Menuju konten utama

Putusan MA dan Dalil Gerindra Tetap Usung Mantan Napi Koruptor

Bagi Gerindra pakta integritas untuk tidak mengusung mantan napi koruptor sebagai caleg tidak memiliki kekuatan hukum dalam perundang-undangan.

Putusan MA dan Dalil Gerindra Tetap Usung Mantan Napi Koruptor
Petugas KPU menunggu bakal calon Anggota Legislatif yang akan mendaftarkan diri untuk caleg DPR RI di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (4/7/2018). ANTARA FOTO/ Reno Esnir.

tirto.id - Keputusan Mahkamah Agung (MA) membatalkan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) menjadi alasan partai politik tetap mengusung mantan koruptor sebagai calon legislatif (caleg). Bagi sejumlah partai, keputusan MA lebih penting ketimbang pakta integritas yang telah mereka sepakati dengan KPU untuk tidak mengusung caleg mantan koruptor.

"Kan yang namanya pakta integritas itu makhluk apa gitu? Dan maksud pakta integritas itu yang mana? Gerindra enggak tahu pakta integritas itu yang mana,” kata Ketua DPP Partai Gerindra Habiburokhman kepada Tirto, Senin (17/9/2018).

Ketua Umum DPP Gerindra Prabowo Subianto dan Sekretaris Jenderal DPP Gerindra Ahmad Muzani telah menandatangani pakta integritas [PDF] tidak mengusung caleg mantan koruptor pada 13 Juli 2018. Begitu juga dengan Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik yang ikut menandatangani pakta integritas serupa pada 16 Juli 2018.

Dokumen tersebut terpampang secara jelas di laman resmi KPU RI (kpu.go.id). Dokumen pakta integritas (Form B.3 DPR) ini berisi pernyataan pimpinan partai politik berupa komitmen tidak akan mencalonkan mantan terpidana tindak pidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak.

Namun setelah ada putusan MA, Habiburokhman menilai pakta integritas itu tidak memiliki kekuatan hukum dalam perundang-undangan. Ia menyatakan partainya hanya mengusung satu orang eks koruptor, yakni Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta M Taufik sebagai caleg DPRD DKI Jakarta. Pernyataan Habiburokhman ini sekaligus menepis data KPU yang menyebut Gerindra sebagai parpol paling banyak mengusung caleg mantan napi korupsi.

“Dan itupun perlu dicatat bahwa Pak Taufik masuk Gerindra setelah selesai menjalani hukuman,” kata Habiburokhman.

Habiburokhman menilai, Taufik mempunyai hak untuk dipilih secara politik karena pengadilan tidak pernah mencabut hak politiknya dan telah menjalani masa hukuman. “Di situ beliau sudah bersih dan tidak pernah ada catatan korupsi sama sekali. Beliau juga banyak berjasa kepada rakyat di dapilnya. Sehingga menurut kami enggak ada alasan untuk menarik beliau,” kata Habiburokhman.

Pernyataan Habiburokhman ini dibenarkan Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon. Menurutnya, partainya tetap akan mencalonkan Taufik pada Pileg 2019. “Pokoknya kami sesuai UU lah. Kami tidak mau melanggar UU,” kata Fadli.

“Kita hidup kan kerangkanya UU. Kalau UU membolehkan, berarti kan kami tidak boleh menghilangkan hak orang untuk dipilih atau memilih," kata Fadli Zon, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (17/9/2018).

Fadli pun menyebut KPU seharusnya tidak bersikap mendua terhadap eks koruptor ini. Sebab, menurutnya, mereka diperbolehkan menjadi kepala daerah, tapi tidak boleh menjadi caleg. “Yang saya heran kenapa kok ini tidak diantisipasi ketika untuk eksekutif, gubernur dan bupati kok boleh. Harusnya dari awal dirancang tidak boleh,” kata Fadli.

Sikap Gerindra ini berbeda dengan PDI Perjuangan. Politikus PDIP Junimart Girsang menyatakan partainya akan tetap memegang teguh pakta integritas untuk tidak mencalonkan eks koruptor.

“Tentu sebagaimana disampaikan Pak Sekjen, tidak ada alasan PDIP meloloskan caleg eks koruptor. Kalau tentu ada, itu pasti akan dievaluasi. Tidak akan lolos itu. Dan tentu ini menjadi keputusan ibu ketua umum,” kata Junimart, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).

Menurut Junimart PDIP sejak awal sudah bersikap keras terhadap kadernya yang melakukan korupsi tanpa harus terbit PKPU. “Karena anggota fraksi dari PDIP atau kader tanpa menjadi DPR pun tentu akan dipecat kalau melakukan korupsi. Itu arahan ibu [Megawati] langsung," kata Junimart.

Sementara itu, Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, EE Mangindaan menyatakan partainya bakal mengadakan rapat terlebih dahulu untuk membahas kelangsungan nasib caleg eks koruptor dari partainya yang telah diloloskan Bawaslu. Hal ini dilakukan sehubungan dengan keluarnya putusan MA yang membolehkannya.

“Sebenarnya kami memikirkan bagaimana ini bisa bersih daftarnya. [Pakta] Integritas kan sudah menyatakan begitu. Dengan keputusan begitu kan kami belum rapat lagi,” kata Mangindaan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9/2018).

Anggota Komisi II DPR ini pun menegaskan sampai saat ini Partai Demokrat masih memegang teguh pakta integritas tak mencalonkan eks koruptor. "Belum ada yang berubah. Mereka tetap tidak kami masukkan sebagai calon sekarang,” kata Mangindaan.

Infografik CI Caleg Koruptor

Langgar Pakta Integritas, Berpeluang Langgar Janji Kampanye

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Ferry Amsari menilai sikap parpol yang mengingkari pakta integritas tak mencalonkan eks koruptor tidak tepat secara moral, meskipun tidak salah secara hukum.

"Kalau dilihat komitmen, kalau pakta integritas yang dibuat sendiri dilanggar, kemungkinan besar mereka ingkari janji-janji kampanyenya," kata Ferry kepada Tirto.

Sebab, menurut Ferry, pakta integritas dibuat sebagai komitmen moral untuk kemudian dilaksanakan sebagai kesadaran bahwa partai tersebut tidak setuju dengan korupsi. “Bicara hukum kan juga bicara moral. Jadi seharusnya Gerindra bisa tetap memegang komitmen mereka di pakta integritas itu," kata Ferry.

Lebih lanjut, Ferry menyatakan, sebenarnya KPU masih bisa memberlakukan larangan caleg eks koruptor setelah putusan MA. Sebab, menurutnya, putusan MA tidak langsung mengikat seperti halnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Berdasarkan pasal 8 ayat 2 Perma No 1 tahun 2011 itu kan berlakunya tiga bulan. KPU masih bisa memberlakukan PKPU sampai 3 bulan setelah putusan," kata Ferry.

Oleh karena itu, menurut Ferry, sebaiknya KPU tetap tidak meloloskan caleg eks koruptor dengan berdasarkan PKPU yang masih berlaku. Meskipun, menurut dia, hal itu akan mendapatkan perlawanan dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan PKPU tersebut.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz