tirto.id - Anggota Dewan Pembina Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Amien Rais dikritik ramai-ramai. Ini terjadi usai ia mengancam menjewer Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir jika tak mendukung salah satu kandidat dalam Pilpres 2019.
Sejak era reformasi, hanya sekali PP Muhammadiyah terlibat dalam politik praktis. Setelahnya hingga kini, PP Muhammadiyah membebaskan pengikutnya memilih kandidat Pilpres 2019 yang manapun.
Sebagian besar partai pendukung Jokowi-Ma’ruf merasa pernyataan Amien Rais tak pantas. Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani misalnya, menganggap pernyataan Amien Rais blunder di tengah masa kampanye pilpres.
“Ikhtiar untuk menarik-narik Muhammadiyah sebagai organisasi ke wilayah dukungan kepada pasangan pilpres atau partai tertentu, menurut hemat PPP, malah mencederai tradisi high politics baik yang sudah terbangun,” kata Arsul kepada reporter Tirto, Rabu (21/11/2018).
High politics yang dimaksud Arsul adalah politik kebangsaan. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam, menurutnya sudah tepat memilih sikap tak masuk ke politik praktis.
“Saya yakin siapa pun yang mencoba menarik-narik Muhammadiyah sebagai organisasi untuk dukung salah satu paslon di pilpres, justru akan kontraproduktif dengan paslon tersebut,” tuturnya.
Pernyataan Amien Rais juga berbeda dengan pernyataan dukungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terhadap Jokowi. Menurut Arsul, NU mendukung atas kesadaran sendiri karena cawapres Ma’ruf Amien merupakan Rais Aam PBNU.
“Jadi tidak perlu meniru,” kata Arsul.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj memang sudah menetapkan sikap ormasnya sebelum kampanye Pilpres 2019 dilaksanakan. Namun ia tetap mengklaim tak ada kader NU yang dipaksa mendukung Jokowi-Ma’ruf.
“Tidak usah digerakkan, enggak usah dibayar, warga NU akan dukung,” kata Said Aqil di kantor PBNU, Jakarta, Selasa 14 Agustus lalu.
Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni lebih lantang lagi. Dia menuding ucapan pernyataan Amien Rais sebagai blunder yang menunjukkan kepanikan kubu Prabowo-Sandiaga.
“Melihat Prabowo-Sandi yang diusungnya tak kunjung naik elektabilitas mereka,” tegas Toni kepada reporter Tirto.
Sama seperti Arsul, Toni menduga pernyataan Amien Rais bisa membuat PP Muhammadiyah dan pengikutnya hilang kepercayaan terhadap Amien.
Sedangkan Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding menilai Amien Rais memandang rendah Haedar. Menurutnya pernyataan bekas Ketua Umum PAN itu seakan menunjukkan Haedar adalah anak buahnya, padahal posisi Haedar seharusnya dihormati sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah.
“Saya melihat kenegarawanan Pak Amien mulai dipertanyakan,” kata politikus PKB itu kepada reporter Tirto.
Politik Pecah Belah ala Amien Rais?
Bukan hanya dari kubu Jokowi-Ma’ruf, Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) merasa pernyataan Amien Rais bertentangan dengan semangat khitah yang pernah digagas dalam Muktamar Muhammadiyah 1971.
Khitah itu menegaskan Muhammadiyah adalah organisasi gerakan dakwah yang tak terikat dengan partai politik manapun dan harus berjarak (PDF).
“Sepemahaman kami, di dalam khitah Muhammadiyah, tidak ada anjuran Muhammadiyah harus melakukan penyeragaman pilihan politik dalam perhelatan pilpres,” kata Najih melalui keterangan tertulisnya.
Pernyataan dari Toni, Karding, maupun Arsul seakan senada dengan Najih. Dia tegas menolak untuk mendukung salah satu kandidat dalam Pilpres 2019. Menurutnya politik praktis akan kontraproduktif bagi Muhammadiyah.
“DPP IMM mendukung siap ayahanda ketua umum PP Muhammadiyah yang menjaga netralitas Muhammadiyah dan tetap berada di tengah ummatan wasathan yaitu dengan tidak memberi dukungan kepada salah satu capres,” jelasnya.
Sedangkan Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi menyampaikan apa yang diucapkan Amien Rais sama sekali tak tepat dan bisa menyebabkan terpecahnya umat Islam. Dia berharap sebagai Ormas Islam, PBNU dan Muhammadiyah sebaiknya memang tak masuk ke dalam politik praktis.
Kendati PBNU memutuskan ikut mendukung salah satu paslon, itu merupakan kehendak PBNU tanpa ada arahan dari Jokowi ataupun Ma’ruf di ruang publik. PBNU sendiri tidak memaksa pengikutnya untuk mendukung Jokowi-Ma’ruf.
“Ini kekacauan cara berpikir Amien Rais di masa senjanya ini,” kata Hendardi kepada reporter Tirto. “Dia memaksa bentrok di antara umat dan memaksa untuk berhadap-hadapan dengan NU, saya kira,” imbuhnya.
Hendardi menilai kebijakan organisasi Islam seharusnya tidak top down melainkan dari aspirasi warganya kepada pimpinan. Amien Rais sebagai penasihat Muhammadiyah menurutnya tidak etis memaksakan kehendak kepada pengurus harian PP Muhammadiyah.
“Pengendali organisasi, kan, bukan dia. Sepatutnya dia bersikap bijak dengan menjaga ucapan-ucapannya yang sangat bernuansa politik yang lebih memperlihatkan dia bukan sebagai pemimpin agama tapi tokoh politik. Dan itu efeknya bakal besar di Muhammadiyah sendiri,” terangnya.
Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi Masduki Baidowi juga tidak setuju bila organisasi macam PBNU, Muhammadiyah, dan MUI ikut dalam politik praktis. Sejauh ini, pernyataan Said Aqil dianggap Baidowi hanya pernyataan pribadi.
Dia tidak mempermasalahkan apabila Haedar mau mendukung Amien, tapi organisasi Muhammadiyah diharapkan tetap tak menyatakan sikap dan urusan pilihan politik diserahkan pada pribadi masing-masing.
“Saya kira itu hak Pak Amien Rais karena itu subjektif kepentingan politik praktis dia sebagai politisi, tapi kalau objektif Muhammadiyah sama dengan objektif NU dan MUI juga itu. Tidak boleh ada masuk pada politik praktis,” jelas Baidowi kepada reporter Tirto.
“Saya harap Muhammadiyah tetap netral,” imbuhnya.
Usaha Amien Saingi Jokowi-Ma'ruf?
Peneliti dari Center for Strategic dan International Studies Arya Fernandes menganggap, usaha Amien akan sia-sia, lantaran Muhammadiyah selama ini tegas berada di posisi netral.
Menurutnya posisi Amien Rais tak kuat menggiring Muhammadiyah mendukung Prabowo-Sandiaga. “Dugaan saya tetap Muhammadiyah akan tetap berada di tengah,” ujar Arya kepada reporter Tirto.
Sedangkan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai Amien Rais berusaha menyaingi massa NU yang berada di kubu Jokowi-Ma’ruf.
“Sesungguhnya Amien Rais memang wajar mengatakan itu karena dia tim Prabowo-Sandi, tapi secara kelembagaan Muhammadiyah lebih baik netral,” kata Ujang kepada reporter Tirto.
Salah satu Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Faldo Maldini beranggapan Amien Rais sedang mendorong kelompok Islam menonjolkan sikap politik praktisnya.
“Jangan disalahartikan pernyataan Pak Amien yang agak keras itu karena tidak menyatakan dukungan kepada Prabowo-Sandi," kata Faldo kepada reporter Tirto, kemarin.
Faldo menganggap kata "jewer" bisa dikatakan sebagai rasa sayang orang tua kepada anaknya. Sebab Amien merupakan salah satu sesepuh yang dihormati warga Muhammadiyah.
"Beliau dihargai sekali. Kalau ada yang perlu didiskusikan oleh orang tua kepada yang lebih muda, ya biasa saja ngomong kayak begitu. Kalau kita yang muda-muda mau jewer Pak Amien kan tidak pantas, tentu kita cari istilah lainnya," tuturnya.
Sedangkan Juru Bicara BPN Rizal Darmaputra mengatakan, suara Muhammadiyah sangat penting bagi kubunya. Dia menduga bisa menaikkan elektabilitas kandidat Pilpres 2019 nomor urut 02.
"Tentu bisa menaikkan elektabilitas suara pak Prabowo-Sandi. Dan pasti bisa berpengaruh. Dan juga, langkah ini tentu menjadi langkah kedua kubu yang sedang berusaha merangkul organisasi-organisasi Muhammadiyah kan, terutama yang di Pulau Jawa," katanya saat ditemui reporter Tirto di daerah Tanah Abang, Jakarta, kemarin.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dieqy Hasbi Widhana