tirto.id - Apa ramalan zodiakmu hari ini?
Terkadang kita tertarik juga membaca artikel seputar zodiak dan hal-hal terkait astrologi semacam itu. Di sisi lain, astrologi digolongkan sebagai pseudosains sejak berabad-abad lampau.
Zodiak berbeda dengan astrologi. Zodiak merujuk pada area khayak di langit yang dibagi menjadi 12 rasi, sesuai posisi bintang yang terlihat, misalnya Leo, Aries, Sagitarius.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan astrologi/as·tro·lo·gi/ sebagai ilmu perbintangan yang dipakai untuk meramal dan mengetahui nasib orang atau dengan kata lain ilmu nujum.
Sementara horoskop sendiri menjadi bagian dalam astrologi. Bentuknya bagan, atau diagram, yang mewakili posisi matahari, bulan, dan planet, dan dijadikan pedoman astrolog untuk meramal nasib seseorang.
Panduan meramal terkait tanggal kelahiran seseorang, misalnya, bisa menggunakan zodiak. Semua orang bisa diidentifikasi pada satu rasi bintang tertentu. Jika A lahir pada periode tanggal 23 Agustus sampai 22 September, maka A berrasi bintang Virgo. Begitu seterusnya, sampai tidak ada manusia yang tidak punya rasi bintang.
Dalam zodiak muncul pelekatan sifat-sifat tertentu yang konon akurat. Misalnya, orang dengan rasi bintang Cancer dibilang mudah tersinggung atau terbawa perasaan, sementara Leo dominan serta kompetitif. Sayangnya, saat sains mulai berkembang di Eropa, astrologi makin dipertanyakan statusnya.
Sebuah survey menyebutkan bahwa ramalan bintang jadi kolom favorit para perempuan yang hendak melakukan wawancara kerja, membeli kupon lotre, hingga memulai relasi romantis. Di era di mana masyarakat dikatakan lebih rasional, kenapa astrologi tetap laku?
Terkait hal ini, psikolog Phil Zuckerman turut menjelaskan mengapa para perempuan berpendidikan punya minat tinggi pada zodiak. Sebagaimana dikutip Telegraph Zuckerman mengatakan, perempuan cenderung mencari kenyamanan psikologis sehingga horoskop berperan sebagai ‘penenang’ yang seolah mampu menunjukkan bahwa situasi akan baik-baik saja. Dalam ilmu psikologi, alasan orang percaya terhadap ramalan disebut dengan efek Barnum.
Efek Barnum merupakan kondisi psikologis ketika kondisi umum dibuat seolah berlaku khusus pada individu atau kondisi tertentu. Singkatnya, Efek Barnum merupakan bentuk manipulasi psikologis, demikian dikutip situs Psychology Today.
Seorang instruktur di Harvard Extension School dan penulis How Risky Is It, Really? David Ropeik turut menjelaskan tentang kecenderungan seseorang mempercayai ramalan, yaitu untuk memberi kontrol atas takdir.
“Di masa mendatang, orang masih akan mencoba memprediksi apa yang akan terjadi. Untuk memberi kontrol atas takdir,” kata David Ropeik, seperti dikutip Psychology Today.
Sementara itu, sifat manusia yang mudah tertipu membuat mereka cenderung menerima klaim-klaim sesuai keinginannya, ketimbang klaim empiris berdasar standar non-subjektif. Kita, manusia, pada dasarnya senang mendengar hal-hal positif tentang diri kita daripada yang bernada negatif.
Tapi apakah astrologi selalu perkara tipu dan bual belaka? Bagi banyak orang, astrologi membantu hidup mereka dan memberikan jalan keluar atas masalah yang demikian pelik.
Artikel The New Age of Astrology yang dipublikasikan di Atlantic memaparkan penyebab lain mengapa kita percaya horoskop di media sosial.
Artikel inimenyebutkan, stres mendorong orang untuk menyimak astrologi. Selama beberapa tahun terakhir, kaum milenial, sebagai pengguna terbesar media sosial, adalah kalangan yang kerap mengalami stres—yang diklaim meningkat seiring waktu.
“Astrologi membuat mereka bisa membayangkan masa depan yang lebih baik,” tulis Atlantic.
Editor: Agung DH