Menuju konten utama

Roy Marten: Pasar Film Tidak Sehat Karena Dikuasai Kapitalis

Roy Marten mengatakan, salah satu penyebab kalahnya film Indonesia dari negara lain dari aspek pemasaran adalah karena akses pasar yang masih dikuasai modal asing.

Roy Marten: Pasar Film Tidak Sehat Karena Dikuasai Kapitalis
Ilustrasi sejarah film indonesia foto/shutterstock

tirto.id - Aktor senior Roy Marten mengatakan kondisi pasar film di Indonesia saat ini masih dikuasai kapitalis. Menurut Roy, hal tersebutlah yang menyebabkan industri perfilman di dalam negeri menjadi tidak sehat.

"Bagaimana industri kita bisa sehat kalau tokonya (bioskop) dikuasai kapitalis," kata Roy dalam Dialog Perfilman Nasional yang diselenggarakan Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Sulawesi Tengah, di Palu, Sabtu (3/9/2016).

Roy membagi peta perfilman Indonesia dalam tiga kategori yakni produksi, pemasaran dan industri. Selain itu, Roy mengatakan, yang menyebabkan Indonesia kalah dari negara lain dari aspek pemasaran adalah karena akses pasar yang masih dikuasai modal asing.

Menurut Roy, bioskop Indonesia saat ini semakin berkurang dan hanya dikuasai kelompok pemilik modal asing. Dan mereka, kata Roy, hanya mengendepankan keuntungan belaka.

Dia mengatakan film dalam negeri yang masuk ke bioskop hanya sekitar 20 persen sehingga dominan film di bioskop juga dikuasai produk asing.

"Kalau film asing 200 sampai 400 sekali putar, film kita paling hanya sekitar 80," katanya.

Kondisi tersebut, kata dia, mengakibatkan Undang-Undang 33/2009 tentang Perfilman menjadi tidak berdaya.

Pasal 32 Undang-Undang 33/2009 menyebutkan pelaku usaha pertunjukan film wajib mempertunjukkan film Indonesia sekurang-kurangnya 60 persen dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama enam bulan berturut-turut.

Menurut Roy, industri film di Indonesia saat ini juga belum bankable jika dibanding di negara-negara luar terutama negara-negara produsen film hollywood dan bollywood.

"Satu-satunya industri yang tidak bankable adalah industri film," katanya.

Dia juga mengatakan, tidak heran jika bank belum melirik modal usaha untuk industri film.

Sementara itu, Anggota Komisi X Krisna Mukti mengatakan secara umum film di Indonesia sudah bangkit, dan perlu upaya untuk sama-sama menjaga agar tidak kembali surut.

Pemerintah, kata dia, sudah mengatur melalui undang-undang perfilman namun masih ada beberapa kekurangan terutama dari sisi modal asing dan ideologi film yang diproduksi.

Dia mengatakan dengan dibukanya daftar negatif investasi oleh pemerintah akan menjadi masalah bagi pemodal asing terutama jika mereka juga mempekerjakan tenaga kerja asing di dalam negeri.

Demikian halnya dengan potensi masuknya ideologi asing melalui film yang diproduksi juga menjadi masalah karena bisa memberi pengaruh besar terhadap ideologi bangsa.

"Ini yang belum diakomodasi dalam undang-undang perfilman kita," katanya.

Baca juga artikel terkait KAPITALISME

tirto.id - Film
Sumber: Antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto