4.000 komunitas, jadi inputnya secara nasional, kami bikin bareng-bareng," ujar Michael
Sejumlah mitra pengemudi Go-Jek belum lama ini juga menggelar unjuk rasa terkait pemutusan kemitraan. Michael menjelaskan pemutusan kemitraan biasanya terjadi karena pelanggaran berat. Ia mengingatkan tiga pilar pelanggaran utama di Go-Jek, yaitu terkait pelayanan, keamanan di jalan dan tindakan kecurangan, misalnya fake GPS dan order fiktif. "Di awal masuk ada perjanjian kemitraan yang sudah cukup jelas pelanggaran mana saja yang tidak boleh dilakukan. Putus mitra terjadi karena pelanggaran berat," kata dia.
Michael mengatakan manajemen tidak keberatan dengan unjuk rasa yang dilakukan para pengemudi. Menurutnya unjuk rasa adalah hak. "Jadi tiap kali terjadi demo bisa dipastikan kami selalu menemui dan mendengarkan," kata Michael.
Namun menurutnya komunitas pengemudi tidak perlu lagi berunjuk rasa di jalan. Sebab manajemen sudah menyediakan wadah penyampaian aspirasi lewat apa yang disebut dengan Kopdar Mitra Go-Jek.
Kopdar ialah wadah dialog antara komunitas pengemudi dengan manajemen yang diinisiasi sejak awal tahun. Kegiatan ini berlangsung saban dua pekan sekali bagi mitra pengemudi dari Sabang sampai Merauke. Harapannya manajemen bisa memahami kebutuhan demi meningkatkan kesejahteraan para mitra pengemudi.
Kopdar juga menjadi alat efektif mencari jalan keluar dari keresahan yang dirasakan para mitra pengemudi. Salah satu hal yang banyak dikeluhkan mitra adalah soal suspend.
Bukan Cuma Soal Suspend
Tuntutan menghapus seluruh suspend bukan satu-satunya isu yang dipersoalkan pengemudi Go-Jek. Para pengemudi juga mempersoalkan penurunan tarif Go-Jek dalam beberapa hari terakhir. Jarak sekitar 5 kilometer yang dahulu dihargai sekitar Rp10.000, kini menurun menjadi Rp8.000. Beberapa pengemudi Go-Jek memprotes kebijakan ini dengan menolak order dari pelanggan yang masuk.
Nur Muharom, 28 tahun, salah satu pengemudi Go-Jek yang sudah menjadi mitra—sebutan para pengemudi—selama lebih dari dua tahun, mengaku cara beberapa pengemudi tak menjemput pengguna adalah siasat melawan Go-Jek. “Itu memang bentuk protes kami ke perusahaan, kok. Gojek ini sudah parah banget,” kata Nur saat ditemui reporter Tirto, di daerah Gandaria, Jakarta Selatan, Jumat pagi.
Menurut Nur kebijakan manajemen Go-Jek menurunkan harga tarif per kilometer adalah sikap yang keterlaluan. Semula, tarif Gojek berkisar Rp3 ribu hingga Rp4 ribu per kilometer. Saat ini hanya Rp1.200 per kilometer. Ia mengaku banyak pengemudi terbebani dengan kebijakan itu. “Mau makan apa kami?,” katanya.
Pria yang biasa menunggu orderan Goride maupun Gofood di daerah Gandaria City dan sekitaran Kebayoran ini menyebut mereka jadi harus kerja ekstra dibandingkan sebelumnya. “Biasanya dengan jarak 10 kilometer bisa dapat uang lumayan, sekarang kecil banget,” katanya.
Keluhan serupa disampaikan Aliman Sujudi, 24 tahun. Ia biasanya menunggu order di sekitar Tebet, Jakarta Selatan. Menurut Aliman, penurunan harga per kilometer yang diterapkan manajemen Gojek tak masuk akal. “Gojek ini, gila. Pendapatan menurun banget. Enggak masuk akal,” katanya kepada reporter Tirto, Jumat siang.
Aliman mencontohkan saat dirinya harus mengantarkan konsumen dari Stasiun Tebet menuju Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, yang berjarak sekitar 7 kilometer. Dengan tarif baru, ia hanya menerima bayaran Rp10.900 saat jam sibuk, padahal sebelumnya ia bisa mendapat Rp16 ribu hingga Rp17 ribu. “Kan, enggak masuk akal,” katanya.
Fikri, salah seorang pengemudi Go-Jek mengaku lebih selektif memilih penumpang. Ia akan membandingkan jarak yang ditempuh dengan bensin yang harus dikeluarkan dan tenaga yang dibutuhkan. Katanya, ia lebih senang dengan orderan pendek, tak lebih dari 5 kilometer.
Pengemudi Go-Jek yang bekerja setiap hari dari pukul 8.00 pagi hingga 10.00 malam itu menyebut bahwa penghasilannya kini sekitar Rp200.000 tiap hari. Tetapi, penghasilan bisa meningkat menjadi sekitar Rp350.000 jika ia sukses memperoleh bonus. Namun, atas dampak penurunan tarif dan makin banyaknya pengemudi Go-Jek, Fikri menyebut bahwa penghasilannya kadang tak menentu.
Menjaga Permintaan
Michael mengklaim penurunan tarif Go-jek dilakukan sebagai bentuk menjaga permintaan dan penawaran. Menurutnya, ini dilakukan karena terjadi penyesuaian harga kompetitor di pasar.
"Terkait tarif kita tahu pemainnya di pasar hanya ada 2, kami dalam menjalankan keputusan (menurunkan tarif) kami lihat dari sisi supply dan demand [...] Jadi kita menjaga dari sisi demand. Untuk menjaga keberlangsungan mitra di jalan. Kalau engga disesuaikan demand-nya nanti pindah," urai Michael.
Menurut klaim Michael, tarif yang diterima pengemudi Go-Jek merupakan yang tertinggi di pasar, mengalahkan kompetitor. Perubahan tarif hanya merupakan penyesuain kondisi. Menurutnya, meski tarif diturunkan pihak Go-Jek tetap berupaya menjaga agar tidak terjadi penurunan pendapatan bagi pengemudi. Salah satu yang dilakukannya ialah melakukan promo-promo agar masyarakat lebih tertarik menggunakan Go-Jek dibanding jenis transportasi lain.
"Kami ngga stop di situ (penurunan tarif). Bagaimana pendapatan mitra engga berubah. Kami lakukan lebih banyak promo campaign supaya demand-nya bertambah," terangnya.
Salah satu promo yang dilakukan Go-Jek ialah #UdahWaktunya. Menurut Michael, promo ini sukses menambah 20 persen pengguna baru Go-Jek dibandingkan bulan September 2018. Sayangnya, Michael tak merinci berapa angka pengguna baru itu.
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Jay Akbar
Editor: Jay Akbar