Menuju konten utama

Risiko Celaka di Mobil Tua dan Baru, Mana Lebih Tinggi?

Kualitas fitur keselamatan kendaraan semakin membaik pada mobil-mobil keluaran baru.

Risiko Celaka di Mobil Tua dan Baru, Mana Lebih Tinggi?
Mobil Toyota saat uji tabrakan dalam demonstrasi teknologi keamanannya di fasilitasnya di Susono, dekat Gunung Fuji, Jepang, Kamis, 21 Juli 2011. Toyota sedang mengembangkan teknologi keselamatan yang mengendalikan kemudi sehingga kendaraan dapat membelok menghindar ketika tidak dapat menghentikan. AP / Koji Sasahara

tirto.id - Bodi keras yang dimiliki mobil-mobil lawas bukan jaminan bisa melindungi penumpang saat terjadi kecelakaan fatal. Mobil-mobil lawas atau mobil murah umumnya hanya dilengkapi perangkat keselamatan sebatas seatbelt membuat fatalitas penumpang jika terjadi kecelakaan.

Dari tahun ke tahun, pabrikan kendaraan berlomba menambah fitur keselamatan aktif dan pasif untuk sopir dan penumpang. Teknologi keselamatan aktif, seperti blind spot detector, electronic stability control, anti-lock braking system, emergency brake assist, dan sebagainya dipasang untuk mencegah kecelakaan terjadi. Teknologi keselamatan pasif, semacam seat belt, airbag, dan crumple zone berfungsi meminimalisir risiko cidera saat mobil berbenturan.

Seat belt atau sabuk keselamatan berfungsi menahan tubuh terlempar dari kursi ketika terjadi benturan hebat. Tanpa peranti tersebut, tubuh pengendara dapat terpelanting ke segala arah, sehingga bagian-bagian vital tubuh, kepala, dada, kaki, dan sebagainya berbenturan dengan konstruksi mobil atau bahkan terpental keluar mobil.

Keberadaan airbag, maka gaya benturan bisa diredam sehingga tekanan terhadap bagian tubuh penumpang tereduksi. Dengan begitu cidera parah bisa dihindari. Airbag punya tiga bagian utama, sensor benturan yang terhubung dengan electronic control unit (ECU), inflator untuk meledakkan gas nitrogen, dan kantung udara. Mekanisme kerja dimulai ketika mobil berbenturan, sensor akan mengirimkan informasi kepada ECU buat meledakkan gas nitrogen. Gas nitrogen membuat kantung udara mengembang untuk menjadi bantalan buat penumpang mobil.

Davik Nugroho, Global Project Management and Engineering Process Autoliv—manufaktur perangkat keselamatan kendaraan—Airbag bisa mengembang dalam waktu sangat cepat. “Saat terjadi kecelakaan, airbag mengembang dalam waktu 35-50 mill second atau 0,03 sampai 0,05 detik, cepat sekali,” kata Davik dalam Vehicle Safety Course yang diadakan Asean NCAP di Karawang, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

Davik mengatakan, seatbelt dan airbag akan mengurangi risiko cidera secara signifikan jika digunakan bersamaan. Tidak dibenarkan menanggalkan seat belt sekalipun mobil memiliki airbag. Penurunan risiko cedera jika airbag mengembang, tapi bila penumpang tidak menggunakan sabuk keselamatan maka potensi menekan cedera semakin kecil.

Dipaparkan dalam “Road Injury Prevention and Litigation Journal” yang dibuat oleh Transafety--Lembaga Pemerhati Keselamatan Transportasi dan Jalan Raya—penggunaan seatbelt tanpa ada airbag dapat mengurangi 45 persen risiko fatalitas kecelakaan. Kombinasi sabuk keselamatan dan airbag membuat persentase reduksi fatalitas semakin meningkat, menjadi 50 persen. Di lain sisi, keberadaan airbag tanpa pemakaian sabuk keselamatan hanya mengurangi 13 persen risiko fatalitas.

Infografik Perangkat Keselamatan di Kendaraan

Kualitas Keselamatan Kendaraan Membaik?

Laporan Insurance Institute of Highway Safety (IIHS) berjudul “Improved Vehicle Design Bring Down Death Rates” terbitan tahun 2015, menyatakan probabilitas kematian karena kecelakaan menurun seiring dengan perbaikan desain dan penyempurnaan teknologi keselamatan. Pada 2012, perbandingan jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan di Amerika Serikat menyusut menjadi 28 orang per 1 juta kendaraan terdaftar. Sebelumnya di 2009, perbandingannya sampai 48 orang per 1 juta kendaraan terdaftar.

“Ini merupakan peningkatan besar dalam kurun waktu hanya tiga tahun, sekalipun memang dipengaruhi faktor ekonomi (daya beli mobil dengan perangkat keselamatan lebih baik). Kami melihat dari program penilaian kendaraan, bahwa hasil uji tabrak menjadi semakin baik,” ujar Executive Vice President IIHS, David Zuby.

Peningkatan kualitas keselamatan kendaraan diperkuat studi dari National Highway Safety Academy (NHTSA) yang membandingkan kemungkinan kecelakaan dari mobil-mobil produksi tahun 1980 sampai 2008 di AS ketika mencapai jarak tempuh 100.000 mil (160.934 kilometer). Laporan NHTSA memaparkan, mobil tahun 80’an memiliki kemungkinan kecelakaan paling besar, di atas 40 persen. Sedangkan kemungkinan kecelakaan mobil lansiran tahun 2008 berada di level 25 persen.

Mobil-mobil produksi tahun 2008 juga lebih aman untuk penumpangnya ketika mengalami kecelakaan, dibanding mobil tahun 1980-an sampai 2000-an. Kemungkinan penumpang mobil tahun 80’an selamat dari kecelakaan tabrak depan berkisar 75 persen, sedangkan di mobil 2008 kemungkinannya sekitar 82 persen.

Peningkatan kualitas keselamatan kendaraan juga perlu dirangsang oleh kebijakan pemerintah. Mencuplik laman NHTSA, sejak tahun 1998, mobil penumpang di AS diwajibkan memiliki kelengkapan airbag.

Selain itu, pada 2014 Pemerintah AS juga mewajibkan seluruh mobil penumpang dan kendaraan komersial menggunakan electronic stability control (ESC). Uni-Eropa juga mewajibkan semua jenis kendaraan roda empat atau lebih menggunakan ESC di tahun yang sama.

Berbeda dengan Indonesia yang masih sebatas mewajibkan mobil dilengkapi sabuk keselamatan. Setiap mobil baru diwajibkan memiliki sabuk keselamatan, sesuai peraturan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM37 Tahun 2002 tentang Persyaratan Teknis Sabuk Pengaman. Pada pasal 106 UU Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sabuk pengaman diwajibkan ada di kursi sopir dan penumpang depan. Untuk kursi penumpang belakang sifatnya tak wajib.

ASEAN NCAP

Salah satu misi besar ASEAN New Car Assesment Program (NCAP)—lembaga swasta penguji kelayakan kendaraan—yakni memicu pabrikan kendaraan untuk meningkatkan kualitas keselamatan produknya. ASEAN NCAP yang terbentuk sejak 2011, berkelanjutan menguji mobil-mobil baru yang dipasarkan di Asian Tenggara, termasuk Indonesia.

Mulai 2017, ASEAN NCAP menetapkan standar penilaian lebih ketat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ada tiga kategori penilaian utama, yakni perlindungan untuk penumpang dewasa (AOP), perlindungan terhadap anak-anak (COP), dan fitur pendukung keselamatan.

Tes yang dilakukan meliputi uji tabrak depan dan tabrak samping, uji mekanisme peranti keselamatan anak, dan kualitas fitur keselamatan aktif. Sejak 2017, pengujian peranti keselamatan aktif menjadi lebih kompleks dan komponennya semakin banyak, meliputi ABS, blind spot technology, seat belt reminder, lane departure warning, dan beberapa item lain.

Dari hasil pengujian, ASEAN NCAP mengeluarkan penilaian berupa rating bintang. Mobil dengan kualitas keselamatan sangat buruk diberi nol bintang, dan yang terbaik diberi lima bintang. Penilaian tersebut menjadi cara ASEAN NCAP untuk menyadarkan konsumen akan pentingnya fitur keselamatan. Dari sisi perusahaan manufaktur, rating tersebut harusnya menjadi evaluasi untuk bisa meningkatkan jaminan keselamatan kepada konsumen.

“Biasanya ada dua macam respons pabrikan (tentang penilaian Asean NCAP). Ada yang bilang sudah ikut regulasi Indonesia, (karena) tidak ada regulasi (fitur keselamatan selain seat belt). Beberapa mencoba memperbaiki, dan ikut tes lagi. Dari tidak ada airbag, ditambahkan airbag,” ujar Sekretaris Jenderal ASEAN NCAP, Khairil Anwar Abu Kassim.

Baca juga artikel terkait MOBIL atau tulisan lainnya dari Yudistira Perdana Imandiar

tirto.id - Otomotif
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Suhendra