Menuju konten utama
Periksa Data

Riset: Mayoritas Responden Sebut K-Pop Bantu Hilangkan Stres

Mayoritas responden menjawab K-Pop bisa menghilangkan stres, persentasenya sebesar 67,21 persen.

Riset: Mayoritas Responden Sebut K-Pop Bantu Hilangkan Stres
Header Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

tirto.id - Korean wave atau Hallyu sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Budaya populer dari negara itu hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari drama Korea, fesyen, kuliner, hingga Korean Pop atau juga dikenal dengan K-Pop.

K-Pop sebagai produk yang paling menonjol, sekaligus produk andalanHallyu saat ini, akhirnya menciptakan adanya kelompok pendukung artis K-Pop, atau yang biasa dikenal sebagai fandom.

Tak heran, berdasarkan global insight Twitter pada 2021, Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penggemar K-Pop terbesar di platform tersebut. Indonesia juga menyandang status sebagai negara dengan jumlah cuitan K-Pop terbanyak dalam dua tahun terakhir, yakni pada 2020 dan 2021.

Di Indonesia, para penggemar K-Pop saling bertukar informasi dan melakukan aktivitas baik secara daring maupun luring. Studi yang dilakukan Alimah (2021) misalnya, menemukan bahwa komunitas penggemar K-Pop ARMY (sebutan untuk penggemar grup band BTS) di Yogyakarta menjadi wadah untuk memperkaya pengetahuan seni, ekonomi, dan gaya hidup. Komunitas ARMY di Yogyakarta juga menjadi tempat pemenuhan aktualisasi diri bagi para anggotanya.

Menurut laporan BBC, penggemar K-Pop juga merambah aktivisme, misalnya dengan meramaikan jagad Twitter lewat tagar #AllLivesMatter atau #BlueLivesMatter, sebagai respon ketidaksetujuan terhadap tagar #WhiteLivesMatter yang digerakkan oleh orang-orang kulit putih yang merasa dikecualikan akibat ramainya tagar #BlackLivesMatter.

Menguatnya geliat aktivisme K-Poppers tidak terlepas dari fanatisme yang tumbuh subur di dalam komunitas mereka. Hal ini terutama didukung oleh kemudahan akses digital untuk mengonsumsi, mendistribusikan, dan mereproduksi budaya populer, seperti disebut dalam laporan Tirto.

Lewat Podcast SuarAkademia Dosen Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Wisnu Prasetya Utomo menuturkan bahwa Hallyu atau Korean wave bisa punya daya tarik yang besar ke audiens salah satunya karena elemen yang dia sebut sebagai hybridity atau hibriditas.

Istilah ini merujuk pada percampuran budaya lokal dan global dalam Hallyu yang membuatnya mudah diterima di negara-negara Barat maupun negara Asia lainnya.

“Untuk audiens di Asia termasuk di Indonesia, saya kira selain hibriditas unsur proximity ya, unsur kedekatan. Unsur kedekatan artinya kedekatan secara budaya, dalam konteks kita sebagai orang Asia itu kan gak bisa dilepaskan,” katanya, dalam podcast yang disiarkan 24 Juni 2021.

Berbasis temuan-temuan yang ada, termasuk besarnya basis pecinta K-Pop di Indonesia, Tim Riset Tirto tertarik untuk melihat potret aktivitas para penggemar K-Pop di Indonesia. Oleh karenanya Tim Riset Tirto bersama Jakpat mengadakan survei terkait hal tersebut.

Jakpat sendiri merupakan penyedia layanan survei daring yang memiliki lebih dari 1,1 juta responden di Indonesia.

Metodologi

Survei dilangsungkan pada tanggal 19 Desember hingga 20 Desember 2022 dan melibatkan 1.500 responden.

Wilayah riset: Indonesia yang tersebar di 34 provinsi

Instrumen penelitian: Kuesioner online dengan Jakpat sebagai penyedia platform

Jenis sampel: Non probability sampling responden Jakpat

Margin of error: Di bawah 3 persen

Profil Responden

Survei ini melibatkan responden yang berusia antara 15 – 39 tahun. Mayoritas responden berusia 20 - 25 tahun, proporsinya sebanyak 33,40 persen dari total responden. Sementara dari segi jenis kelamin, proporsi responden laki-laki dan perempuan cukup berimbang, meski jumlah responden perempuan sedikit lebih banyak yakni sebesar 53,60 persen.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Untuk pengeluaran bulanan, kebanyakan responden membelanjakan kurang dari Rp1.500.000 per bulan (31,93 persen). Dengan selisih persentase cukup tipis, kisaran pengeluaran Rp1.500.001 – Rp3.000.000 mencatat kelompok terbanyak kedua dalam profil responden survei ini.

Hampir setengah dari keseluruhan responden, yaitu sejumlah 43,27 persen, berasal dari kalangan pekerja, mulai dari pekerja di bidang kesehatan, pendidikan, manufaktur, retail, pemasaran, teknologi, seni, hingga media dan jurnalisme.

Menyusul setelahnya adalah kelompok mahasiswa (15 persen), pengusaha (10,20 persen), dan ibu rumah tangga (12,80 persen). Lalu sisanya merupakan kelompok yang tidak bekerja dan kelompok pelajar.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Mereka mayoritas tinggal di pulau Jawa, dengan persentase menyentuh 77, 80 persen.

K-Pop Enyahkan Stres

Tirto mengajukan pertanyaan awal untuk memisahkan penggemar K-Pop dengan kelompok yang sama sekali tak menyukainya.

Dari 1.500 responden, sebanyak total 73,80 persen menyatakan suka dengan K-Pop, baik yang menyatakan terafiliasi dan tidak terafiliasi dengan fandom tertentu. Kebanyakan responden tidak mengasosiasikan diri dengan fandom tertentu.

Jika dilihat dari jenis kelamin, responden yang menyatakan suka dengan K-Pop, baik yang terafiliasi ataupun tidak terafiliasi dengan fandom tertentu, kebanyakan berjenis kelamin perempuan, sebanyak 60,07 persen. Namun, ada pula 39,93 persen responden laki-laki yang menyatakan menyukai K-Pop.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Adapun lima fandom paling populer di kalangan fans yang terafiliasi dengan kelompok penggemar tertentu adalah ARMY, BLINK, EXO-L, NCTzen dan V.I.P. Kelimanya secara berturut-turut merupakan sebutan untuk fans grup K-Pop BTS, BLACKPINK, EXO, NCT, dan Big Bang.

Jumlah fans grup K-Pop BTS, ARMY, merupakan yang terbanyak di antara responden survei, yakni 54,67 persen, atau lebih dari setengah penyuka K-Pop yang terafiliasi dengan fandom.

Sebagai catatan, sebagian besar responden mengaku mengasosiasikan diri dengan lebih dari 1 kelompok fandom.

Selain yang tertera dalam grafik di atas, ada pula responden yang mengasosiasikan dirinya dengan fandom My Day—fandom dari grup Day6, Sone—penggemar grup SNSD, dan fans grup Red Velvet ReVeluv.

Sementara itu, terkait aspek yang menjadi daya tarik K-Pop didominasi oleh musik atau lirik lagu yang dibawakan, yaitu sebesar 77,15 persen. Hal lain yang menarik berturut-turut adalah penampilan, koreografi, visual, dan karakter personil dalam grup.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Lalu ada sekitar 1,08 persen responden memilih opsi lain sebagai daya tarik K-Pop, di antaranya tujuan dibentuknya boyband dan tingkah laku random para idol K-Pop.

Temuan tentang musik sebagai hal menarik dari K-Pop ini ternyata masih sama dengan hasil survei Jakpat pada 2016 silam. Survei itu menemukan kalau musik adalah alasan utama penggemar menyukai K-Pop, mengungguli alasan personal idol dan unsur visual lainnya seperti koreografi dan penampilan. Survei Jakpat tersebut mengikutsertakan 793 orang dengan rentang umur 15 – 35 tahun.

Lebih lanjut ketika ditanya hal positif yang didapat dari menggemari K-Pop atau jadi bagian dari fandom, mayoritas menjawab K-Pop bisa menghilangkan stres (67,21 persen), diikuti mendapatkan hiburan dari lagu dan music video (MV) K-Pop (66,67 persen) serta bisa belajar Bahasa Korea (52,21 persen). Jawaban yang juga banyak dipilih adalah bisa mendapat semangat dan motivasi dari lagu-lagu K-Pop, belajar budaya Korea, dan mendapatkan teman sesama penggemar K-Pop.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Sebuah studi dengan metode wawancara yang dilakukan Joey Teo Kai Ting (2019) berjudul “Managing Depression with K-Pop Fandoms” juga menemukan hal serupa. Para penggemar K-Pop pada studi itu bilang musik pop Korea berfungsi untuk mengalihkan perhatian mereka dari pikiran negatif dan memberi mereka kenyamanan dan penyembuhan.

Tirto juga memberikan pertanyaan terbuka bagi responden untuk menceritakan momen berkesan selama menjadi fans K-Pop. Ketika dianalisis dengan mengelompokkan jawaban yang serupa, kebanyakan dari mereka atau sebanyak 27 persen responden rupanya menjadikan aktivitas “menonton idola baik langsung maupun tidak langsung” sebagai kesempatan berharga dan tidak terlupakan.

Hal itu tergambar misalnya saat mendatangi konser bersama sesama penggemar atau saat idola mereka comeback alias merilis album atau single. Tak sekadar memori menonton, kelompok jawaban tersebut juga meliputi pengalaman responden saat memperoleh tanda tangan atau bisa berfoto bersama idola.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Akses Konten K-Pop Setidaknya Sejam per Hari

Kebanyakan responden survei baru menyukai K-Pop 3 tahun terakhir (35,23 persen), yang berarti termasuk periode ketika pandemi mulai merebak pada awal 2020. Periode waktu menyukai K-Pop terbanyak urutan kedua dan ketiga adalah lebih dari 6 tahun dan kurang dari satu tahun, jumlahnya masing-masing 26,20 persen dan 21,59 persen.

Dilansir CNBC, pandemi memang bikin banyak orang muda meningkatkan penggunaan teknologi setidaknya satu alat digital. Hasil riset Katadata Insight Center (KIC) bersama Zigi.id pun membeberkan pertumbuhan terbesar penyuka hiburan Korea Selatan secara umum (termasuk K-Pop, K-Drama, K-Movie) adalah tahun 2020, sejumlah 10,9 persen dibanding rerata tahun-tahun sebelumnya 6,7 persen. Penelitian itu dilangsungkan secara daring medio 2022 dan melibatkan 1.609 responden.

Kemudian, Tirto menemukan bahwa kebanyakan responden penyuka K-Pop mengonsumsi konten K-Pop sebanyak 1 hingga 3 jam sehari.

Sisanya, 39,30 persen menjawab kurang dari 1 jam, 9,85 persen mengakses 4 – 6 jam, dan 5,51 persen mengakses konten K-Pop selama 6 jam lebih per hari.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Segendang sepenarian, survei KIC bersama Zigi.id terhadap penggemar hiburan Korea Selatan juga mengungkap rerata waktu mengakses konten idola tercatat 3 jam per hari. Konten idola dalam hal ini melingkupi lagu, reality show, MV, dan film.

Adapun hal-hal yang dilakukan sebagai penggemar K-Pop atau bagian dari fandom, paling umum menjawab streaming lagu (76,69 persen), menyaksikan MV (66,21 persen), dan mengikuti berita atau wawancara idol atau grup K-Pop (59,44 persen). Di samping itu ada pula yang membeli merchandise, menonton konser, dan membuat fanfiction.

Sementara itu, penggemar K-Pop sendiri paling banyak mengakses konten K-Pop di media sosial seperti Youtube (88,80 persen), Instagram (71,18 persen), dan Tiktok (62,51 persen). Lalu di urutan keempat diduduki aplikasi streaming lagu Spotify, jumlahnya sebesar 46,43 persen.

Responden juga menyebut platform seperti V Live dan Weverse, yang memfasilitasi live video dan komunikasi antara artis dan fans, sebagai kanal yang diakses untuk mengonsumsi konten K-Pop.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Jika dilihat dari intensitas konsumsi konten K-Pop, aktivitas sebagai penggemar K-Pop ini mungkin bisa sedikit terjelaskan dari hasil penelitian yang dipublikasikan oleh Jurnal Cognicia. Studi dari Almaida, dkk (2021) tersebut, yang berfokus pada dinamika psikologis penggemar K-Pop, menggunakan konsep celebrity worship atau pemujaan selebriti, yang mana terdapat tiga tingkatan antara lain entertainment social, intense personal feeling, dan borderline pathological.

Pada tahap intense personal feeling, seorang penggemar K-Pop telah memiliki ikatan emosional dengan idola dan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan. Adanya ikatan itu juga membuat fans memiliki kecenderungan untuk mengikuti kabar dan aktivitas yang dilakukan idolanya. Salah satu responden penelitian tersebut bahkan menganggap idolanya memiliki happy virus, dengan kata lain subjek merasa senang dan lebih baik setelah melihat tingkahnya walaupun hanya melalui layar HP atau laptop.

Mayoritas K-Poppers Pernah Berdonasi untuk Bencana

Sebagaimana tak semua penggemar K-Pop mengasosiasikan diri dengan fandom tertentu, K-Poppers pun tak selalu tergabung dalam fanbase atau komunitas penggemar. Hal ini dibuktikan dengan 61,97 persen responden yang menyatakan tidak terlibat dan 38,03 persen bilang terlibat dalam fanbase.

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Di antara kelompok yang terlibat, aktivitas yang umumnya mereka lakukan dalam fanbase adalah berbagi informasi atau berita mengenai K-Pop, menonton MV atau streaming lagu idol sebanyak-banyaknya terutama saat video atau lagu baru diluncurkan, dan mengadakan kegiatan sosial.

Namun, aktivitas fanbase K-Pop ini tak hanya berkutat di sekitar idol dan grup K-Pop semata. Ada pula aktivitas sosial yang dilakukan oleh para penggemar K-Pop yang tergabung di fanbase atau komunitas penggemar K-Pop tertentu.

Donasi untuk bencana menjadi jawaban paling banyak sebagai kegiatan sosial yang pernah diikuti fans bersama komunitasnya, jumlahnya mencapai 75,53 persen. Menyusul kemudian adalah galang dana pandemi COVID-19 (52,49 persen), aksi peduli isu kekerasan (39,43 persen), berbagi buku (36,10 persen), dan aksi peduli hewan (34,20 persen).

Infografik Riset Mandiri K-Pop

Infografik Riset Mandiri K-Pop. tirto.id/Quita

Contoh galang dana yang masif dilakukan beberapa fandom K-Pop tahun ini yakni pada Oktober pasca terjadi tragedi Kanjuruhan. Dilansir Liputan 6, mulai dari ARMY, NCTzen dan WayZenni, sampai ELF berhasil mengumpulkan ratusan juta yang kemudian mereka salurkan bagi keluarga korban terdampak.

Fanbase dan influencer memang memiliki kekuatan dalam menggerakkan pengikutnya untuk terlibat aktif dalam kegiatan sosial yang dilakukan di media online. Hal itu dikemukakan Wahyuningtyas dan Kusuma (2021) dalam studinya berjudul “Interweaving identity and digital fandom social movements: A case study of the BTS Army Indonesia Peduli Bencana.”

Fanbase disebut berperan sebagai agen sosial yang aktif mengkampanyekan proyek kemanusiaan sebagai identitas budaya sebuah fandom yang diadopsi dari nilai-nilai grup idola.

Tulisan ini merupakan bagian pertama dari analisis hasil riset survei terkait K-Pop bersama Jakpat.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty