Menuju konten utama

Respons Ketua BEM UI Soal Tawaran Jokowi Kirim Mahasiswa ke Asmat

Zaadit Taqwa mengaku akan menolak tawaran Jokowi untuk memberangkatkan BEM UI ke Asmat.

Respons Ketua BEM UI Soal Tawaran Jokowi Kirim Mahasiswa ke Asmat
Anak-anak menggunakan alat komunikasi di Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Sabtu (27/1). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Ketua BEM UI Zaadit Taqwa beraksi mengacungkan “kartu kuning” pada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (2/2/2018) lalu. Atas nama BEM UI, ia meminta Jokowi agar segera menyelesaikan kasus gizi buruk di wilayah Papua tersebut.

Presiden Jokowi mengungkapkan tidak mempermasalahkan tindakan Zaadit ini. Ia justru berencana mengirim ketua dan anggota BEM UI untuk ikut melihat kondisi di Asmat, Papua

Kepada Tirto, Zaadit memberikan tanggapan soal rencana tersebut. Jika tawaran dari Jokowi untuk memberangkatkan mahasiswa ke Asmat itu benar-benar datang, ia mengaku akan menolaknya.

"Daripada untuk memberangkatkan mahasiswa [ke Asmat], lebih baik uang itu dialihkan saja untuk memberangkatkan para ahli yang mungkin lebih bisa memberikan solusi langsung," jelas mahasiswa FMIPA UI itu, Senin (5/2/2018).

Kendati demikian, bukan berarti BEM UI tak serius dalam mengawal isu gizi buruk dan wabah campak yang menelan banyak korban di Papua.

Demi menjawab tantangan Jokowi, Zaadit melakukan pengumpulan dana melalui website kitabisa.com yang akan digunakan untuk memberangkatkan beberapa anggota BEM UI ke Papua.

"Baru kami buka kemarin sore sudah [terkumpul] sekitar Rp26 juta. Mudah-mudahan nih terus bertambah," imbuhnya.

Saat Tirto mengunjungi website tersebut, donasi yang terkumpul sudah mencapai Rp 39.532.403 pada Senin malam, atau sekitar 79 persen dari total target sebesar Rp50 juta.

Sementara itu, peneliti LIPI Adriana Elisabeth menilai tanggapan Jokowi atas "kartu kuning" Zaadit sudah tepat. Terutama, lantaran masalah gizi buruk dan wabah campak yang menyerang suku Asmat bukan persoalan mudah yang membutuhkan penanganan komprehensif dan berkelanjutan.

"Ini terjadi sudah sejak lama dan bukan yang pertama. sejak tahun 80-an sudah ada kematian bayi-bayi di Papua karena masalah yang sama dan tidak diberitakan," ungkapnya saat dihubungi Tirto.

Beberapa persoalan yang harus diselesaikan misalnya, adalah infrastruktur dan akses terhadap kesehatan masyarakat Asmat serta budaya dan pemahaman masyarakat soal kesehatan yang tak bisa serta-merta diubah dalam waktu singkat. Hal ini lah yang membuat masalah gizi buruk di Kabupaten Asmat terus berulang.

Sebagai mahasiswa, menurut Adriana, Zaadit dan BEM UI perlu berangkat dan melihat langsung realitas sosial masyarakat Asmat. Hal ini perlu dilakukan agar kritik yang disampaikan berangkat dari persoalan riil di lapangan.

"Kalau kritik tanpa tahu situasinya seperti apa keadaanya, memang harus diberangkatkan supaya mereka mengerti," ujarnya. "Saya enggak ada urusan dengan prestasi dengan pemerintah Jokowi. Tapi kritik dengan kartu kuning itu lucu aja. Enggak menyelesaikan masalah."

Baca juga artikel terkait DANA OTSUS atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari