tirto.id - Chernobyl adalah sebuah mini serial baru garapan HBO dan Sky Studio yang mulai tayang pada 6 Mei 2019 lalu. Chernobyl mengisahkan tentang drama bencana nuklir yang disebabkan oleh kecerobohan manusia.
Tidak hanya mengisahkan sejarah, Chernobyl juga mendramatisir kenyataan menjadi tontonan cerdas mengenai sejarah.
Vanity Fair menyebut drama yang terdiri dari 5 episode ini sebagai tayangan yang jenius, mengubah paradigma tentang salah satu kekacauan terbesar sepanjang sejarah dengan pengambilan gambar yang tepat, sehingga menggambarkan dunia sebagaimana aslinya.
Chernobyl sukses meraih perhatian penonton, terbukti dari review di IMDb yang mencapai 9,5 sekaligus menjadi tayangan teratas dari 250 Top Rated TV Shows, mengalahkan Planet Earth II.
Tidak hanya itu, film garapan Craig Mazin ini membuat penonton ingin tahu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa Chernobyl yang terjadi pada 1986 tersebut.
Dilansir Vanity Fair, pada minggu debutnya, pencarian Google tidak hanya tentang “chernobyl”, melainkan juga “ebmk reactor”, “valery legasov”, dan “pripvat” mencuat tajam. Intitut Energi Nuklir (NEI), sebuah badan pembuat hukum industri teknologi nuklir, segera membuat salinan fakta mengenai Chernobyl itu sendiri.
Tragedi Chernobyl pada 1986 adalah tragedi nuklir terbesar, yang mana bencana nuklir terjadi di fasilitas nuklir Chernobyl, ledakannya mencapai level 7 dan melibatkan 7 ton nuklir ke atmosfer (sebagai perbandingan, Hiroshima dan Nagasaki melibatkan masing-masing 2 ton nuklir ke atmosfer).
Film ini dianggap cukup berani, karena mengangkat kisah tentang radiasi tak kasat mata dan propaganda Rusia bukan perkara mudah untuk didramatisir. Namun Chernobyl berhasil membuat efek otokratis horor yang menghanyutkan.
Salah seorang penonton, Andrew Smith dalam Telegraph mengatakan,
“Menakjubkan, benar-benar tayangan papan atas. Skrip, penyutradaraan, musik, akting, luar biasa. Setiap orang harus nonton serial ini kalau bisa, dua-duanya, baik film serialnya maupun kisah yang diangkat sungguh luar biasa.”
Ia juga menambahkan, keberanian, dedikasi, dan kesadaran warga Soviet dalam menghadapi bencana kataklismik yang tak terduga tersebut, serta cara rezim menyelesaikan masalah sangatlah jenius.
Dalam film tersebut juga terdapat detail seperti mainan anak-anak Rusia di zaman itu, kendaraan, hingga dekorasi rumah, menurut isterinya yang tinggal di Ukraine pada tahun 70-80 an sangat detail dan akurat.
Penonton lainnya, Mark Desade juga menyampaikan ketakjubannya terhadap film ini. Ia menyebut film ini dapat menjadi pembelajaran teknologi nuklir tidak bisa diandalkan dalam hal keamanan. Michael McMurthy menyebut film ini brilian untuk kategori drama, politik, dan sains.
Penambahan musik horor seperlunya membuat ketegangan terasa nyata tanpa terkesan berlebihan.
Mazin juga memperhatikan sudut pencitraan tokoh dalam film ini. Sebagai contoh, pemeran utama Valery Legasov (Jared Harris) yang merupakan fisikawan nuklir dan pahlawan utama di film ini yang karena tragedi Chernobyl memilih untuk bunuh diri pada akhir film.
New York Post menyebut Legasov memainkan poros intrik drama di film ini. Terutama perjalanan Legasov yang berdiri di pengadilan sebagai saksi, dalam fantasi murni dia dengan berani memberi klue rahasia Soviet hingga ia tragedi bunuh dirinya.
Chernobyl juga dianggap sebagai dampak kesalahan operator alih-alih kegagalan desain reaktor nuklir itu sendiri.
Namun, film yang berakhir pada 3 Juni 2019 ini tidak telak mendapat pujian. Beberapa mengkritik film ini, seperti RT yang menyebut film ini tenar, tapi tidak otentik alias fake atau palsu.
Memang otentisitas bukan hal utama dalam drama, tetapi hal-hal seperti rezim yang bersikap klise seperti menggertak, mengolok-olok, dan menggebrak meja justru tampak seperti gangster cemberut daripada pejabat.
Selain itu, posisi setiap tokoh yang merasa diri melakukan hal yang benar, prioritas yang salah, dan keengganan melawan sistem tampak seperti film-film kartun superhero anak-anak daripada sebuah kisah tentang kejadian nyata yang mematikan.
Hal senada juga diutarakan Lucy Mangan dalam The Guardian menyebut drama ini membingungkan di mana banyak pertanyaan historik yang tidak terjawab dalam film ini, yang diangkat dari sebuah kejadian nyata.
Narasi yang kacau dan banyaknya intrik karakter, menurutnya, membuat penonton harus berusaha keras menjaga fraksionalnya tetap lurus.
Chernobyl mengisahkan kekacauan, tetapi karakter di dalamnya juga ikut kacau, termasuk prioritas penyelamatan dalam film ini.
Chernobyl bisa jadi kisah yang memiliki segala-galanya, tetapi untuk saat ini, Mangan menambahkan, kisah ini timpang dalam hal keadilan, terutama dalam menceritakan krisis humanis seperti itu.
Editor: Dipna Videlia Putsanra