tirto.id - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali mengkaji agar badan usaha jalan tol (BUJT) memberikan diskon tarif tol saat hajatan besar mudik Lebaran 2018.
“Pemberian diskon ini untuk membagi arus lalu lintas. Untuk ruas tol yang masih sepi akan diberikan diskon sehingga dapat menarik masyarakat [untuk lewat]” kata Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PU dan Perumahan Rakyat Arie Setiadi saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Kepala BPJT Kementerian PU dan Perumahan Rakyat Herry TZ belum mau membeberkan besaran diskon yang akan dikenakan. Ia menegaskan potongan tarif tol merupakan bentuk pelayanan kepada masyarakat serta bukan untuk menaikkan volume kendaraan di jalan tol.
Ia meyakini kebijakan diskon bukan faktor yang mempengaruhi lonjakan kendaraan di ruas tol. Rencananya keputusan terkait diskon pada tarif tol akan segera diumumkan.
“Kalau diskon dengan pertambahan volume pengaruhnya tidak signifikan. Tapi kalau saat Lebaran volumenya besar, ya memang besar,” kata Herry.
Saat musim mudik nanti, Kementerian PU dan Perumahan Rakyat memprediksi, ada sepuluh titik rawan kemacetan di Tol Trans Jawa, yaitu: Ruas Tol Serang Timur-Merak; Simpang Susun Cikunir; Lokasi Pengerjaan Jakarta-Cikampek II Elevated; Gerbang Tol Cikarang Utama; Gerbang Tol Palimanan; Gerbang Tol Ciawi; Tol Pemalang-Batang menuju jalur fungsional; Tol Fungsional Batang-Semarang (Krapyak) ke Jalan Tol Semarang ABC; dan Simpang Susun Tol Bawen-Salatiga.
Selain itu, akses masuk tempat istirahat, tempat istirahat dan pelayanan, serta area parkir diprediksi juga akan menjadi titik-titik kemacetan. Sejumlah strategi yang bakal dilakukan untuk mengantisipasi kemacetan, di antaranya menghentikan sementara kegiatan konstruksi di jalan tol mulai dari H-10 sampai dengan H+10, serta mengakomodasi agar tol fungsional dapat berfungsi selama 24 jam. Herry menyebutkan Korlantas Polri adalah yang berwenang untuk mengatur penerapan tol fungsional.
Pemerhati Transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno menilai, pemerintah tidak perlu memberikan diskon untuk tarif tol saat mudik Lebaran. Dengan adanya diskon, hal itu malah bisa menjadi pemicu bagi para pemudik untuk kemudian fokus melintas lewat jalan tol.
Djoko berpendapat, upaya untuk mengurangi kepadatan di jalan tol seharusnya bisa ditempuh dengan membagi volume kendaraan ke jalur arteri. Ia pun menyarankan agar pemerintah tidak terlalu jor-joran dalam memberikan perhatiannya pada pemudik yang lewat jalur tol.
“Memang pemerintah sedang menggenjot fasilitas jalan tol buat pemudik. Di satu sisi, kalau ruas tol ini banyak, artinya bisa melancarkan. Namun tidak semua pemudik punya mobil, masih ada yang membutuhkan angkutan umum,” kata Djoko kepada Tirto pada Senin (21/5/2018).
Djoko menyarankan, pemerintah juga seharusnya bisa membagi perhatiannya untuk kualitas angkutan umum. Djoko mengatakan, memang tidak ada yang salah dengan sikap pemerintah yang menggeber pembangunan infrastruktur berupa jalan tol. Namun, perlu adanya langkah nyata agar angkutan umum juga ikut berkembang, salah satunya dengan pemberian subsidi bagi bus antar kota antar provinsi (AKAP).
“Ketimbang memberikan diskon untuk tarif tol, lebih baik dialihkan untuk memberi subsidi pada bus AKAP. Pemudik yang lewat tol itu sudah dapat subsidi juga dari bahan bakarnya. Kenapa bus AKAP tidak disubsidi?” ucap Djoko.
Djoko melihat pemerintah juga belum berhasil mengatasi banyaknya pemudik yang menggunakan sepeda motor. Ia pun mengindikasikan bahwa di sinilah seharusnya peran pemerintah untuk semakin sadar dalam memperbaiki kualitas angkutan umum serta mau memberikan insentif yang dibutuhkan.
Sekretaris Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno tidak melihat adanya urgensi bagi pemerintah dalam memberikan diskon pada tarif tol. Menurut Agus, diskon bisa diberikan saat layanan yang diberikan di jalan tol tidak sesuai dengan yang ditawarkan.
“Dalam kondisi normal, tidak ada hubungannya. Kalau BUJT bisa memberikan layanan yang baik kepada masyarakat, untuk apa diskon? Ujung-ujungnya hanya euforia. Yang terpenting adalah apa yang diberikan linear dengan yang diterima,” jelas Agus kepada Tirto.
Selain mengkhawatirkan diskon yang bisa berdampak pada volume kendaraan di ruas tol dan malah berpotensi membuat jalur arteri jadi relatif kosong, Agus juga menyebutkan perlunya audit pada tempat peristirahatan (rest area).
Berdasarkan analisis YLKI, rest area yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan kemacetan. YLKI pun mendorong agar audit tidak hanya meliputi luas rest area, namun juga dilakukan secara mendetail seperti menyoroti akses air bersih, pengelolaan toilet, tempat ibadah, SPBU, hingga harga makanan.
“Karena ini dapat menjadi titik kemacetan. Orang lama di rest area karena antre toilet ataupun musala. Jangan sampai terjadi penumpukan, lalu menimbulkan kemacetan di belakangnya,” jelas Agus.
Terkait dengan keberadaan rest area yang disebut-sebut malah menimbulkan kemacetan, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Arie Setiadi mengatakan bahwa solusi untuk masalah itu sedang dicari.
Salah satu langkah yang tengah dipikirkan pemerintah, ialah dengan membuat lajur khusus bagi kendaraan yang hendak beristirahat maupun yang hanya mengisi bahan bakar minyak (BBM).
“Ini supaya lalu lintas jadi lebih lancar. Untuk yang beristirahat akan disediakan mobil toilet, dan diusahakan untuk wanita jumlahnya dua kali lebih banyak. Karena kalau melihat tahun lalu, untuk yang wanita ini jumlahnya lebih banyak, sehingga antrenya panjang,” ungkap Arie.
Apabila masih juga terjadi kemacetan, pemerintah telah berkomitmen akan mengambil tindakan manajemen lalu lintas, seperti penerapan contra flow. Adapun pengalihan lalu lintas itu sepenuhnya akan dilakukan oleh pihak kepolisian.
Pada fasilitas rest area tersebut, nantinya juga akan dilengkapi dengan layanan agar pemudik bisa mengisi saldo hingga Rp2 juta. Namun, untuk rencana tersebut masih perlu pembicaraan lebih lanjut karena adanya kendala kuotaoutlet yang bisa menyediakan pengisian saldo sampai sebanyak itu.
Berbagai tantangan dan evaluasi selalu muncul dalam pelaksanaan mudik Lebaran setiap tahunnya. Di tengah semangat pemerintah yang berambisi dan segala gimmick untuk mulai menghubungkan Jakarta-Surabaya dengan Tol Trans Jawa pada tahun ini, rupanya pemerintah masih punya seabrek pekerjaan rumah yang perlu menjadi perhatian.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz