tirto.id - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyinggung istilah "Ratu Adil" dalam pidatonya di sidang tahunan MPR tahun 2018, Kamis (16/8). Menurut Zulkifli, gagasan tersebut sempat diserukan sebelumnya oleh Presiden Sukarno.
"Gagasan tentang Ratu Adil yang disemboyankan Bung Karno adalah gagasan untuk mencapai masyarakat yang adil, makmur, gemah ripah loh jinawi. Gagasan tentang masyarakat yang tidak dibelenggu oleh kemiskinan," sebut Zulkifli.
Pernyataan Zulkifli ini dapat dianggap jargon semata. Namun, kelihaian Zulkifli dalam meletakkan "Ratu Adil" dalam pidatonya membuat dua kata itu tak jadi jargon, melainkan kritik terhadap pemerintahan Jokowi.
Sebelum menceritakan soal Ratu Adil, Zulkifli menyebutkan cita-cita yang ingin dicapai pendiri bangsa Indonesia. Lalu, setelah mengatakan soal Ratu Adil, Zulkifli malah menyitir sejumlah permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia.
Zulkifli mengatakan ada 3 persoalan ekonomi yang membutuhkan terobosan kebijakan pemerintah. Pertama, penurunan rasio gini dari 0,41 menjadi 0,39 lebih disebabkan turunnya pendapatan masyarakat kelas atas daripada naiknya pendapatan masyarakat kelas bawah.
Kedua, Indonesia juga terbelit masalah stabilitas dan defisit transaksi berjalan. Zulkifi mengatakan kesempatan berusaha dari kebijakan perluasan pembangunan infrastruktur harus didistribusikan secara luas ke daerah melalui usaha swasta besar, menengah, dan kecil.
"Tidak hanya dimonopoli oleh BUMN. Ini pesan daerah-daerah," tegas Zulkifli.
Ketiga, Zulkifli menyinggung masalah pengelolaan utang. Menurut Zulkifli, Indonesia semestinya menjaga perekonomian dan keuangannya supaya tidak dilanda krisis. Pemerintah, menurut Zulkifli, tidak bisa menyatakan utang pemerintah aman dengan rasio utang 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Ketua Umum PAN itu menyebut jumlah pembayaran utang pemerintah yang pada 2018 mencapai Rp400 triliun atau setara 7 kali dana yang diberikan kepada desa-desa dan 6 kali anggaran kesehatan seluruh rakyat Indonesia.
Zulkifli menegaskan, "Kita tidak perlu lagi memakai alasan nilai tukar rupiah melemah karena faktor global tanpa mau melihat diri sendiri ke dalam."
Selanjutnya, Zulkifli juga mengkritik peningkatan arus impor yang, dalam kata-katanya, "Sangat bebas dan tidak terkendali, sementara kemampuan ekspor melemah karena basis daya saingnya di industri rapuh."
Jalan Pedang Ratu Adil ala Jokowi
Sejarawan Asvi Warman Adam menuliskan dalam Bung Karno dibunuh tiga kali?: Tragedi Bapak Bangsa Tragedi Indonesia (2010) menulis ihwal penilaian Bernard Dahm—ahli pemikiran Sukarno—tentang pemikiran Sukarno.
Menurut Dahm, Sukarno memang kerap mengisahkan tokoh-tokoh yang muncul dalam tradisi budaya Indonesia, termasuk Ratu Adil, guna menyampaikan gagasannya. Istilah Ratu Adil hidup dalam tradisi Jawa. Ia disebut dalam rangkaian ramalan Jayabaya sebagai sosok yang akan menyelamatkan rakyat Jawa dari kesengsaraan.
Asvi menjelaskan Sukarno sempat mengutarakan konsep Ratu Adil versinya dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Menurut Sukarno, Ratu Adil merupakan sociale rechtvaardigheid, kesejahteraan bersama untuk seluruh rakyat.
"Rakyat ingin sejahtera. Rakyat ingin menciptakan dunia yang di dalamnya ada keadilan, di bawah pimpinan Ratu Adil. Oleh karena itu, kalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat, mencintai rakyat Indonesia, marilah terima sociale rechtvaardigheid ini," sebut Sukarno.
Sukarno juga diklaim sebagai Ratu Adil sebab mampu membawa Indonesia lepas dari belenggu penjajahan Belanda dan Jepang. Namun, bukan cuma Sukarno yang dicap sebagai Ratu Adil. Gurunya, H.O.S Cokroaminoto, terlebih dahulu dianggap sebagai sosok Ratu Adil karena kiprahnya mendirikan Sarekat Islam yang secara tegas menentang kolonialisme Belanda.
Tidak sedikit pula tokoh, sekelompok orang, maupun organisasi mengatasnamakan diri atau mendapat mandat dari Ratu Adil guna melancarkan perlawanannya terhadap rezim yang tengah berkuasa. Mereka antara lain Pangeran Diponegoro, gerakan pemberontakan petani abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Jawa, serta Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang dibentuk tentara eks tentara KNIL Raymond Westerling.
Ajat Sudrajat menuliskan dalam "Mesianisme Dalam Protes Sosial (Kasus Perjuangan Petani di Jawa Abad XIX dan XX)" (1991) bahwa gerakan ratu adil umumnya berasal dari seorang yang menerima peran sebagai pemimpin agama, nabi, atau juru selamat yang diikuti oleh orang-orang yang percaya kepadanya.
"Gerakannya bersifat revolusioner, karena menghendaki perubahan mutlak sehingga tidak mengenal kompromi dengan siapa pun yang dianggap sebagai lawan. Harapan akan datangnya seorang mesias dan terwujudnya milenium atau jaman emas merupakan ciri utama gerakan ini," ujar Ajat.
Narasi mengenai Ratu Adil ini pun tidak pernah habis dibicarakan hingga sekarang. Hampir setiap Pemilu, ramalan Jayabaya itu hadir kembali. Para kandidat, termasuk Jokowi dan Prabowo pada Pilpres 2014, disebut-sebut atau diklaim sebagai Ratu Adil yang mampu memimpin Indonesia memasuki era perubahan.
Dan, ucapan Zulkifi mengenai Ratu Adil dalam pidato pembukaan Sidang MPR pun masih terjebak dalam narasi klasik itu.
Ungkapan Ratu Adil versi Zulkifli dapat dipahami dalam konteks PAN, partai yang dipimpin Zulkifli, masuk dalam barisan pendukung Prabowo-Sandiaga. Zulkifli memanfaatkan betul pidatonya sehari sebelum peringatan kemerdekaan Indonesia ke-73 itu, tidak hanya sebagai Ketua MPR, tetapi juga sebagai politikus yang beroposisi terhadap pemerintahan Jokowi.
Meletakkan ucapan soal Ratu Adil di antara cita-cita pendiri bangsa dan kritik terhadap pemerintahan Jokowi merupakan cara Zulkifli merongrong klaim yang selama ini disematkan bahwa Jokowi adalah sosok Ratu Adil.
Zulkifli seolah ingin menegaskan bahwa Indonesia menantikan kemunculan Ratu Adil yang baru, yang melawan rezim yang berkuasa saat ini. Sosok Ratu Adil itu tak lain ialah Prabowo Subianto yang bakal menantang Jokowi pada Pilpres 2019 nanti.
Editor: Maulida Sri Handayani