Menuju konten utama

PWI Tegaskan Pers Nasional Tidak Boleh Disensor dan Dibredel

Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Indonesia menegaskan pers nasional tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan siaran. Pernyataan sikap tersebut muncul sehubungan dengan kemunculan wacana dari pihak tertentu yang menginginkan ada perizinan tindakan intervensi terhadap kemerdekaan redaksi dalam menentukan dan menyiarkan berita

PWI Tegaskan Pers Nasional Tidak Boleh Disensor dan Dibredel
(Ilustrasi) Sejumlah wartawan berunjuk rasa memprotes pelecehan terhadap tugas wartawan oleh oknum polisi yang menghalang-halangi dan memaki awak media saat meliput pelepasan Jemaah Calon Haji di Lebak, di Alun-alun Serang, Banten, Rabu (31/8). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

tirto.id - Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Indonesia menegaskan pers nasional tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan siaran. Pernyataan sikap tersebut muncul sehubungan dengan kemunculan wacana dari pihak tertentu yang menginginkan ada perizinan tindakan intervensi terhadap kemerdekaan redaksi dalam menentukan dan menyiarkan berita. Izin yang diinginkan adalah agar bisa melakukan pelarangan siaran langsung dan penghentian terhadap siaran pers nasional.

"Sesuai dengan pasal 4 ayat 2 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran. Penjelasan pasal 4 ayat 2 UU Pers itu menerangkan, penyensoran, pembredelan atau pelarangan siaran tidak berlaku pada media cetak dan elektronik. Hal ini sejalan dengan pengertian pers dalam UU Pers dan isi Pasal 42 UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran), wartawan penyiaran dalam melaksankan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik (KEJ)," tegas Dewan Kehormatan PWI Pusat melalui siaran persnya, di Jakarta, Sabtu, (10/12/2016).

Oleh karena itu Dewan Kehormatan PWI Pusat mengingatkan, perlindungan dan jaminan terhadap kemerdekaan pers, tidak hanya ditujukan kepada pers cetak saja, melainkan juga semua jenis pers yang memenuhi persyaratan, termasuk pers elektronik, televisi, radio dan siber.

Tidak hanya mengingatkan kembali pihak-pihak tersebut dengan pasal 4 ayat 2 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), Dewan Kehotmatan PWI Pusat juga mengingatkan kembali bahwa pers nasional harus mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan pihak manapun.

Dewan Kehormatan PWI Pusat berpendapat, permintaan untuk tidak menyiarkan sesuatu dengan ancaman, secara terselubung atau pun terang-terangan, tindakan pembredelan dan pelarangan serta penghentian siaran terhadap karya jurnalistik, merupakan bagian dari penyensoran dan menghalang-halangi tugas pers. Tindakan itu jelas dilarang oleh UU Pers dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Ilham Bintang, melalui siaran persnya menyebut kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara dijamin dalam pasal 4 UU Pers beserta penjelasannya, sehingga apapun dalihnya, pers harus bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.

Menurutnya, bagi Dewan Kehormatan PWI Pusat kemerdekaan pers merupakan salah satu indikator demokrasi suatu bangsa. Oleh karena itu kemerdekaan pers di Indonesia yang lahir dari rahim reformasi dan terangkum dalam UU Pers harus dihormati dan ditegakkan oleh semua pihak.

Dewan Kehormatan PWI Pusat meminta kepada semua pihak agar segera mengakhiri wacana untuk membatasi kemerdekaan pers, seperti penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran dalam bentuk apapun.

Dewan Kehormatan juga mengecam pihak-pihak yang bersikap anti kemerdekaan pers dengan mencoba membatasi pers meliput dan menyiarkan secara merdeka sesuai dengan hati nurani masing-masing pers.

Baca juga artikel terkait WARTAWAN atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Politik
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh