Menuju konten utama

Revisi KUHAP: Pengacara Hasto Minta Tersangka Ditahan saat Vonis

Maqdir meminta legislator mempertimbangkan kondisi lapas dan rutan yang penuh sesak dan hal tersebut sudah mengarah pada pelanggaran hak asasi.

Revisi KUHAP: Pengacara Hasto Minta Tersangka Ditahan saat Vonis
Pengacara Romahurmuziy, Maqdir Ismail (kanan) bersiap mengikuti sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (6/5/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.

tirto.id - Pengacara Maqdir Ismail mengusulkan kepada Komisi III DPR RI agar penegak hukum tidak melakukan penahanan kepada tersangka maupun terdakwa sebelum ada putusan hakim di persidangan. Pria yang kini menjadi kuasa hukum Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, itu merujuk pada prosedur hukum di Belanda karena di negara tersebut sangat jarang orang ditahan sebelum ada vonis dari pengadilan.

Maqdir berharap ketentuan hukum dari Negeri Kincir Angin tersebut dapat diadaptasi dan diterapkan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

"Mengenai batasan penahanan masa sebelum atau sesudah persidangan, saya kira kalau tidak keliru salah satu di antaranya yang menarik dari Belanda, sangat jarang orang ditahan di pra-persidangan. Orang itu akan ditahan sesudah menjalani hukuman atau divonis," kata Maqdir dalam rapat dengar pendapat umum terkait penyusunan RUU Hukum Acara Pidana bersama Komisi III DPR RI, Jakarta, Rabu (5/3/2025).

Pria yang juga kuasa hukum eks Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, ini berdalih dengan adanya penahanan sebelum ketuk palu sidang oleh majelis hakim akan membuat sel tahanan menjadi penuh. Pria yang pernah menjadi pengacara mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, ini mengingatkan bahwa saat ini banyak rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas) yang penuh sesak sehingga tidak layak dihuni kembali.

"Salah satu catatan yang perlu kita pikirkan sehingga tidak seperti sekarang LP kita bahkan rumah tahanan negara kita sudah penuh sesak," kata Maqdir.

Pria yang pernah menjadi kuasa hukum mantan Ketua DPR, Setya Novanto, ini menilai, lapas dan rutan yang diisi tahanan maupun napi secara penuh sesak sama dengan bentuk pelanggaran HAM.

"Bahkan ada beberapa orang teman bilang orang disusun seperti sarden, menurut hemat saya ini adalah salah satu pelanggaran hak asasi," kata Maqdir.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) ini mengungkapkan, banyak tokoh politik yang harus ditahan sebelum ada kejelasan putusan dari pengadilan. Menurut Maqdir, tokoh politik tidak perlu ditahan karena memiliki kejelasan secara profil pribadinya, sehingga tidak memungkinkan untuk melarikan diri.

"Saya lebih cenderung penahanan dilakukan setelah ada putusan, kecuali misalnya terhadap orang-orang yang tidak terang alamatnya yang tidak jelas pekerjaannya. Kalau orang-orang yang jelas, tokoh politik, rumahnya jelas, gampang melihatnya, mestinya tidak perlu kita lakukan penahanan, apalagi belum ada bukti yang sangat substansial bahwa orang ini sudah melakukan kejahatan," kata dia.

Baca juga artikel terkait KUHAP atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Hukum
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher