Menuju konten utama

Respons Pemda di NTB Usai Rumah Warga Ahmadiyah Diserang Massa

Pemkab Lombok Timur mengklaim sedang menyiapkan bantuan ke para warga Ahmadiyah yang terpaksa mengungsi usai rumahnya diserang massa.

Respons Pemda di NTB Usai Rumah Warga Ahmadiyah Diserang Massa
Kondisi setelah terjadinya perusakan dan pengusiran 7 Kepala Keluarga penganut Ahmadiyah, di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Kec. Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. FOTO/Doc. JAI.

tirto.id - Sejumlah rumah milik warga Jemaat Ahmadiyah di Dusun Grepek Tanak Eat, Desa Greneng, Sakra Timur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dirusak oleh sekelompok massa.

Perusakan dan pengusiran oleh massa itu dilakukan sebanyak tiga kali, yakni Sabtu siang dan malam (19/5/2018), serta Minggu pagi (20/5/2018) sekitar pukul 06.30 WITA. Serangan massa itu mengakibatkan 8 rumah milik anggota Jemaat Ahmadiyah rusak dan empat sepeda motor hancur. Selain itu, 24 penduduk dari tujuh keluarga harus dievakuasi dan terpaksa menginap di Mapolres Lombok Timur usai insiden tersebut.

Penjabat sementara (Pjs) Bupati Lombok Timur, Ahsanul Khalik mengatakan penanganan terhadap para warga Jemaat Ahmadiyah korban insiden itu sudah dirapatkan dengan Kejaksaan Negeri Selong, Polres Lombok Timur, Kodim 1615 Lombok Timur, serta Pemkab Lombok Timur.

"Kami memprioritaskan penanganan bantuan kebutuhan pokok. Kami juga akan memenuhi kebutuhan pakaian, terutama untuk anak-anak usia sekolah. Sudah dikoordinasikan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," kata Ahsanul usai rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kabupaten Lombok Timur, pada Minggu petang seperti dikutip Antara.

Menurut Ahsanul, rapat itu juga membahas kemungkinan pemerintah daerah memberikan bantuan dana untuk perbaikan rumah warga Jemaat Ahmadiyah yang dirusak oleh massa. "8 rumah yang dirusak sudah dibersihkan oleh TNI, kepolisian dan satuan polisi pamong praja," ujar dia.

Ahsanul mengklaim proses hukum terhadap kasus ini sedang dijalankan oleh Polres Lombok Timur. 12 warga Ahmadiyah sudah dimintai keterangan. Polisi juga sedang melakukan identifikasi terhadap para pelaku perusakan. Perusakan itu diduga dilakukan oleh banyak warga dalam satu desa.

"Untuk sementara, kondusivitas daerah dan penanganan saudara-saudara kita di penampungan yang menjadi prioritas, mereka harus terlindungi dan terpenuhi kebutuhannya," kata dia.

Ahsanul menambahkan rapat tersebut memutuskan penerbitan surat edaran yang meminta masyarakat di Lombok Timur menahan diri dan tidak melakukan hal-hal di luar ketentuan hukum.

Sementara itu, Kapolres Lombok Timur AKBP M Eka Faturrahman hanya memberikan keterangan singkat, yakni proses hukum sedang berjalan, saat dimintai konfirmasi mengenai insiden ini.

Melalui keterangan resminya, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mengecam penyerangan terhadap rumah warga Ahmadiyah dan menyesalkan kepolisian gagal mencegah insiden itu. Menurut dia, serangan itu merupakan bentuk persekusi kepada warga Jemaat Ahmadiyah dan didasari sikap kebencian dan intoleransi yang merupakan tangga pertama menuju terorisme.

Sedangkan Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai penyerangan dan pengusiran warga Ahmadiyah di Lombok Timur merupakan pelecehan terhadap hak asasi manusia.

"Pihak berwenang harus memastikan semua serangan tersebut dihentikan, insiden tersebut diselidiki secara menyeluruh serta para pelaku dibawa ke pengadilan,” kata Usman dalam siaran resmi lembaganya.

Sementara Sekretaris Pers PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Yendra Budiana menyatakan indikasi akan adanya serangan massa itu sudah muncul sejak Maret 2018. Indikasi itu dipertegas oleh kejadian pada 9 Mei 2018 di Lombok Timur, tapi di desa yang berbeda.

“Semua rentetan peristiwa tersebut sejak awal telah dilaporkan oleh pengurus Muslim Ahmadiyah Lombok kepada kepolisian dan beberapa kali dilakukan dialog yang dihadiri Polsek dan Polres Lombok Timur,” kata Yendra di siaran persnya.

Dia menilai rentetan peristiwa sejak Maret 2018 hingga 20 Mei 2018 memiliki motif yang sama, yakni “Sikap kebencian dan intoleran pada paham keagamaan yang berbeda yang berujung pada pemaksaan untuk keluar dari komunitas Muslim Ahmadiyah atau ancaman pengusiran.”

Yendra mendesak pemerintah dan kepolisian memberikan jaminan keamanan untuk warga Ahmadiyah sekaligus hak mereka dalam menempati rumahnya dan hak melaksanakan ibadah sesuai keyakinannya.

Yendra juga meminta penegakan hukum dilakukan secara adil terhadap kasus penyerangan, perusakan dan pengusiran tersebut. Dia juga berharap pemerintah memberikan solusi atas rusak dan hilangnya harta benda milik warga Ahmadiyah akibat insiden penyerangan massa di Lombok Timur.

Menurut dia, insiden di Lombok Timur ini merupakan kejadian yang sudah puluhan kalinya dan terus berulang di NTB karena ketidaktegasan penegakan hukum dan lambatnya penanganan kepada Komunitas Ahmadiyah yang sudah lebih dari 10 tahun mengungsi.

Baca juga artikel terkait PENYERANGAN AHMADIYAH atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom