tirto.id - Maskapai penerbangan Lion Air diprotes oleh ratusan penumpang yang juga merupakan korban gempa bumi dan tsunami 7,4 SR, karena mereka ditelantarkan di Bandar Udara Mutiara Sis Al Jufri Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, Ahad (7/10).
Para penumpang itu merasa kesal, karena tidak ada kejelasan dari pihak maskapai terkait jadwal keberangkatan mereka ke Makassar, Sulawesi Selatan.
Bahkan, ratusan penumpang yang batal diberangkatkan pada Sabtu (6/10/2018) kemarin, dan dijanjikan berangkat dengan penerbangan hari ini pun tidak ada kejelasan hingga memicu terjadinya ketegangan dengan pihak bandara.
"Kami dijanjikan hari ini diberangkatkan, sejak kemarin ditunda. Tapi yang terjadi tidak ada kejelasan kapan diterbangkan, ada ratusan penumpang Lion grup di sini menunggu, tapi hanya disuruh bersabar," ujar Rustam salah seorang penumpang.
Penumpang lainnya, Feby menuturkan, dirinya telah membeli tiket secara online untuk berangkat hari ini Minggu (7/10/2018), namun ia diminta pulang dan kembali sore hari untuk mengecek keberangkatannya.
"Kami sekeluarga disuruh balik nanti sore baru kesini, tapi ternyata tidak ada kejelasan kapan diberangkatkan, mana harga tiketnya sangat mahal," ungkapnya.
Menurutnya, pihak maskapai sebaiknya tidak membohongi penumpang dengan membuka penerbangan tujuan Palu-Makassar sampai terjadi penundaan keberangkatan yang tidak jelas hingga terjadi penumpukan penumpang di bandara setempat.
"Kami merasa ditipu kalau begini, masa ditunda keberangkatannya tanpa ada kejelasan waktunya kapan, dan jam berapa, tapi ini tidak ada penyampaian," ucapnya kesal.
Rudianto yang hendak mengantar istri dan anak-anaknya ke Makassar harus besitengang dengan pihak operator maskapai karena mereka tidak juga memberangkatkan keluarganya. Dirinya mengancam akan menuntut dan melaporkan pihak maskapai ke kepolisian dengan dugaan tindakan penipuan.
"Saya akan lapor ke polisi bila hari ini keluarga saya tidak juga diberangkatkan. Kemarin seharusnya diberangkatkan tapi ditunda dengan alasannya tidak jelas. Hari ini pun begitu alasannya karena pesawat kurang dan tidak bisa mendarat," katanya dengan nada marah.
Seharusnya, maskapai penerbangan sipil ini tidak menjual tiket kepada penumpang untuk mendapatkan keuntungan lebih sementara tidak bisa bertanggung jawab terhadap konsumennya.
"Tidak usah menjual tiket kalau tidak mampu memberangkatkan penumpang, itu merugikan orang namanya, harganya pun sangat mahal. Manajemen maskapai Lion air memanfaatkan situasi ini untuk mendapat keuntungan besar," ungkapnya.
Sampai saat ini belum ada konfirmasi dari pihak managemen Lion Air untuk memberikan keterangan resmi menelantarkan penumpangnya. Berdasarkan pemantauan, sejumlah penumpang terlihat memadati bandara setempat, mereka mengelar tikar dan tidur di emperan bandara menunggu keberangkatan.
Harga tiket pun diketahui sangat tinggi, untuk tujuan Palu-Makassar dijual dengan harga mulai dari Rp1,3 jutaan hingga Rp2 jutaan, Palu - Jakarta Rp4 jutaan, tetapi tidak diberangkatkan dan masih menunggu kepastian.
Pihak operator maskapai berdalih bahwa pesawat yang ada belum bisa mendarat karena lalulintas bandara sangat padat. Selain itu, tidak ada faktor lain yang tidak bisa dijelaskan dengan alasan bukan untuk konsumsi publik.
Dari informasi yang peroleh salah satu maskapai penerbangan sipil, saat lepas landas di runway bandara nyaris bersenggolan dengan kapal militer Hercules yang hendak mendarat membawa logistik bagi korban gempa.
Padatnya penerbangan di bandara Mutiara Sis Al Jufri itu diduga karena banyaknya penumpang VVIP masuk ke Palu, ditambah masuknya bantuan asing dari luar negeri mendarat di bandara untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Hingga hari kesembilan pascagempa disertai tsunami di Kota Palu, Kabupaten Donggala dan Sigi ini, dilaporkan pesawat militer Hercules khusus mengangkut penumpang pengungsi mulai berkurang, dari hari sebelumnya. Bandara pun mulai terlihat lengang dari eksodus gang hendak meninggalkan Kota Palu, Sulteng.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo