Menuju konten utama

Rencana Pembebasan Ba'asyir Dinilai Tak Bermuatan Politis

Tim Pengacara Muslim (TPM) menyatakan pembebasan bersyarat Abu Bakar Ba'asyir oleh Jokowi tidak bermuatan politis, rencana pembebasan adalah hal biasa yang tidak perlu dibesar-besarkan.

Rencana Pembebasan Ba'asyir Dinilai Tak Bermuatan Politis
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (kiri) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pras.

tirto.id - Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta mengatakan, tidak ada unsur bermuatan politis dalam rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir oleh Presiden Jokowi.

“Tidak berkaitan dengan politik. Semua murni dalam ranah hukum dan hak narapidana,” ujar dia di kantornya, Sabtu (19/1/2019).

Ia menyatakan rencana pembebasan adalah hal biasa yang tidak perlu dibesar-besarkan.

Tiga hal yang menjadi dasar rencana pembebasan, kata dia, adalah hak Ba’asyir yang sudah menjalani dua per tiga masa tahanan, kemanusiaan yakni usia Ba’asyir saat ini 81 tahun dan mengidap penyakit.

Pembebasan bersyarat bagi Ba’asyir, lanjut Mahendra, setelah kliennya menjalani sekurang-kurangnya dua per tiga masa pidananya dengan ketentuan dua per tiga tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Ba’asyir telah menjalani sembilan tahun pidana penjara dari 15 tahun masa hukuman.

“Ini yang menjadi dasar, bukan terkait politik,” ujar Mahendra.

Kuasa Hukum Paslon 01 Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra menyatakan, presiden mampu menyampingkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersama.

Permenkumham, lanjut dia, karena peraturan itu hanyalah kebijakan menteri. Ia mengatakan telah berdiskusi dengan Presiden Jokowi untuk pembebasan Ba’asyir.

Yusril menuturkan usai berbicara dengan Ba’asyir yang enggan menandatangani syarat pemberian pembebasan, ia melaporkan pembicaraan tersebut kepada Jokowi. Ia meminta orang nomor satu di Indonesia itu untuk mempertimbangkan pembebasan Ba’asyir dengan alasan kesehatan, usia, menjalani masa hukuman dan mengajukan pembebasan bersyarat berkali-kali namun belum ada keputusan.

“Saya berbicara dengan Jokowi, dia bilang tidak tega ada ulama yang dipenjarakan terlalu lama. Apalagi itu bukan di zaman saya (Jokowi),” kata Yusril menirukan Jokowi.

Dalam pembebasan bersyarat, lanjut Yusril, Jokowi, harus menandatangani surat pembebasan bersyarat. Ba’asyir enggan menandatangani sebab menurut ulama itu ia hanya taat kepada Islam, jika Pancasila sejalan dengan Islam, kenapa tidak taat kepada Islam saja. Alasan itulah yang juga disampaikan Yusril kepada Jokowi.

“Dia (Jokowi) bilang, pernyataan itu dapat dilaksanakan. Itu pembicaraan saya dengan Jokowi. Jika presiden menginstruksikan, maka boleh dilakukan, tidak perlu surat perintah,” ucap Yusril.

Abu Bakar Baasyir yang juga dipanggil Ustad Abu merupakan pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia. Dirinya diduga menjadi salah satu tokoh dalam jaringan teroris internasional seperti Al Qaeda serta grup separatis Islam Jemaah Islamiyah.

Pengadilan menjatuhkan vonis hukuman 15 tahun penjara kepada Baasyir lantaran dinilai terbukti terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

Baca juga artikel terkait ABU BAKAR BAASYIR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno