Menuju konten utama

Rizieq Shihab Masih Yakin Ada Logo PKI di Lembar Uang Baru

Rizieq yakin logo di lembaran uang baru itu adalah lambang PKI.

Rizieq Shihab Masih Yakin Ada Logo PKI di Lembar Uang Baru
Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) Rizieq Shihab memberikan keterangan saat melakukan pertemuan dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/1). Kedatangan Rizieq Shihab ke Komisi III untuk menyampaikan persoalan yang telah ia laporkan pada Senin (16/1) ke Mabes Polri terkait Kapolda Jawa Barat yang menjabat Ketua Dewan Pembina GMBI. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Imam Besar Front Pembela Islam Habib Rizieq Shihab membenarkan dirinya akan dipanggil Polda Metro terkait dugaan kasus "duit palu arit". Namun Rizieq mengklaim pemanggilan besok sebagai langkah awal baginya untuk mencegah komunis berkembang di Indonesia.

"Ini perjuangan saya karena komunis tidak boleh bangkit di Indonesia. Dengan alasan apapun atribut PKI tidak boleh ada di uang kertas RI," ujar Rizieq saat ditemui di Rumah Joeang 45, Menteng, Jakarta, Jumat (20/1/2017).

Rizieq menegaskan, Indonesia adalah negara beragama dan bukan negara komunis. Ia mengingatkan bahwa pelarangan kebangkitan komunis di Indonesia tertuang dalam TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan pasal 107 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Oleh karena itu, Rizieq menentang kemunculan uang berlambang palu-arit

"Sekali saya katakan bahwa Indonesia bukan negara komunis sesuai tap MPRS XXV tahun 1966 dan sesuai KUHP pasal 107 bahwa atribut dan logo PKI dalam segala bentuk jenis perwujudan tidak diperkenankan di Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Rizieq.

Sebelumnya, kepolisian dikabarkan menggelar pemeriksaan Habib Rizieq, Senin (23/1/2017). Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M. Iriawan mengatakan, pemeriksaan Rizieq dalam rangka adanya dugaan gambar palu-arit dalam pecahan uang rupiah seri baru ini dilontarkan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Syihab.

"Ya masalah itu sudah kita dalami, dan akan memanggil Habib Rizieq Senin depan," ungkap Iriawan di Rumah Sakit Polri, Keramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (17/1/2017).

Pemeriksaan berawal dari pelaporan ormas Solidaritas Merah Putih dan Jaringan Intelektual Muda Anti-Fitnah (JIMAF), Minggu (8/1/2017). JIMAF selaku pelapor menilai Rizieq telah mengeluarkan ujaran kebencian (hate speech) dengan menyatakan ada gambar palu arit di uang rupiah. Polisi telah memeriksa saksi pelapor dan saksi ahli dari BI yang diminta menjelaskan secara teknis logo pengaman yang diterapkan di uang rupiah.

Kasus ini bermula saat akun Jumal Ahmad mengunggah video berjudul “Habib Rizieq: Palu-Arit di Uang Kertas”. Video tersebut memuat momen saat Rizieq tengah berceramah di Pesantren Alam dan Agrokultural di Megamendung, Jawa Barat.

Rizieq menilai logo palu-arit sempat tercetak pada lembaran uang Rp 100 ribu edisi Sukarno-Hatta, tepatnya di logo Bank Indonesia. Logo itu ia anggap muncul kembali pada pecahan uang rupiah baru yang dikeluarkan BI untuk nilai nominal Rp 2.000, Rp 5.000, dan Rp 10 ribu.

Menurut Rizieq, pemuatan logo tersebut tak sejalan dengan garis ideologi negara dan ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang melarang penggunaan simbol Partai Komunis Indonesia (PKI). “Ini negara Pancasila apa negara PKI?” ujar Rizieq dalam tayangan video tersebut.

Bank Indonesia membantah tudingan Rizieq. Menurut BI, logo tersebut benar-bena logo BI yang ditampilkan dengan teknik rectoverso.

Deputi Direktorat Komunikasi Bank Indonesia (BI) Andi Wiana usai diperiksa penyidik Polda Metro Jaya, Selasa (17/1/2017), sebagai saksi ahli dalam kasus penghasutan mengenai gambar palu arit itu mengatakan logo tersebut merupakan unsur pengamanan mata uang baru dengan teknik "rectoverso" agar tidak dapat mudah dipalsukan.

Teknik itu pun, kata Andi, sudah diterapkan sejak tahun 2000 lalu sebagai upaya pengamanan mata uang di dunia.

Baca juga artikel terkait DUIT PALU ARIT atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Agung DH