Menuju konten utama

Ratna Sarumpaet Pakai Rekening Pribadi untuk Galang Dana, Masalah?

Jika tak punya rekening yayasan atau perkumpulan, bisa bekerja sama dengan organisasi lain.

Ratna Sarumpaet Pakai Rekening Pribadi untuk Galang Dana, Masalah?
Ratna Sarumpaet memberikan keterangan kepada media di kediamannya di Jl. Kampung Melayu Kecil 5, Jakarta Timur, Rabu (3/10/2018). Ratna Sarumpaet mengaku berbohong terkait penganiayaan yang menimpa dirinya. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Ratna Sarumpaet membuat hoaks soal penganiayaan yang mengakibatkan wajahnya bengkak. Saat ditelusuri, pihak kepolisian mendapati bengkak di wajah Ratna ternyata karena operasi plastik.

Operasi plastik Ratna dilakukan di Rumah Sakit Khusus (RSK) Bedah Bina Estetika di Menteng, Jakarta Pusat. Ini diketahui karena polisi menemukan nomor rekening 2721360727 atas nama Ratna melakukan transaksi untuk biaya operasi ke rumah sakit itu. Nomor rekening tercatat sedikitnya tiga kali bertransaksi yang seluruhnya senilai Rp90 juta.

Sekilas, tak ada masalah dengan transaksi tersebut. Namun jika diperhatikan lebih detail, nomor rekening yang dipakai untuk membayar operasi itu juga digunakan Ratna Sarumpaet untuk menggalang dana bantuan sosial bagi korban kecelakaan kapal motor Sinar Bangun di Danau Toba, Sumatera Utara.

Pada 29 Juni 2018, putri Ratna, Atiqah Hasiholan membuka pengumuman tentang penggalangan dana tersebut melalui akun Instagram miliknya. Pengumpulan dana itu dilakukan atas nama Ratna Sarumpaet Crisis Center dengan mencantumkan nomor rekening pribadi Ratna.

"Ratna Sarumpaet Crisis Center besok akan pergi bertemu dengan keluarga yang ditinggalkan. Banyak dari mereka dengan status ekonomi kurang mampu. Yang ingin berbagi, silahkan kirimkan dana untuk bantuan keluarga2 korban ke rekening BCA 2721360727," tulis Atiqah di akun Instagramnya.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengakui, polisi sudah tahu ihwal penggunaan rekening pribadi Ratna ini untuk menggalang dana bantuan. Saat ini, polisi tengah mendalami masalah tersebut.

"Beliau [Ratna] gunakan rekening itu untuk dana di Danau Toba, nanti bisa dilihat sendiri. Itu dalam proses penyidikan, penyidik menemukan beliau melakukan pembayaran di rumah sakit dengan menggunakan rekening itu," kata Setyo di Hotel Amoz, Jakarta Selatan, Kamis (4/10/2018).

Jika terbukti menyalahgunakaan dana bantuan sosial, Ratna dan Atiqah berpeluang dijerat dua pasal tindak pidana penggelapan. Di antaranya Pasal 372 KUHP dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan Pasal 378 KUHP terkait penipuan dengan ancaman penjara paling lama empat tahun.

Redaksi Tirto menelusuri badan hukum RSCC melalui data online Ditjen Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM. Namun, kami tak menemukan data terkait RSCC baik sebagai perkumpulan maupun yayasan, padahal RSCC telah lama berdiri.

RSCC diperkirakan terbentuk pada 2004, saat musibah tsunami menerjang Aceh. Saat itu, RSCC menghimpun relawan dari berbagai daerah untuk evakuasi korban meninggal di Aceh.

Dalam rekaman video yang diunggah oleh Ratna pada 2016 silam soal kegiatan RSCC untuk Aceh, Atiqah yang menjadi narator video itu mengatakan, "meski tanpa ada uang, pada 29 Desember 2004 para relawan pertama kami tetap langsung berangkat ke Aceh." Di dalam video itu juga tampak Ratna Sarumpaet memberikan pengarahan. Dalam pembuatan video itu, Ratna merupakan penulis skenario.

Sejauh ini belum diketahui sejak kapan dan berapa kali Ratna Sarumpaet menggunakan rekening pribadi untuk menggalang dana bantuan.

Dilarang Gunakan Rekening Pribadi

Kepala Subdit Perijinan Undian Kementerian Sosial di bawah Direktorat Pengumpulan dan Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial (PPSDBS), Mika menegaskan, menggunakan rekening pribadi untuk menghimpun dana bantuan dilarang oleh negara.

"Enggak boleh pakai rekening pribadi. Itu ada aturannya," ucap Mika kepada reporter Tirto, Kamis (4/10/2018).

Mika berkata, penggalangan dana yang dilakukan Atiqah dan Ratna seharusnya disalurkan melalui rekening atas nama RSCC. Ketentuannya bisa melalui rekening yayasan atau organisasi yang berbadan hukum. Jika hal itu tidak dilakukan, akan menyalahi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang.

"Semuanya kalau pribadi enggak boleh. Jadi nomor rekening itu semua harus nomor yayasan. Kalau enggak ada yayasan, ya kepanitiaan," tuturnya.

Dalam aturan UU 9/1961 juga disebutkan, pengumpulan dana harus mendapat izin dari pihak yang berwenang. Menurut Mika, hal itu menegaskan bahwa penggunaan rekening juga harus dari kelompok, bukan perorangan.

Infografik CI Ratna sarumpaet

Beda halnya apabila penggalangan dana dilakukan dalam lingkungan tertentu, misalnya dalam satu rukun tetangga, keluarga, atau kampus. Bila sudah dibagikan ke media sosial secara umum, penggunaan rekening pribadi untuk penggalangan dana tentu bermasalah.

Mika menegaskan, dalam Pasal 8 UU 9/1961, mereka yang melanggar bisa dikenakan hukuman pidana. Ancamannya adalah pidana kurungan penjara, paling lama tiga bulan dan denda paling tinggi Rp10 ribu.

Upaya Menjamin Transparansi

Aksi Cepat Tanggap (ACT), organisasi nirlaba yang memfokuskan diri pada kerja-kerja kemanusiaan dalam penanggulangan bencana, kerap menggalang dana untuk bantuan korban bencana alam. Human Capital and Legal Directorate ACT Yhogi S. Gunawan mengatakan, pihaknya tidak pernah menggunakan rekening pribadi untuk menggalang dana. Itu dilakukan sebagai upaya menjaga kredibilitas.

"Supaya amanah yang diberikan publik, benar-benar tersampaikan dengan baik," ucap Yhogi kepada reporter Tirto.

ACT sudah bekerja sama dengan Kementerian Sosial sejak 13 tahun lalu. Yhogi menjelaskan, ACT mempunyai puluhan rekening yang tercatat di setiap bank resmi atas nama yayasan.

Yhogi berpandangan penggunaan rekening pribadi bisa memunculkan kecurigaan dan kesulitan memilah dana bantuan dengan uang pribadi. Untuk gempa Palu dan Lombok misalnya, ACT menerapkan rekening terpisah agar semua bantuan tersalurkan dengan baik.

"Kami kan semuanya transparan dan ada mekanisme pertanggungjawaban. Semuanya bisa diakses publik," tuturnya.

Menurut Yhogi jika tak memiliki rekening di luar milik pribadi, ada alternatif yang bisa dilakukan. Caranya bekerja sama dengan organisasi lain yang memiliki rekening atas nama yayasan atau perkumpulan ataupun organisasi yang berjejaring dengan Kementerian Sosial.

“Sebaiknya sih bisa bekerja sama dengan institusi-institusi pengelola bantuan yang sudah ada. Misal mahasiswa bisa disalurkan ke ACT supaya lebih akuntabel,” harapnya.

Baca juga artikel terkait KASUS RATNA SARUMPAET atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dieqy Hasbi Widhana